Dana Bagi Hasil Migas Perlu Keseimbangan Pusat dan Daerah

 

NERACA

Jakarta - Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi yang sedang mau disusun harus dapat memastikan terciptanya proporsionalitas adil antara pusat dan daerah terkait pembagian hasil keuntungan dari komoditas tersebut. "Supaya diperhatikan dalam penyusunan nanti, asas pembuatan UU harus bersifat adil dan proporsional," kata Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Totok Daryanto dalam rilis, Senin (29/1).

Menurut dia, selama ini perhitungan pembagian hasil migas dihitung di pusat sehingga daerah ada yang merasa tidak memiliki informasi yang memadai terkait hal tersebut. Berdasarkan UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah daerah mendapat jatah 15,5 persen dari total penerimaan negara dari hasil komersialisasi minyak bumi setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lain.

Dari jumlah 15,5 persen itu, sebanyak 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar di daerah bersangkutan. Sedangkan sisanya dibagi dengan rincian 3 persen untuk provinsi, 6 persen untuk kabupaten/kota penghasil, dan 6 persen untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Sementara untuk gas bumi, besaran dana bagi hasil yang diperoleh daerah mencapai 30,5 persen dengan jumlah tersebut kemudian dibagi-bagi kembali sebanyak 0,5 persen dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar di daerah bersangkutan, seperti halnya dengan minyak.

Sisanya sebanyak 30 persen dibagi dengan rincian 6 persen untuk provinsi, 12 persen untuk kabupaten/kota penghasil, dan 12 persen untuk kabupaten/kota lain. Anggota Badan Legislasi DPR Bambang Riyanto berpendapat, mewujudkan keadilan dalam pembagian hasil migas merupakan hal yang dinilai sangat penting. Bambang berpendapat bahwa perhitungan alokasi yang terdapat dalam UU N0 33/2004 masih belum cerminkan keadilan bagi daerah produksi migas.

Untuk itu, ujar dia, diusulkan agar ketika membahas revisi UU Migas, diharapkan dapat melibatkan daerah penghasil dan pengolah migas. Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyebutkan lima Wilayah Kerja (WK) Minyak dan Gas Bumi konvensional telah laku diminati oleh investor, baik kontraktor lokal maupun internasional. Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (29/12), Arcandra memaparkan lima dari sepuluh blok migas konvensional yang telah laku tersebut, yaitu Andaman I, Andaman II, Merak Lampung, Pekawai dan West Yamdena.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) Andang Bachtiar mengusulkan perhitungan DBH menggunakan dasar produksi kotor minyak dan gas yang siap dijual. "Ini untuk menunjang ketahanan energi di daerah," kata dia. Saat ini, penghitungan DBH masih berdasarkan penerimaan negara yang sudah dikurangi pajak dan faktor pengurang lainnya dengan imbangan bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Untuk minyak pemerintah daerah dapat 15,5% dan sisanya pemerintah pusat. Sedangkan gas, pemerintah daerah dapat 30%.

Selain itu, ADPM mengusulkan agar formula pembagian bagi hasil untuk daerah nonpenghasil dihapus. Jadi, hanya melalui mekanisme Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Alasannya risiko kegiatan migas ada di daerah penghasil. Usulan lainnya adalah memisahkan DBH Migas dengan dana perimbangan. "Jadi tidak ada lagi terjadi penghilangan DAU bagi daerah penghasil migas," kata Andang.

Andang juga menusulkan agar daerah pengolah minyak bisa mendapatkan Dana Risiko Daerah Pengolah (DRDP) yang masuk dalam DAK. Daerah pengolah migas ini adalah wilayah yang menjadi lokasi pembangunan kilang seperti kota Bontang, kabupaten Langkat, kabupaten Indramayu, kabupaten Sorong, dan Kabupaten Teluk Bintuni.

Selain itu ADPM juga mengusulkan perlu ditinjau ulang terkait dengan penetapan perhitungan dana bagi hasil migas daerah yang dihitung berdasarkan jumlah kepala sumur pada suatu daerah migas. ADPM mengusulkan agar perhitungan pembagiannya didasarkan kepada cadangan reservoir terproduksi dan unitisasi, bukan kepala sumur. 

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…