Kebutuhan Pokok - Kementan Sebut Lahan Rawa Berpotensi Menjadi Lumbung Pangan

NERACA

Jakarta – Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana mengatakan dengan luas lahan rawa sebesar 34,4 juta hektare, Indonesia memiliki potensi sebagai lumbung pangan dunia. Itu sebabnya, potensi tersebut perlu dikembangkan agar mendapatkan hasil maksimal.

"Peluang membangun lumbung pahan ada di lahan rawa. Untuk itu, perlu ditangani dengan baik," kata Pending sebagaimana disalin dari laman Antara. Ia memaparkan lahan rawa di Indonesia menurut data yang tercatat di Badan Litbang Pertanian mencapai 34,4 juta hektar yang terdiri atas lahan pasang surut seluas 20,1 juta hektar dan rawa lebak seluas 13 juta hektar.

Dadih optimistis jika lahan rawa ini dikelola dengan baik dapat memberikan peningkatan provitas dan intensitas pertanaman (IP) sehingga cita-cita menjadi lumbung pangan dunia bisa terwujud.

Optimasi lahan rawa difokuskan pada peningkatan provitas dan peningkatan intensitas pertanaman. Saat ini intensitas pertanaman di lahan rawa rata-rata baru satu kali tanam (IP 100).

"Sering terjadinya air pasang di areal pertanaman yang tidak segera surut, membuat bibit terlambat tanam. Bahkan pada daerah tertentu sampai tiga kali pembibitan. Hal ini mengakibatkan biaya produksi bertambah besar," kata dia.

Kementan menjadikan Sumatera Selatan sebagai model pengembangan lahan rawa lebak pada 2018. Melalui upaya pembuatan kanal-kanal dan penyediaan pompa air berkapasitas 3.000 sampai 3.500 m3 atau 1.000 liter per detik, diharapkan lahan bisa ditanami sehingga IP dan provitas bisa ditingkatkan.

Pengembangan lahan rawa lebak seluas 51.250 hektar teralokasi di enam provinsi. Kementan mengimbau masing-masing provinsi sudah bisa menyiapkan sasaran, agrosistem serta hidrologinya.

Kesulitan lainnya dalam mengembangkan lahan rawa adalah sumber daya manusia. Menurut Dadih, perlu penyiapan atau pemahaman sumber daya manusia untuk pengelolaan lahan sistem cluster, atau satu manajemen dengan mengelola 100 hektar.

Kementan berharap realisasi yang sudah dicapai pada 2017 sebesar 91,95 persen dapat ditingkatkan lagi tahun ini.

Sementara itu, di tempat terpisah, pemerintah harus memprioritaskan pembenahan data pangan mengingat perbedaan data komoditas antara satu institusi dengan lainnya di Tanah Air sudah sering terjadi sehingga berpotensi salah mengambil kebijakan, kata peneliti Hizkia Respatiadi. Menurut dia, pembenahan data pangan sangat penting untuk dilakukan.

“Data pangan yang bersumber dari satu pihak, akurat dan diperbaharui secara berkala sangat penting untuk menentukan kebijakan pangan yang akan diambil pemerintah," kata Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, disalin dari Antara, kemarin.

Menurutnya, perbedaan data tidak juga menemukan solusi dan malah berulang lagi dan permasalahan ini kembali dibahas seiring dengan kebijakan impor yang diambil pemerintah terhadap suatu komoditas.

Selain sebagai dasar pengambilan kebijakan, katanya, data pangan yang bersumber dari satu pihak dan akurat juga penting untuk mengukur produktivitas pangan, mengidentifikasi daerah-daerah penghasil komoditas pangan dan juga mengetahui kondisi petani.

"Ketidakakuratan data pangan di Tanah Air sudah sering disuarakan sebagai salah satu penyebab permasalahan penanganan pangan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti parameter pengambilan contoh yang sudah usang, ketidakcermatan enumerator dan juga ketidakakuratan data atau jawaban dari narasumber. Panjangnya distribusi data dari tingkat desa hingga ke pusat juga berpotensi menimbulkan ketidakakuratan," katanya. Terbaru mengenai perbedaan data adalah mengenai produksi garam. Perbedaan data terjadi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian Perindustrian.

Berdasarkan data Kementerian yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti tersebut, Indonesia memiliki persediaan garam nasional sebanyak 394.505 ton, kebutuhan garam sebesar 3,98 juta ton dan perkiraan produksi sebanyak 1,5 juta ton.

Dari data tadi, Kementerian Kelautan merekomendasikan impor garam sebesar 2,133 juta ton. Sementara itu Kementerian yang dipimpin Airlangga Hartarto menyebutkan jumlah kebutuhan impor sebanyak 3,77 juta ton.

"Yang menjadi masalah, Indonesia baru mau mengimpor kalau sudah ada data mengenai produksi pangan dalam negeri tidak cukup, karena data tidak akurat maka pengambilan keputusan terkait impor juga tidak akan efektif untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Pemerintah harusnya fokus pada kepentingan rakyat sebagai konsumen. Mereka berhak mendapatkan pangan dengan harga yang terjangkau," katanya. Walaupun begitu, katanya, pembenahan data pangan bukan merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi tingginya harga kebutuhan pangan.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…