Pertamina Anggarkan Capex Rp 74,49 Triliun

NERACA

Jakarta - PT Pertamina (Persero) menganggarkan belanja modal tahun ini sebesar US$5,59 miliar atau setara Rp74,49 triliun. “Alokasi terbesar belanja modal adalah sektor hulu sebesar 59%, disusul divisi megaproyek pengelolaan dan petrokimia serta pemasaran masing-masing 15%, gas sekitar 5%, serta pengolahan dan riset masing-masing 3%,”kata Direktur Keuangan Pertamina, Arif Budiman di Jakarta, kemarin.

Dijelaskannya, di hulu perseroan akan melakukan pengembangan lapangan Jambaran-Tiung Biru, alih kelola blok Mahakam, serta pengembangan geothermal. Di bidang pengolahan dan petrokimia, dia melanjutkan, Pertamina akan melakukan peningkatan fleksibilitas minyak mentah kilang, pengembangan produk turunan.

Sementara divisi pemasaran, alokasi belanja modal dilakukan untuk penguatan infrastruktur pasokan dan distribusi serta peremajaan kapal. Dia melanjutkan, ada beberapa hambatan dalam berinvestasi, seperti keterbatasan kapasitas investasi, seperti karena dampak penugasan terhadap arus kas operasional perusahaan, tantangan dalam hal pengadaan lahan untuk kebutuhan investasi, masih banyaknya regulasi sektoral yang mempersulit pelaksanaan investasi maupun kurang dapat diterima olej investor luar.

Selanjutnya, karakteristik industri migas yang high risk, capital intensive, technology intensive and long investment horizon, serta kapasitas manajemen proyek dan operational excellence. Oleh sebab itu, untuk meminimalisir hambatan tersebut, Pertamina melakukan beberapa strategis, antara lain bermitra dengan mitra strategis yang memiliki kapasitas investasi serta mencari solusi pendanaan yang inovatif, kerja sama dengan pemilik lahan maupun Pemda setempat, pemetaan regulasi yang menghambat dan menjalin komunikasi dengan pembuat kebijakan, serta pembuatan organisasi berbasis proyek.

Sebagai informasi, sepanjang tahun 2017 kemarin, Pertamina berhasil membukukan pendapatan sebesar US$ 42,86 miliar atau naik 17% dari 2016. Namun perolehan laba bersih perseroan turun dari US$ 3,15 miliar di 2016 menjadi US$ 2,4 miliar di 2017 atau Rp 36,4 triliun (kurs Rp 13.500). Penurunan sebesar 23% itu tersebut lantaran belum adanya penyesuaian harga untuk BBM bersubsidi seperti Premium dan Solar.”Di tengah kenaiknya ICP, Pertamina menekan biaya Opex 26% dibanding 2016. Memang belum ada kebijakan penyesuaian harga premium dan solar, hal itu berimbas pada laba bersih,”kata Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik.

Sementara Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman mengaku curiga salah satu penyebab penurunan laba bersih Pertamina juga lantaran penerapan BBM satu harga. Bahkan dia meminta agar Elia memaparkan secara rinci kerugian yang timbul dari penerapan BBM satu harga.

BERITA TERKAIT

Optimis Pertumbuhan Bisnis - SCNP Pacu Penjualan Alkes dan Perluas Kemitraan OEM

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnis lebih agresif lagi di tahun ini, PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk. (SCNP) akan…

Astragraphia Tetapkan Pembagian Dividen 45%

NERACA Jakarta -Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Astra Graphia Tbk. (ASGR) memutuskan untuk membagikaan dividen sebesar Rp34 per…

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (23/4) sore ditutup naik mengikuti penguatan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Optimis Pertumbuhan Bisnis - SCNP Pacu Penjualan Alkes dan Perluas Kemitraan OEM

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnis lebih agresif lagi di tahun ini, PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk. (SCNP) akan…

Astragraphia Tetapkan Pembagian Dividen 45%

NERACA Jakarta -Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Astra Graphia Tbk. (ASGR) memutuskan untuk membagikaan dividen sebesar Rp34 per…

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (23/4) sore ditutup naik mengikuti penguatan…