Tren Inflasi 2018?

Menyimak data inflasi Indonesia pada Desember 2017 yang tercatat rendah, yaitu 0,04% (mtm) atau 3,61% (yoy), hal ini memperlihatkan inflasi tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi tiga tahun terakhir yang. Namun pada Januari 2018 inflasi tercatat 0,06% dan secara yoy mencapai 3,64% menunjukkan tren yang meningkat sebagai dampak kenaikan harga beras belum lama ini. Kita masih ingat selama semester I-2017 tingkat inflasi cenderung naik hingga akhirnya mencapai tingkat tertinggi 4,37% (yoy) pada Juni. Lantas apakah semester I-2018 akan mengalami hal yang sama seperti periode tahun lalu?

Tentu kita melihat sejumlah faktor yang mengerek kenaikan inflasi selama semeter I-2017, diantaranya harga yang diatur pemerintah (administered price) seperti biaya STNK, tarif dasar listrik (TDL) 900 VA, meningkatnya permintaan saat bulan Ramadhan, serta liburan sekolah di pertengahan tahun. Kondisi serupa tampaknya akan terjadi di semester I-2018 dimana harga BBM dan tarif listrik kemungkinan akan meningkat lagi.

Namun, sebaliknya yang terjadi di semester II-2017, yaitu penurunan tingkat inflasi konsisten terjadi sejak awal semester II. Penundaan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), gas subsidi 3 kg, listrik untuk 450 VA, serta terjaganya stabilitas harga pangan (volatile foods) diperkirakan sebagai faktor penyebab terus menurunnya tingkat inflasi selama semester II-2017.

Tantangan tingkat inflasi di semester II-2017 hanya akan terjadi pada November dan Desember seiring peningkatan demand karena terdapat liburan sekolah, perayaan hari keagamaan, imported inflation akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US$, penyesuaian harga BBM non subsidi karena kenaikan harga komoditas internasional, serta target penyerapan anggaran pusat dan daerah.

Apabila faktor pendorong tingkat inflasi tersebut masih dapat dikendalikan oleh pemerintah dan otoritas moneter, maka tingkat inflasi di akhir 2017 akan bergerak di sekitar 3,5%. Rendahnya tingkat inflasi beberapa tahun terakhir ini dapat menjadi sebuah tanda bahwa Indonesia telah memasuki era baru tingkat inflasi. Tingkat inflasi sudah tidak di atas pertumbuhan ekonomi, yaitu sekitar 3% saja.

Dengan tingkat inflasi yang terjaga rendah, maka daya beli masyarakat diharapkan dapat meningkat. Artinya, daya beli masyarakat tetap tinggi tidak tergerus oleh kenaikan harga. Namun, bisa saja tingginya inflasi tidak dapat menurunkan daya beli masyarakat yaitu ketika diimbangi kenaikan pendapatan riil.

Rendahnya tingkat inflasi juga dapat menekan suku bunga. Penurunan suku bunga akan menurunkan biaya bunga atau modal perusahaan seiring rendahnya biaya pinjaman dan obligasi. Alhasil, perusahaan dapat ekspansi usaha sehingga investasi meningkat. Meningkatnya investasi, khususnya padat karya, dapat menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar sehingga dapat mendorong konsumsi dan ekonomi.

Patut disadari, bahwa persentase konsumsi terhadap total perekonomian mencapai 55% atau jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pengeluaran pemerintah (9%) dan Investasi (30%) dengan terdorongnya konsumsi maka target pertumbuhan pemerintah pun dapat mudah dicapai.

Dengan dikendalikannya harga barang oleh pemerintah, misal dengan menetapkan harga eceran tertinggi (ceiling price) di beras, daging, gula, dan lainnya, seharusnya terdapat kelebihan permintaan (excess demand) di masyarakat. Kenaikan permintaan tidak hanya untuk barang yang diatur, disisi lain juga bisa berdampak kepada barang pendukung (complementary). Namun, terjaganya tingkat inflasi karena dikendalikannya beberapa harga sepertinya tidak dapat meningkatkan permintaan di barang tersebut.

Namun di sisi lain, kondisi masyarakat saat ini cenderung menahan konsumsi dan menambah tabungan yang terindikasi dari survei konsumen Bank Indonesia (Desember 2017), dimana menunjukkan rata-rata pendapatan masyarakat untuk konsumsi (average propensity to consume ratio) menurun 0,7% dari bulan sebelumnya menjadi 65,7%. Sebaliknya, porsi tabungan terhadap pendapatan (saving to income ratio) naik 1,0% menjadi 20,2%.

Tidak hanya itu. Survei penjualan eceran BI juga mengindikasikan bahwa secara tahunan, penjualan eceran di September 2017 tumbuh melambat. Indeks Penjualan Riil (IPR) September 2017 tercatat 201,2 padahal di Juni 2017 mampu mencapai 232,4. Indeks ritel kelompok makanan mengalami pelemahan pertumbuhan menjadi 7,6% (yoy) dari sebelumnya 7,9% (yoy) sedangkan kelompok non makanan mengalami kontraksi semakin dalam dari -5,9% (yoy) menjadi -6,2% (yoy) di September 2017. Pada survei tersebut juga diperkirakan penurunan IPR akan berlanjut di Oktober 2017 menjadi 200,6.

Melihat indikator tersebut, perlu antisipasi apabila penurunan tingkat inflasi yang terjadi beberapa tahun terakhir lebih disebabkan karena tertahannya konsumsi akibat tertekan daya beli (demand side) ketimbang terkendalinya harga produksi (supply side). Penurunan tingkat inflasi seperti beriringan dengan penurunan tingkat konsumsi masyarakat. Padahal,  tidak ikut terdorongnya daya beli masyarakat ketika harga-harga lebih terkendali dapat membuat perekonomian mengalami pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Itulah konsekuensi dari inflasi yang selalu rendah.

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…