Tragedi Asmat, Jangan Terulang

Setelah berita ramai di media massa, bantuan baru mengalir ke Kabupaten Asmat, Papua, yang dilanda wabah campak dan gizi buruk setelah berita mengenai penyakit yang sudah berlangsung sekitar empat bulan dan merenggut puluhan nyawa balita.

 

NERACA

 

Adanya tragedi Asmat, menunjukkan adanya hak dasar manusia yang belum terpenuhi. Kasus tersebut mengungkapkan hak penikmatan standar kesehatan tertinggi sebagai salah satu hak dasar setiap manusia belum dijamin secara optimal. Padahal, Presiden Jokowi telah berikrar membangun Indonesia dari pinggiran. Tentu saja tragedy itu sebagai bukti konkrit kegagalan pemerintah daerah maupun pusat.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty pun mendorong Kementerian Kesehatan untuk berbenah diri soal pelayanan kesehatannya sehingga kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak pada Suku Asmat di Papua tidak kembali terulang, termasuk di daerah lain. "Bagaimana sistem pelaporan berjenjang yang ada di Kementerian Kesehatan? Hingga tidak memiliki waktu untuk melakukan deteksi kasus ini dan menunggu meledak," kata kata Komisioner bidang kesehatan KPAI Sitti Hikmawatty.

Menurut dia, sistem pelaporan kesehatan yang berjenjang tidak berjalan dengan baik sehingga persoalan tersebut menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk berbenah diri.

Dia mengatakan, persoalan kekurangan gizi dan KLB Campak bukanlah terjadi karena proses yang singkat. Hal itu berlaku untuk daerah-daerah lain yang belum mendapatkan pelayanan kesehatan secara memadai sehingga berpotensi terjadi persoalan layaknya di Suku Asmat.

Kasus jatuhnya seorang anak normal menjadi malnutrisi sampai dengan gizi buruk, kata dia, bukanlah terjadi secara instan. Apalagi jika temuan kasus gizi buruk menjadi temuan dalam jumlah besar hingga masuk kategori luar biasa.

Sitti mengatakan, adanya kendala kesulitan petugas kesehatan di lapangan seperti adanya medan yang cukup berat seharusnya tidak mengabaikan kepentingan anak begitu saja. Khusus soal Suku Asmat, terdapat indikasi jika efisiensi anggaran di Papua justru memotong anggaran yang berkaitan dengan kesehatan terutama yang berorientasi pada perlindungan anak. "Pemerintah baik itu pemda maupun pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkes perlu melakukan introspeksi terkait deteksi dini kasus-kasus gizi buruk," kata Sitti.

Untuk itu, KPAI mendorong anggaran kesehatan yang dialokasikan untuk Suku Asmat di Papua menjadi prioritas mengingat dana saat ini kurang sehingga anak-anak Asmat turut mengalami kekurangan pelayananan kesehatan dan gizi. "Kebijakan anggaran belum mengarah pada perlindungan anak," kata Sitti.

Menurut Sitti, efisiensi anggaran di Papua dilakukan justru dengan memotong alokasi untuk pemberian makanan tambahan (PMT) yang dapat mempengaruhi kualitas asupan gizi untuk anak Asmat. Ke depan, dia berharap efisiensi anggaran tidak memotong alokasi untuk pelindungan anak karena bagaimanapun pertumbuhan anak memerlukan perhatian serius karena menjadi aset masa depan.

Terkait indikasi ada anak Asmat terpapar penyakit campak, dia mengatakan hal itu terjadi seiring proses vaksinasi yang terhambat. Di kawasan pedalaman Papua dengan di dalamnya bermukim Suku Asmat yang nyatanya mengalami keterbatasan akses pelayanan kesehatan.

Menurut Sitti, di kawasan tersebut mengalami kendala akses transportasi dengan bentang alam sulit dijangkau dengan dikelilingi rawa banyak buaya. Sementara fasilitas dan tenaga kesehatan tergolong sangat minimal. "Transportasi sulit ke Asmat, harus juga jalan kaki selama enam jam, melewati rawa saat hujan harus menggunakan perahu, banyak buaya. Dalam tiga bulan terakhir tidak ada dokter dan hanya ada petugas Puskesmas," kata Sitti.

 

Hidup Bersih

 

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP)Moeldoko mengatakan masyarakat di Kabupaten Asmat, Papua, perlu dididik tentang kebiasaan hidup bersih. "Ada kebiasaan yang perlu diedukasi di sana, misalnya bagaimana agar setelah buang air tidak jadi penyakit," kata Moeldoko.

Upaya tersebut perlu direalisasikan, karena kejadian luar biasa (KLB) penyakit campak dan gizi buruk di Asmat, disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang sehari-hari kurang memperhatikan kesehatan, tutur mantan panglima TNI itu. "Di sana ada kodim, yang punya satuan kesehatan. Mereka bisa dibekali soal ini dan obat-obatan," ujar dia.

"Ini sudah saya sampaikan ke Bu Menkes (Nilla Moeloek) dan Panglima TNI (Marsekal TNI Hadi Tjahjanto) Nanti akan dikomunikasikan dengan aparat di sana, karena mereka yang setiap hari melekat," tambah Moeldoko.

Menteri Kesehatan Nila Moeloek juga membenarkan perilaku masyarakat Asmat yang membuat penyakit dan gizi buruk berkembang. "Dari campak, kemudian turun ke diare. Sekarang kekurangan gizi, artinya kebersihan bermasalah," kata dia.

Nila mengatakan pihaknya dengan Polri serta TNI, telah mengirimkan bantuan berupa obat-obatan dan bahan logistik ke Kabupaten Asmat. "Kapolda (Irjen Polisi Boy Rafli Amar)di sana juga sudah kerja sama dengan Kemenkes. Eselon 1 juga telah berkoordinasi dengan KSP, jadi semuanya terintegrasi. Ini mesti diselesaikan," terang dia.

Dalam siaran pers Kementerian Kesehatan, dokter spesialis anak RSUD Agats Dimas Dwi Saputro mengatakan bahkan para orang tua di Asmat belum memahami bagaimana cara membuat susu. "Edukasi dan memberi contoh membuat susu, karena banyak orang tua yang tidak paham membuat susu. Hal ini berpengaruh pada asupan nutrisi yang tidak sesuai dengan kebutuhan anak," kata Dimas.

Oleh karena itu Dimas yang ditugaskan di RSUD Agats Kabupaten Asmat tidak hanya menjalankan upaya kuratif tapi juga promotif preventif dengan edukasi pola hidup bersih dan sehat.

Dimas dan dokter lainnya memberikan edukasi hal-hal dasar untuk mencegah timbulnya penyakit dengan perilaku hidup bersih sehat, cuci tangan pakai sabun, serta menerapkan etika batuk di tempat umum agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Dia menerangkan saat ini sebagian besar pasien rawat inap di RSUD Agats ialah anak-anak dengan berbagai penyakit.

Selain penderita gizi buruk dan campak yang sudah menjadi kejadian luar biasa (KLB) di Asmat, adapula pasien yang terkena penyakit malaria, diare akut, pneumonia, dan anemia berat.

Dimas menjelaskan KLB campak di Kabupaten Asmat Papua disebabkan oleh rendahnya pemahaman masyarakat akan pentingnya imunisasi yang berdampak pada rendahnya cakupan imunisasi. (agus. Iwan)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…