Ekonomi Kehabisan Tenaga

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Presiden Jokowi dalam rapat terbatas dengan para Menteri-nya sempat mengeluhkan kondisi ekonomi di Indonesia. Intinya ekonomi Indonesia seperti orang sehat, tidak ada penyakit kolestrol atau jantung tapi kenapa tidak mampu berlari. Daya saing global Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus membaik, bahkan lompat dari posisi 41 ke 36 di 2017. Semua prasyarat untuk menjadi raksasa ekonomi sudah terpenuhi. Dengan asupan gizi yang cukup banyak, kelihatannya problem dari ekonomi saat ini adalah kurang latihan olahraga atau terlalu lama bermalas-malasan.

Salah satu latihan kebugaran yang luput dari pengamatan Pemerintah adalah mendorong industrialisasi. Buktinya sektor industri manufaktur makin tertinggal, dengan pertumbuhan dibawah pertumbuhan ekonomi. Problemnya mengapa sektor industri sekarang terkapar cukup sederhana. Investor lebih suka memasukkan uangnya di sektor keuangan dibanding berinvestasi ke sektor industri. Uang deposito dan simpanan di perbankan kini terus naik, indikatornya pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di atas 11% per Oktober 2017. Bank pun pusing karena kebanjiran uang deposito, sementara kredit hanya tumbuh 8%.

Pertanyaannya kenapa investor tidak mau menempatkan uangnya di sektor riil? Jawabannya bisa dijelaskan menggunakan teori insentif. Seorang investor menyimpan uang di deposito mengharapkan imbal hasil 4-5%, tanpa risiko. Bunga yang diperoleh merupakan insentif bagi si investor tadi. Sementara untuk masuk ke sektor riil seperti mendirikan pabrik, membeli mesin, dan merekrut tenaga kerja insentif-nya kecil sekali dan risikonya besar.

Risiko perizinan memang sudah cukup membaik dalam beberapa tahun terakhir. Tapi permasalahan perizinan bukan hanya di level pusat, melainkan ada di level RT dan RW. Bukan hal yang aneh mendengar pengusaha yang ingin membuat pabrik harus mengeluarkan ratusan juta. Oknum Ketua RT atau RW banyak yang terang-terangan meminta uang untuk keperluan Karang Taruna, perbaikan jalan hingga keperluan membeli “Tenda Acara Dangdutan”. Irasionalitas ini menjadi dis-insentif bagi investor. Upaya percepatan perizinan dengan membuat satgas investasi harus menembus level paling kecil.

Selain itu insentif untuk berinvestasi di sektor industri sudah tertuang dalam 16 paket kebijakan. Sayangnya paket kebijakan hanya galak diatas kertas karena jumlahnya sudah 16 paket, tapi lemah di implementasi. Paket kebijakan menjadi penting sebagai suplemen atau insentif tambahan bagi perekonomian. Agar latihan bisa maksimal, asupan suplemen harus ditambah kadarnya.

Selain memberi insentif lebih banyak, Pemerintah perlu membuka mata bahwa sektor riil bergerak stagnan karena kepercayaan diri pengusaha sedang rendah. Pemerintah sebaiknya bijak dalam mengelola target penerimaan pajak. Jika target 2018 penerimaan pajak naik 20% dari realisasi 2017, tentu banyak pengusaha yang lebih senang menaruh uangnya di saham atau deposito, ketimbang berurusan dengan petugas pajak. Jangan sampai ekonomi tak kuat berlari hanya karena urusan pajak.  

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…