DAMPAK RESTRUKTURISASI KREDIT BERMASALAH - Empat Bank BUMN Raup Laba Rp 66,3 T

Jakarta- Di tengah persaingan ketat merebut dana pihak ketiga (DPK) belakangan ini, empat bank BUMN membukukan kenaikan laba bersih yang cukup signifikan hingga 22,8% menjadi Rp 66,31 triliun pada akhir tahun lalu. Namun kenaikan laba tersebut sebagian besar berasal dari dampak aksi restrukturisasi sejumlah bank BUMN dalam dua tahun terakhir, sementara pendapatan usaha bank sendiri hanya tumbuh satu digit.

NERACA

Berdasarkan laporan keuangan publikasi akhir 2017, total laba bank BUMN hingga Rp 66,31 triliun berasal dari perolehan keuntungan BRI Rp 29,04 triliun, Bank Mandiri Rp 20,63 triliun, BNI Rp 13,62 triliun dan BTN Rp 3,02 triliun.

Kinerja Bank BRI terlihat cukup menggembirakan. Untuk konsolidasi aset Bank BRI melesat menjadi Rp 1.126,25 triliun (naik 12,22%) dari posisi 2016 di Rp 1.003,64 triliun.  Khusus aset BRI (bank saja) tercatat menembus lebih Rp1.000 triliun, yaitu di posisi  Rp.1.076 triliun, atau tumbuh 11,7% (yoy). Sedangkan laba konsolidasi juga naik 10,7% menjadi Rp 29,04 triliun dari semula Rp 26,2 triliun (2016).

Penyaluran kredit BRI naik 11,4% ke posisi Rp 739,3 triliun dan penyaluran kredit ke sektor UMKM mendominasi, yaitu sekitar 74,65% dari total penyaluran kredit senilai Rp 551,9 triliun.  “BRI menargetkan portofolio pembiayaan UMKM mencapai 80% dari total kredit yang disalurkan sehingga secara tidak langsung, BRI berkontribusi dalam mendukung perekonomian nasional dengan memberikan multiplier effect melalui pembiayaan ke segmen UMKM, “ ujar Dirut BRI Suprajarto di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media massa ( Forum Pemred) di Jakarta, pekan lalu.  

Suprajarto mengakui pertumbuhan kredit sepanjang tahun 2017 mampu diimbangi dengan tetap menjaga kualitas penyaluran kredit. Hal ini tercermin dari NPL gross konsolidasi BRI, yang berada di posisi 2,23%, angka ini lebih rendah dari NPL industri perbankan.

Tidak hanya itu. BRI juga berhasil menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Rp 69,4 triliun kepada lebih dari 3,7 juta debitur baru selama periode Januari-Desember 2017. Dan 41% diantaranya disalurkan ke sektor produktif. Bahkan, BRI tahun ini mendapat jatah dari pemerintah untuk menyalurkan KUR hingga Rp79,7 triliun atau senilai 68,4% dari total penyaluran KUR nasional pada 2018.

BRI juga melakukan hapus buku terhadap kredit bermasalah senilai Rp9 triliun pada tahun lalu. BRI membukukan laba konsolidasi sebesar Rp29,04 triliun pada akhir tahun lalu, tumbuh 10,7% secara tahunan.

"Recovery kami kurang lebih 53%, dan ke depan ditargetkan menjadi 60%. Kami optimistis kualitas kredit tahun ini akan membaik dan pemulihan pinjaman yang di-write off dapat meningkat," kata Direktur Strategi Bisnis dan Keuangan Bank BRI Haru Koesmahargyo.

Bank BUMN lainnya, Bank Mandiri merupakan salah satu bank yang mencatatkan pertumbuhan laba hingga 49,38% dari Rp13,81 triliun pada 2016 menjadi Rp20,63 triliun pada 2017 (unaudited). Salah satu penopang kenaikan laba tersebut yakni pemulihan aset-aset bermasalah.

Dirut Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengakui, biaya pencadangan terhadap kredit bermasalah tahun lalu turun menjadi Rp13 triliun. Pada tahun sebelumnya, biaya pencadangan perseroan mencapai Rp22 triliun. Hal itu membuat laba bank BUMN itu anjlok hingga 32,1% dibandingkan dengan perolehan pada 2015 sebesar Rp20,3 triliun.

Hapus Buku

Alasan Mandiri menurunkan biaya pencadangan, menurut dia, karena risiko pemburukan kualitas kredit sudah mereda pada tahun lalu, seiring dengan upaya manajemen untuk merestrukturisasi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

"Biaya pencadangan turun drastis karena NPL sudah jauh mereda. Downgrade kredt-kredit ke level bermasalah dan macet tidak sederas tahun sebelumnya. Makanya [laba] bisa naik tajam," ujarnya kepada pers di Jakarta, pekan lalu.

Dengan modal biaya pencadangan yang disiapkan pada 2016, Bank Mandiri  melakukan hapus buku (write off) kredit sejumlah debitur bermasalah, terutama segmen menengah. Salah satu restrukturisasi kredit bermasalah skala besar yang ditangani Bank Mandiri secara intensif pada tahun lalu, adalah PT Tirta Amarta Bottling dengan nilai total pinjaman Rp1,4 triliun yang macet sejak awal 2016.

Untuk memperlancar restrukturisasi dan memberikan efek jera kepada debitur yang sengaja menunda-nunda pembayaran kredit, manajemen Bank Mandiri menggandeng Kejaksaan Agung untuk menindak pelanggaran di bidang perbankan yang berpotensi menjadi kredit macet. Sejumlah debitur diseret ke ranah hukum, terutama yang terindikassi pidana dengan modus penggelembungan aset, misalnya PT Tirta Amarta Bottling dan PT Rockit Aldeway.

Tidak hanya itu. Penegakan hukum tersebut juga menarik beberapa orang pegawai Bank Mandiri. “Penindakan debitur bermassalah diperkirakan masih akan terus berlanjut tahun ini,” ujar Kartika.

Aksi restrukturisasi dan hapus buku yang dilakukan juga menurunkan rasio NPL Bank Mandiri menjadi 3,45% per akhir 2017. Total nilai kredit bermasalah perseroan menjaddi Rp22,2 triliun. Rasio tersebut turun dari posisi 2016 sebesar 3,96% dengan nilai total Rp23,4 triliun.

Pada periode yang sama, Bank BNI membukukan laba bersih sebesar Rp13,62 triliun, atau tumbuh 20,1% dibandingkan akhir tahun 2016. Dirut BNI Achmad Baiquni mengatakan jumlah kredit yang di-write off BNI tahun lalu mencapai Rp8,73 triliun, meroket dibandingkan dengan 2016 sebesar Rp3,01 triliun dan menjadi yang terbesar dalam 5 tahun terakhir yang rata-rata di level Rp3 triliun.

Adapun, jumlah yang berhasil dipulihkan sebesar Rp2,22 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp1,49 triliun. Hampir semua kredit yang di-write off adalah kredit yang gagal restrukturisasi.  "Sejak 2015 banyak kredit yang di-downgrade menjadi NPL dan kami coba restrukturisasi, ada yang berhasil dan ada yang tidak, seperti Trikomsel, itu salah satu debitur yang kami lakukan restrukturisasi secara internal tahun 2016, tapi berakhir dengan write off tahun 2017," ujarnya, belum lama ini.

Wakil Direktur Utama BNI Herry Sidharta mengatakan, recovery merupakan salah satu penopang naiknya laba bank-bank pelat merah, di saat pendapatan tidak tumbuh signifikan.

Dia menjelaskan, bank BUMN tidak mengenal istilah hapus tagih. Jika restrukturisasi yang dilakukan gagal, hapus buku dilakukan. Namun penagihan kredit akan tetap berjalan sampai seluruh aset berhasil ditarik kembali. Pemulihan aset hasil hapus buku tersebut masuk ke dalam pos laba bersih.

"Bank BUMN lebih ketat, hapus buku itu harus tetap dikejar terus sampai dapat, kalau sudah tercapai semua itu masuk ke laba, masuk ke provisi recovery. Makanya kayak di BNI tahun kemarin nilai recovery sekitar Rp2,4 triliun," katanya.

Pada bagian lain, Direktur Utama Bank BTN Maryono mengatakan pihaknya juga banyak melakukan restrukturisasi kredit bermasalah. Berdasarkan kinerja keuangan unaudited, NPL BTN pada 2017 sebesar 2,61%. "Tahun ini yang direstrukturisasi tinggal sedikit karena seiring jalan, NPL kami sudah turun. Jadi, sekarang tinggal menjaga saja," ujarnya, belum lama ini.

Adapun, perolehan laba bersih BTN tahun lalu mencapai Rp3,02 triliun, naik 15,4% (yoy), ditopang tumbuhnya pendapatan sebesar 13,35% (yoy) menjadi Rp21,69 triliun. Selain dari faktor peningkatan pendapatan, efisiensi juga menjadi pendorong laba. Misalnya, efisiensi dari sisi biaya listrik dan biaya modal kerja.

Menurut Herry, kondisi bank BUMN banyak terbantu dengan penerapan sistem National Payment Gateway yang memungkinkan interkoneksi dan interoperabilitas antarbank BUMN. Sistem yang diberlakukan mulai semester II-2017 itu membuat bank BUMN lebih efisien. Total belanja modal bank BUMN turun menjadi Rp5,81 triliun dari posisi tahun sebelumnya Rp6,8 triliun.

"Itu salah satunya yang buat efisien, seperti untuk ATM kan kami tidak perlu investasi lagi sehingga capex BUMN turun sekitar Rp1 triliun. Nah uang yang tidak perlu dikeluarkan dapat diputarin lagi sehingga lebih efisen,” ujarnya.

Namun menurut Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah, bank BUMN  tersebut akan cenderung mencari sumber pendapatan nonbunga kredit, baik dari transaksi maupun dari pasar uang. “Bank-bank besar khususnya pelat merah akan cenderung mempertahankan suku bunga kredit sehingga margin bunga bersih atau NIM akan tetap lebar. Ini karena bank kecil juga cenderung melakukan hal yang sama, mempertahankan suku bunga simpanan serta suku bunga kredit,” ujarnya seperti dikutip Bisnis.com, baru-baru ini.

Di sisi lain, dengan risiko pemburukan kualitas kredit di sejumlah sektor seperti pertambangan yang masih cukup tinggi, membuat bank juga akan menahan penyaluran kredit. “Tren ke depan, demi pertahankan labanya bank BUMN akan mengejar pendapatan dari nonkredit dengan berlomba bermain di instrumen moneter yang bebas risiko seperti SBN serta dari transactional banking yang sekarang sudah marak. Makanya tidak heran ide bank itu macam-macam seperti top-up dikenakan biaya,” ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…