Dana Subsidi Biodesel

Mengejutkan, ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan indikasi adanya kelebihan dana subsidi biodiesel yang merupakan insentif kepada lima perusahaan sawit berskala besar senilai Rp4,84 triliun dari Rp7,5 triliun yang disalurkan selama Januari—September 2017.

Jelas, temuan KPK sangat memprihatinkan di tengah kondisi APBN yang memprihatinkan saat ini. Apalagi APBN 2017 harus menanggung defisit Rp397,2 triliun, tapi sebalikny malah konglomerat sawit itu justru mendapat dana subsidi biodiesel hingga ratusan miliar rupiah.

Lantas bagaimana kinerja lima perusahaan sawit yang menerima dana kelebihan subsided itu: Wilmar Group, Musim Mas, First Resources, Darmex Agro Group, dan Louis Dreyfus Company (LDC). Dari kelima konglomerat sawit tersebut, Wilmar Group disebut-sebut memperoleh dana subsidi terbesar hingga Rp4,16 triliun. Padahal, setoran yang diberikan Wilmar Group hanya sekitar Rp1,3 triliun.

Perusahaan sawit lainnya seperti Darmex Agro Group menerima kelebihan Rp915 miliar dengan setoran Rp27,58 miliar, Musim Mas mendapat subsidi Rp1,54 triliun (setoran Rp1,11 triliun), First Resources dapat subsidi Rp479 miliar (setoran Rp86,95 miliar) dan LDC mendapat subsidi Rp410 miliar dengan setoran Rp100,30 miliar.

Dari fakta tersebut, terungkap terdapat selisih nilai yang relatif besar perusahaan sawit besar tersebut. Wilmar Group kelebihan Rp2,84 triliun, Darmex Group Rp887,64 miliar, Musim Mas Rp421,56 miliar, First Resources Rp392,61 miliar dan LDC Rp309,83 miliar.

Adapun sebagai pihak pemberi subsidi adalah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) yang penetapan organisasinya berdasarkan Peraturan Menkeu (Permenkeu) No. 113/PMK.01/2015 tanggal 11 juni 2015 dengan amanat pasal 93 UU No 39/2014 tentang Perkebunan, yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan yang dikenal dengan istilah CPO Suppoting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Program pengembangan kelapa sawit berkelanjutan memiliki tujuan mulia seperti mendorong penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, mendorong promosi usaha perkebunan kelapa sawit, meningkatkan sarana prasarana di dalam pengembangan industri kelapa sawit, pengembangan biodiesel, mendorong proses peremajaan replanting kelapa sawit, mendorong peningkatan jumlah mitra usaha dan penambahan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan Peraturan Presiden No 24/2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi itu, mengatur tentang penggunaan dana tersebut. Seperti pada Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia; penelitian dan pengembangan perkebunan sawit; promosi perkebunan kelapa sawit; peremajaan tanaman perkebunan; serta prasarana perkebunan sawit.

Sedangkan pada ayat (2) dijelaskan bahwa penggunaan dana itu juga dipakai untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. Ayat selanjutnya menyatakan BPDPKS dapat menentukan prioritas penggunaan dana berdasarkan program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah.

Namun hasil kajian KPK (2016) menemukan indikasi penggunaan dana yang berlebihan bagi perusahaan biodiesel dapat menimbulkan ketimpangan dalam pengembangan usaha perkebunan sawit. Antara lain BPDPKS pada 2015 menyatakan penggunaan dana terbesar masih dialokasikan untuk biodiesel, yakni mencapai 89%. Sedangkan untuk peremajaan sawit, pengembangan SDM hingga perencanaan-pengelolaan masing-masing hanya 1%. BPDPKS sendiri dibentuk dalam wujud BLU sejak 11 Juni 2015 di bawah kendali Kementerian Keuangan.

Tentu saja kita mendukung langkah KPK untuk terus mengusut indikasi tersebut, sekaligus untuk mencari kemungkinan terjadinya praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) antara pejabat pemerintahan dengan lima perusahaan sawit besar tersebut. Karena tidak mungkin terjadi kasus seperti itu, jika semua proses penyaluran subsidi selalu berpedoman pada azas good corporate governance yang baik dan benar. 

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…