Infrastruktur Dikebut Berisiko Utang

Dalam upaya mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang berkeadilan, pemerintahan Jokowi menempatkan infrastruktur sebagai agenda utama dan mengalokasikan anggaran besar untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Meskipun secara teori infrastruktur dapat mempercepat aktivitas ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan, kenyataan belum menunjukkan demikian.

Di saat alokasi anggaran infrastruktur tahun 2017 meningkat 177% dari anggaran 2014, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 hanya meningkat sedikit. Penciptaan lapangan kerja bahkan disebut-sebut sebagai dampak positif yang timbul dari belanja infrastruktur dan konstruksi, juga belum terlihat.

Usaha pemerintahan Jokowi untuk secara signifikan memperbaiki kondisi Infrastruktur di seluruh Indonesia didasari oleh alasan yang baik untuk mendorong dunia usaha melalui pengadaan barang publik yang diperlukan untuk aktivitas ekonomi, seperti jalan, rel, bandara, pembangkit listrik dan jaringan, atau sistem irigasi.

Mengingat model pertumbuhan masa lalu, didorong oleh ekstraksi sumber daya alam, tidak dapat dipertahankan di tengah harga komoditas yang terus jauh lebih rendah dibanding awal 2000-an, diversifikasi ekonomi ke sektor-sektor manufaktur dan jasa dengan membangun infrastruktur menjadi semakin penting.

Kita melihat visi yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2019), sangat ambisius; keseluruhan rencana pembangunan infrastruktur membutuhkan dana investasi sebesar Rp5.519 triliun, baik dari anggaran publik maupun sektor swasta.

Fakta yang lebih mencolok adalah bahwa pengeluaran infrastruktur tidak serta merta memacu kegiatan ekonomi, terutama kebangkitan sektor manufaktur, bahkan sampai 2017. Pertumbuhan belanja pemerintah yang besar pada tahun 2016 tidak memacu pertumbuhan yang lebih tinggi dari total belanja infrastruktur (pemerintah+swasta) pada tahun 2016, dengan kemungkinan tren tersebut berlanjut pada 2017.

Hal ini menciptakan beberapa paradoks: jika anggaran infrastruktur pemerintah tumbuh sekitar 177% dari tahun 2014 sampai 2017, mengapa pertumbuhan belanja keseluruhan infrastruktur (publik dan swasta) stagnan pada tahun 2016? Selain itu, jika infrastruktur menurunkan biaya logistik dan transaksi, mengapa kenaikan besar dalam penyediaan infrastruktur tidak diikuti dengan peningkatan yang cukup besar dalam pertumbuhan PDB di tahun 2017?

Sejauh ini, pemerintah menggunakan berbagai macam cara untuk menyediakan skema pendanaan dan pembiayaan infrastruktur yang bergantung pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pilihan pemerintah untuk model pembangunan infrastruktur yang dipimpin oleh BUMN dapat dimengerti, karena model semacam itu memungkinkan pemerintah untuk memulai proyek dengan cepat, tanpa harus melalui proses penganggaran yang berbelit ataupun negosiasi yang rumit dengan sektor swasta. Namun, keterbatasan dari pendekatan pembiayaan infrastruktur melalui BUMN menjadi semakin tak terelakkan.

Kondisi ini berdampak pada meningkatnya utang luar negeri Indonesia selama kuartal III-2017 naik 4,5% (year on year) dibandingkan periode sama 2016 atau menjadi sebesar US$343,1 miliar. Kenaikan ini terutama didorong pertumbuhan utang publik, atau utang pemerintah dan bank sentral yang naik 8,5%.

Sebenarnya utang swasta juga kembali meningkat, namun hanya naik tipis sebesar 0,6% (yoy). Sektor penarik utang terbesar yakni di sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih (LGA), dan pertambangan dengan porsi 77 %,

Meski Bank Indonesia memandang pergerakkan ULN pada triwulan III-2017 masih terjaga. Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal III-2017 terlihat sebesar 34%, ini menurun jika dibandingkan dengan triwulan III-2016 yang sebesar 36%. Selain itu, rasio utang jangka pendek terhadap total ULN juga relatif stabil di kisaran 13%.

Sekadar informasi, pembiayaan infrastruktur ada tiga sumber yang didapatkan oleh pemerintah. Ketiga sumber tersebut yakni pembiayaan melalui APBN, penugasan kepada BUMN dan juga dengan bekerjasama pada swasta. Namun patut disadari, bahwa APBN jangan terkesan hanya membiayai sebagian besar untuk membayar cicilan utang pokok dan bunganya. Waspada defisit anggaran di depan mata.

BERITA TERKAIT

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

BERITA LAINNYA DI Editorial

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…