Dampak Uang Virtual Jangan Dianggap Remeh

Dampak dari penggunaan uang virtual atau cryptocurrency terhadap ekonomi Indonesia jangan dianggap remeh. Saat ini, mengingat negara-negara terbesar yang membolehkan penggunaan uang virtual tersebut, memiliki keterkaitan perekonomian yang besar terhadap Indonesia.

Kondisi anjloknya nilai uang virtual yang terjadi saat ini perlu diwaspadai. Sebab, hal itu berpotensi mempengaruhi perekonomian dalam negeri. "Negara pengguna terbesar itu kan seperti Jepang dan Korea. Kalau sampai mengalami krisis pada mata uang mereka akibat cryptocurrency misalnya, Indonesia berpeluang terkena dampaknya," ujar Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta di Jakarta.

Arif mengakui bahwa transmisi pengaruh krisis yang disebabkan cryptocurrency memang panjang, bahkan masih jauh. Di antara indikasinya, kapitalisasi pasar dari cryptocurrency sangat kecil dibandingkan indeks saham, seperti Jakarta Composite Index (JCI), South Korea Stock Exchange (KRX), dan Tokyo Stock Exchange (JPX).

Dari statistik yang ditunjukkan oleh Bitcoinity.org per 5 Februari 2018, kapitalisasi pasar cryptocurrency senilai US$153,36 miliar per 4 Februari 2018. Sementara kapitalisasi pasar market cap JPX sebesar US$5,12 Trilun, KRX US$1.33 Triliun, dan JCI Rp7.390,39 Triliun. "Namun demikian, yang paling penting untuk dicermati adalah mengenai bahaya dari uang virtual, baik dari fungsinya sebagai alat pembayaran dan juga sebagai komoditas," tuturnya.

Bank Indonesia menyebutkan, kepemilikan cryptocurrency sangat berisiko dan sarat spekulasi karena tidak diterbitkan oleh otoritas moneter, tidak memenuhi karakteristik uang, dan tidak mempunyai status hukum yang jelas. Kemudian, tidak memiliki underlying asset yang mendasari nilainya, volatilitas harga sangat tinggi, tidak ada administrator yang bertanggung jawab atas penerbitannya, dimanfaatkan sebagai regulatory arbitrage.

Dengan profil yang seperti itu, cryptocurrency juga memiliki tingkat risiko yang tinggi dari segi keamanan karena rentan untuk diretas. Cryptocurrency juga bisa menjadi saluran untuk melakukan money laundry bahkan pendanaan terorisme. "Jadi ini sangat bahaya sekali. Kalau dikatakan sebagai investasi uang virtual tidak memiliki batas atas dan bawah sehingga ketika harga anjlok wealth dari pemilik cryptocurrency akan tergerus," jelas Arif.      

Bank Indonesia (BI) kembali mengingatkan bagi para pengguna bitcoin atau pemilik bitcoin di Indonesia untuk berhenti menggunakan atau berinvestasi pada mata uang virtual tersebut. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Onny Widjanarko mengatakan, peredaran dan volatilitas nilai tukar bitcoin yang semakin tinggi akan membahayakan stabilitas moneter, sistem keuangan dan sistem pembayaran di Indonesia.

Hal tersebut akan memicu terjadinya krisis layaknya krisis moneter di Amerika Serikat (AS) yang dipicu oleh terjadinya bubble property atau gelembung properti karena melonjaknya harga perumahan akibat meningkatnya permintaan dan spekulasi. "Perkembangan-perkembangan yang terjadi itu menjadi perhatian Bank Indonesia. Karena dilihat dari sisi stabilitas sistem moneter, itu bahaya sekali karena proses penciptaan uangnya yang luar biasa," katanya dalam jumpa pers di Bank Indonesia, kemarin.

Peredaran bitcoin yang semakin tinggi membuat nilai mata uang virtual tersebut pun kini semakin tinggi. Tidak seperti rupiah dan mata uang resmi lainnya, mata uang tersebut tak memiliki payung hukum yang jelas. Maka peredarannya yang semakin tinggi bisa merusak stabilitas keuangan nasional karena tak ada yang mengendalikan. "Kita paling takut dengan yang namanya proses penciptaan uang yang berlebihan. Dan akhirnya harga uangnya tidak berarti, harga barang tinggi akhirnya kalau nanti banyak jumlah uang yang beredar," jelas Onny.

Dari segi stabilitas sistem keuangan, BI juga mengkhawatirkan sisi volatilitas bitcoin. Hal ini sama seperti teori gaya gravitasi, jika bola diangkat tinggi sekali, maka saat dia jatuh akan sakit sekali rasanya. "Kita tidak mau krisis terulang lagi karena ada bubble. Begitu jatuh tiba-tiba, kalau krisis terjadi, yang kena adalah masyarakat. Memang orang sekarang menanyakan, dengan virtual currency yang jumlahnya belum banyak, kok sudah diingat-ingatin. Tapi BI konsentrasi untuk itu, dan mengingatkan," tutur Onny.

"Kita jangan tunggu bahwa nanti banyak yang rugi. Lebih baik kita berikan edukasi atau peringatan, bahwa bahayanya itu tidak hanya bagi pemegang itu sendiri tapi bahaya bagi ekonomi secara keseluruhan," tambahnya.

Untuk itu, BI meminta untuk menghentikan penggunaan bitcoin sebelum akhirnya yang dikhawatirkan terjadi. "Kalau kami melihatnya, bagi yang belum (memilik), ya jangan. Karena risikonya besar. Untungnya memang besar, tapi risikonya juga bisa lebih besar. Kalau yang kena banyak, akan krisis. Kalau krisis, remuknya itu lima tahun ke belakang. Jangan remehkan stabilitas," pungkasnya. (iwan)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…