Waspadai Bitcoin Sarana Pencucian Uang

Jakarta-Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mewaspadai perkembangan Bitcoin dan Fintech di Indonesia. Pasalnya, muncul dugaan jika mata uang virtual tersebut dan Fintech dapat digunakan sebagai sarana tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme.

NERACA

Menurut Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, saat ini pola tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme mulai marak memanfaatkan perkembangan teknologi informasi (IT). Sebab, para pelaku kejahatan tersebut terus mencari pola pengumpulan dana yang sulit untuk dideteksi oleh aparat penegak hukum.

"Pencucian uang itu, seperti halnya kejahatan lain, itu bisa memanfaatkan IT. Dan bisnis yang menggunakan IT apakah itu fintech, dan penggunaan virtual currency itu rawan disusupi itu. ‎Penjahat kan selalu mencari pola-pola, cara-cara. Jadi kalau semakin susah, semakin rumit, dia akan masuk ke situ," ujarnya dalam pertemuan tahunan PPATK di Jakarta, Selasa (16/1).

Dia mengatakan, kini otoritas penegak hukum di berbagai negara mulai menemukan pola-pola pemanfaatan mata uang virtual seperti bitcoin dalam proses tindak pidana pemerasan, terorisme dan lain-lain. ‎"Contohnya ada yang meminta hasil pemerasan dibayarkan melalui Bitcoin, itu orang susah mendeteksinya. Kemudian kemarin juga ada indikasi terorisme menggunakan itu. Itu Bitcoin juga digunakan. Secara prinsip peluang apapun yang terbuka, itu pasti akan dipakai," ujarnya.

Menurut Dian, meski Bank Indonesia telah secara tegas melarang penggunaan bitcoin di negeri ini, tidak menutup kemungkinan ada tindak kejahatan yang memanfaatkan mata uang virtual tersebut. Oleh karena itu, PPATK dan aparat penegak hukum akan terus menelusuri hal ini.

‎‎"Bank Indonesia kan sudah tegas jelas tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran. Dan lembaga atau orang yang melaksanakan sistem pembayaran tidak boleh berhubungan dengan Bitcoin. Tetapi kita sebagai otoritas tidak berhenti di situ, kita dirikan desk fintech dan cyber crime," tegas dia.

Pada acara yang sama, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menuturkan ‎fintech memang memiliki sisi yang perlu diperhatikan. Hal ini agar tidak mengganggu kestabilan sistem keuangan yang bebas dari pencucian uang dan pendanaan terorisme. "Berdasarkan riset yang dilakukan oleh PPATK, layanan fintech rawan disusupi oleh pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme," ujarnya.

Menurut dia, kerawanan ini salah satunya disebabkan oleh proses identifikasi dan verifikasi pengguna jasa belum berjalan sepenuhnya. Penggunaan mata uang virtual (Virtual currency) seperti Bitcoin salah satunya, merupakan hal-hal yang perlu diantisipasi.

Selama ini, lanjut dia, Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan larangan penggunaan mata uang virtual dalam layanan fintech. Namun demikian standarisasi program anti pencucian uang dan pendanaan terorisme bagi layanan fintech masih perlu diberlakukan. “PPATK bersama Bank Indonesia dan OJK juga aparat penegak hukum akan membentuk forum koordinasi untuk percepatan penetapan pengaturan dan pengawasan fintech," ujarnya.

Sebelumnya BI secara tegas melarang penggunaan Bitcoin dalam setiap transaksi di Indonesia. Karena salah satu faktor adalah tingginya fluktuasi yang dimiliki mata uang virtual tersebut.

Hal ini yang menjadi dasar Bank Indonesia membuat penegasan mengenai pelarangan penggunaan Bitcoin ini dalam dua Peraturan Bank Indonesia, yaitu PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017​ tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Pusat Program Transformasi Bank Indonesia (PPTBI) Onny Widjanarko membuktikan adanya risiko Bitcoin tersebut. "Risiko secara konvertibilitas itu tidak ada jaminan ditukarkan dengan fiat money, apalagi dengan volatilitas harga yang tinggi," ujarnya.

Menurut dia, saat ini bitcoin memang memiliki nilai paling tinggi di antara 1.400 virtual currency atau mata uang digital yang ada di dunia. Per satu bitcoin kini nilainya Rp 193,8 juta dengan kapitalisasi pasar mencapai US$ 240 miliar.

Dari chart harga yang ditampilkan Onny, harga bitcoin yang disebutkan sebelumnya jauh berbeda jika dibandingkan dengan harga satu hari sebelumnya Rp 194,1 juta. Bahkan jika dibandingkan harga 13 Januari 2018, saat ini ada di Rp 203,7 juta. Tingginya fluktuasi harga tersebut karena nilainya ditentukan pada harapan penawaran dan permintaan di masa mendatang (spekulatif).

Dari data tersebut menunjukkan fluktuasi harga bitcoin sangat berisiko tinggi, dan inilah yang menyebabkan Bank Indonesia (BI) terus melarang penggunaan bitcoin tersebut. "Tidak hanya itu, bitcoin juga berisiko terhadap stabilitas sistem keuangan apabila terjadi bubble burst karena terdapat interaksi antara virtual currency dan ekonomi riil," ujarnya.  

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, uang virtual termasuk bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. "Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No 7 tahun 2011 tentang Mata Uang," ujarnya di Jakarta, Sabtu (13/1).

Dalam UU itu menyebutkan, mata uang adalah uang yang dikeluarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan rupiah.

Dengan demikian, ditegaskan Agusman, pemilikan mata uang virtual sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga.

Risiko lainnya, yakni nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble) serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat memengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

Bank Indonesia juga mengingatkan, sebagai otoritas sistem pembayaran, BI melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia baik bank dan lembaga selain bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan uang virtual.

Aturan Berbeda

Meski demikian, sejumlah negara memiliki pandangan bervariasi menanggapi kehadiran mata uang virtual seperti Bitcoin. Hal itu dibuktikan dengan penerapan aturan yang berbeda antara masing-masing negara.

Di Jepang misalnya, pemerintah sengaja mengubah UU terkait keuangan negara untuk mengadaptasi kehadiran ekosistem mata uang digital (cryptocurrencies) yang tiba-tiba muncul dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, China dan Korea Selatan malah menegaskan larangan pemakaian mata uang digital di negaranya.


Di Indonesia, bank sentral menerbitkan peringatan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan Bitcoin dan mata uang digital lain sebagai alat pembayaran. BI juga mengimbau masyarakat untuk tidak memperjualbelikan Bitcoin karena dapat mengganggu stabilitas sistem pembayaran nasional.

Menanggapi perbedaan aturan di berbagai negara, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Alat Pembayaran BI Enny Panggabean berpendapat, para pengambil kebijakan menyesuaikan reaksinya berdasarkan kondisi struktur masyarakat di masing-masing negara tersebut. Struktur negara yang dimaksud, adalah kondisi penduduk, budaya, dan kebiasaan yang mempengaruhi perilaku masyarakat.

"Negara punya kebijakan berbeda-beda karena sifat penduduknya juga berbeda. Memang di Jepang ada inflasi, terorisme? Di sana tidak ada. Kondisi Indonesia tidak bisa disamakan dengan Jepang," ujarnya.

Menurut dia, Bank Indonesia melarang pemakaian Bitcoin salah satunya untuk mencegah terjadinya banyak kejahatan. Pasalnya, selama ini transaksi Bitcoin seringkali dimanfaatkan untuk aktivitas kejahatan, seperti adanya dugaan terorisme, pencucian uang, atau tindakan asusila. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…