Legislator: RUU Adat Harus Lindungi Kepemilikan Tanah

Legislator: RUU Adat Harus Lindungi Kepemilikan Tanah

NERACA

Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Hukum Adat harus menguatkan dan melindungi hak kepemilikan tanah adat dan bukan menghapus atau melepas dengan imbalan kompensasi.

"RUU Masyarakat Hukum Adat semestinya menguatkan peran negara dalam hal memberikan perlindungan dan menumbuhkembangkan budaya, perilaku, nilai dan kepemilikan atas tanah," kata anggota Badan Legislatif DPR dari Fraksi PKS Hermanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (24/1).

Dia menilai meskipun RUU tersebut masih dalam proses harmonisasi, namun sejak dini DPR harus sudah memberikan klausul pengaturan secara eksplisit mengenai tidak terhapusnya hukum adat terutama terkait dengan hak kepemilikan tanah adat.

Pembahasan RUU itu menurut dia, harus dilakukan secara teliti dan perlu ada uji publik dan masukan dari pakar serta kaum adat untuk menyempurnakan substansi guna menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)."Hal tersebut karena setiap daerah di Indonesia memiliki hukum adat yang berbeda yang tidak dapat diseragamkan," ujar dia.

Dia mencontohkan adat Minangkabau di Sumatera Barat, masyarakatnya melalui ninik mamak memegang teguh hukum adat yang pengaturan kepemilikan tanah secara prinsip merupakan tanah ulayat yang didukung tradisi adat yang sampai sekarang masih komplit, tumbuh dan berkembang.

Hermanto menjelaskan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18b ayat (2) dan pasal 28i ayat (3) menyebutkan, Negara berkewajiban untuk mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional yang melekat padanya dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia.

"Pengakuan Negara terhadap eksistensi masyarakat adat, dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 45/PUU-X/2012 terkait ketentuan posisi hutan adat dalam Undang-Undang Kehutanan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945," kata dia.

Dia menjelaskan konsekuensi dari Putusan tersebut, Hutan Adat dikeluarkan dari Hutan Negara dan masuk dalam kategori Hutan Hak didalam kawasan hutan. Namun implikasinya, menurut dia tidak serta-merta memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

"Bahkan masyarakat adat secara tidak langsung pelan-pelan dihapus hak-hak tradisional adatnya. Tanah adat mereka diambil alih dengan mengabaikan hukum adat untuk dijadikan sebagai hutan negara, perkebunan sawit, perindustrian, pertambangan, migas," kata dia.

Karena itu menurut dia tidak mengherankan apabila banyak terjadi kasus-kasus sengketa tanah antara Masyarakat Adat dengan Perusahan Swasta dan Masyarakat Adat dengan Negara.

Dia menilai sudah saatnya Negara serius secara tegas untuk mengakui, menghormati dan melindungi masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Ant

 

BERITA TERKAIT

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…

BERITA LAINNYA DI

Indonesia Potensial dalam Pengembangan Ekonomi Digital

NERACA Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan…

Urbanisasi Berdampak Positif Jika Masyarakat Punya Keterampilan

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Bonivasius Prasetya Ichtiarto menyatakan bahwa perpindahan…

Hari Kartini Momentum Perempuan Kembangkan Diri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Novita Wijayanti menilai peringatan Hari Kartini pada 21 April menjadi momentum bagi…