SP PLN Tolak Batubara Jadi Acuan Harga Listrik

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Serikat Pekerja Perusahaan Listrik Negara (PLN) menolak upaya pemerintah yang akan memasukkan batubara dalam acuan tarif dasar listrik. Menurut Ketua Umum SP PLN Jumadis Abda, harga batubara saat ini cukup tinggi sehingga ketika dimasukkan dalam komponen acuan tarif dasar listrik maka akan berdampak besar terhadap perekonomian Indonesia.

"Komponen listrik di industri cukup tinggi sehingga kalau batubara dimasukan maka akan ada kenaikan tarif listrik. Akibatnya daya saing industri kita akan semakin kalah terhadap negara negara lainnya. Selain itu juga, daya beli masyarakat juga akan terkena dampaknya, akhirnya adalah ekonomi Indonesia yang semakin terpuruk," ungkap Jumadis saat memberikan keterangan pers di gedung PLN, Jakarta, Rabu (7/2).

Ia mengatakan bahwa konsumsi batubara oleh PLN cukup tinggi yaitu sebesar 60% dari total seluruh konsumsi energi untuk pembangkit listrik. Hal itu yang membuat tarif listrik akan cepat naik ketika batubara dimasukan dalam harga acuan tarif listrik. "Pada 2016, PLN menggelontorkan dana sebesar Rp30,9 triliun untuk batubara. Dan kami memprediksi 2017 angkanya bisa naik jingga Rp40 triliun. Terlebih saat ini harga batubara lagi tinggi maka nilai yang harus dikeluarkan PLN akan semakin tinggi juga," jelasnya.

Disamping itu, ia juga mengkritisi masih banyaknya batubara yang di ekspor keluar negeri padahal batubara menjadi komponen utama dalam pembangkit listrik. "Konsumsi batubara PLN hanya 70 juta ton per tahun, sementara Indonesia memproduksi batubara hingga 450 juta ton. Artinya hampir 80 persen produksi batubara di ekspor keluar," tegasnya.

Selain soal batubara, SP PLN juga meminta kepada pemerintah untuk menurunkan harga gas. Pasalnya, kata Jumadis, saat ini PLN membeli gas US$8 per mmbtu, padahal Malaysia membeli gas dari Indonesia RM19,7 per mmbtu atau sebesar US$4,7 per mmbtu. "Makanya kami menuntut agar pemerintah menurunkan dan mengevaluasi harga gas alam domestik khususnya untuk pembangkit listrik minimal sama dengan harga gas alam di Malaysia," ucapnya.

Jika tuntutan tak dipenuhi, maka Jumadis beserta dengan SP PLN akan menyuarakan langsung di Kementerian ESDM. "Tuntutan kami sudah kami sampaikan ke Presiden, ESDM, Kementerian Keuangan. Kami juga melihat keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat masih kurang karena tak berhasil menghadirkan energi murah bagi rakyat. Padahal kita sebelumnya sudah berdiskusi dengan Darmawan Prasodjo (Staf Khusus Presiden) soal energi murah bagi rakyat," pungkasnya.

Ikut hadir dalam memberikan keterangan pers, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Ibrahim perwakilan dari BEM FT UI ikut menyuarakan penolakan komponen batubara masuk dalam acuan tarif listrik. Pihaknya menutut dua hal atas rencana kebijakan ini.

Pertama, kata Ibrahim, mengkaji kembali harga batubara yang akan dimasukkan dalam acuan tarif dasar listrik. Kedua, mengembalikan perintah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan bahwa sesungguhnya seluruh kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Harga Melonjak

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan Harga Mineral Acuan (HMA) dan Harga Batu Bara Acuan (HBA) Bulan Februari 2018 untuk 20 jenis mineral logam yang dituangkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 407 K/32/MEM/2018.

Kepmen yang ditandatangani Menteri ESDM Ignasius Jonan pada tanggal 5 Februari 2018 tersebut disusun untuk melaksanakan ketentuan pasal 6 pada Permen ESDM Nomor 44 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permen Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.

Berdasarkan keterangan dari Kementerian ESDM, HBA untuk bulan Februari 2018 ditetapkan sebesar US$ 100,69 per ton atau naik US$ 5,15 dibandingkan HBA bulan Januari yang mencapai US$ 95,54. Kenaikan harga batu bara ini dipicu tingginya permintaan dari negara China untuk musim dingin, juga terhambatnya produksi dan pengiriman batu bara karena cuaca di negara tersebut.

Pengawasan dan pembatasan produksi yang ketat dari pemerintah Indonesia juga cukup mempengaruhi pasokan batu bara dunia disamping permintaan dari negara Jepang dan Korea yang juga meningkat di musim dingin ini.

 

BERITA TERKAIT

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Sadari Potensi Dunia Digital, Raih Cuan Jutaan dari Jualan Online

  NERACA Magetan – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo RI) menyelenggarakan kegiatan Chip In #MakinCakapDigital2024 bertema “Etika Bebas Berpendapat di…

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…