PBHI: RUU Pertembakauan Ancam Banyak Aturan Lain

PBHI: RUU Pertembakauan Ancam Banyak Aturan Lain

NERACA

Jakarta - Koordinator Program Perhimpunan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan bila disahkan menjadi undang-undang akan menggugurkan banyak aturan hukum.

"Substansi RUU Pertembakauan disharmoni dengan aturan yang melindungi hak-hak dasar, yaitu kesehatan, lingkungan hidup, serta perlindungan anak dan perempuan," kata Ijul, panggilan akrab Julius Ibrani, dalam jumpa pers yang diadakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau di Jakarta, Selasa (30/1).

Ijul mengatakan naskah RUU Pertembakauan bertentangan dengan 21 undang-undang, Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak serta 255 peraturan daerah tentang pengendalian tembakau. RUU Pertembakauan akan mengancam peraturan-peraturan tersebut karena dalam naskahnya disebutkan bahwa seluruh peraturan yang bertentangan harus dihapuskan atau disesuaikan."Peraturan sebanyak itu harus dikorbankan hanya untuk satu RUU Pertembakauan," ujar dia.

Padahal, Ijul menilai RUU Pertembakauan sangat sarat dengan kepentingan industri rokok. Bahkan, dia menyebut RUU Pertembakauan lebih tepat disebut RUU Rokok."Kalau menyebut RUU Rokok tentu sangat vulgar. Padahal jelas yang dibahas hanya produk tembakau sebagai rokok, tidak ada pembahasan tentang produk lain," tutur dia.

Komnas Pengendalian Tembakau mengadakan jumpa pers untuk menanggapi Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang kembali masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2018 di DPR.

Komnas Pengendalian Tembakau menilai RUU tersebut sarat dengan kepentingan industri rokok dengan mengabaikan kepentingan kesehatan masyarakat.

Sementara, Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Prijo Sidipratomo menilai DPR terus berusaha meyakinkan pemerintah bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan penting untuk dibahas dengan memasukkannya pada Program Legislasi Nasional 2018.

"Pada awal 2018, banyak pernyataan dari DPR yang mendorong pemerintah agar melanjutkan pembahasan dan meyakinkan bahwa RUU Pertembakauan penting," kata Prijo.

Padahal, Prijo mengatakan sikap pemerintah saat ini sudah jelas, yaitu tidak ingin membahas dan menganggap RUU Pertembakauan tidak diperlukan. Hal itu merujuk pada surat Presiden Joko Widodo kepada DPR dan pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Maret 2017 bahwa sikap pemerintah tidak berubah.

Pemerintah menganggap RUU pertembakauan belum diperlukan karena ada peraturan pemerintah dan peraturan lain yang sudah lengkap."RUU Pertembakauan yang kembali masuk dalam Prolegnas 2018 adalah sebuah ironi karena DPR tidak mengindahkan survei Badan Pusat Statistik yang menyebutkan rokok menjadi penyumbang kemiskinan terbesar kedua setelah beras," tutur dia.

Karena itu, Komnas Pengendalian Tembakau menilai RUU Pertembakauan sarat dengan kepentingan industri rokok dengan mengabaikan kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlanjutan generasi. Ant

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…