Pasaraya Gugat Matahari Terkait Penutupan Gerainya

Pasaraya Gugat Matahari Terkait Penutupan Gerainya

NERACA

Jakarta - PT Pasaraya Toserjaya, pengelola Pasaraya Blok M Jakarta menggugat PT Matahari Departemen Store, terkait penutupan gerai milik salah satu anak usaha Lippo Grup di Pasaraya Blok M pada bulan Oktober 2017 lalu.

Kuasa hukum Pasaraya, Mulyadi membenarkan ada gugatan tersebut dan telah didaftarkan pada Desember 2017 lalu."Gugatan ini adalah sikap kita karena pihak Matahari telah ingkar dengan tidak membayar kewajiban yang sudah tercantum dalam kontrak kerja sama," kata Mulyadi saat dikonfirmasi, Selasa (16/1).

Dalam materi gugatannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Pasaraya menyatakan bahwa Matahari telah melakukan wanprestasi terhadap sejumlah kontrak kerja sama yang disepakati kedua pihak. 

Pertama, Matahari tidak membayar biaya layanan (service charge) ruangan seluas 16 ribu m2 sejak bulan Juni 2017 dengan nilai total mencapai Rp29 miliar. Kedua, penutupan gerai Matahari di Pasaraya tidak sesuai dengan jangka waktu kontrak yang di teken pada tahun 2015 yaitu selama 11 tahun.

Mulyadi mengatakan langkah sepihak Matahari mengakhiri kerja sama tidak etis dan tidak serta merta menggugurkan kewajiban mereka terhadap Pasaraya."Mereka (Matahari) harus tetap membayar kewajiban yang sudah dipenuhi oleh Pasaraya. Jika kontrak yang sudah sah secara hukum begitu mudahnya diingkari, ini akan berbahaya bagi kepastian investasi dan meresahkan pelaku usaha," tegas Mulyadi.

Penutupan gerai di Pasaraya Blok M pada pertengahan tahun lalu itu diikuti penutupan gerai Matahari di sejumlah tempat, di antaranya di Taman Anggrek, sementara gerai Matahari di Pluit Village dan Pejaten Village juga tutup masing-masing satu lantai. 

Berdasarkan catatan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), industri ritel di Indonesia pada kuartal I 2017 hanya tumbuh 3,9 persen. Sedangkan pada kuartal II 2017, pertumbuhannya sebesar 3,7 persen.

Matahari merupakan salah satu department store tertua di Indonesia. Jejaknya sudah ada sejak tahun 1958, dengan gerai pertama dibuka pada 24 Oktober di gedung dua lantai di Pasar Baru. Secara kinerja, catatan emiten berkode LPPF itu memang masih baik.

Laba bersihnya meningkat dari Rp1,419 triliun (2014) menjadi Rp1,780 triliun (2015) dan Rp2,019 triliun (2016). Dari sisi penjualan eceran gerai mengalami kenaikan dari Rp4,908 triiun (2014) menjadi Rp5,665 triliun (2016) dan Rp6,393 triliun (2016).

Dengan catatan yang masih solid tersebut, maka memang dipastikan bahwa penutupan gerai semata-mata untuk menghindari kerugian yang lebih besar, dengan mengalihkannya ke tempat-tempat yang lebih menguntungkan. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…