KPPU DAN OMBUDSMAN RI TEMUKAN INDIKASI MALADMINISTRASI - Kredibilitas Data Beras Dipertanyakan

Jakarta-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai perlunya audit terhadap data BPS dan Kementerian Pertanian terkait produksi beras yang tidak stabil di dalam negeri. Sementara itu, Ombudsman RI menemukan sejumlah indikasi maladministrasi dalam kebijakan impor 500 ribu ton beras, diantaranya pemberian izin mpor beras dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan di Kementerian Perdagangan.

NERACA

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Syarkawi Rauf dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/1), menanggapi kenaikan harga dan ketidakstabilan pasokan beras yang terjadi belakangan ini disebabkan antara lain oleh data kurang kredibel. "Rendahnya kredibilitas data produksi beras yang dipublikasikan oleh BPS dan Kementan, salah satu penyebab permasalahan pasokan beras," ujarnya.  

Selain data produksi beras, menurut dia, penyebab lain dinilai berasal dari tingginya disparitas harga beras internasional dibandingkan dengan harga beras dalam negeri memberikan dorongan untuk melakukan impor.

Untuk itu, KPPU juga mengusulkan supaya kegiatan produksi dan tata niaga beras diperbaiki. Dengan begitu, harga beras tidak melambung tinggi seperti saat ini. "Meningkatkan efisiensi kegiatan pertanian (tanam, panen, dan pascapanen) di hulu dan juga memperbaiki tata niaga beras sehingga adil bagi petani, pedagang, dan konsumen," tutur Syarkawi.

Dia juga mengusulkan supaya data produksi beras diaudit. Dengan begitu, itu tidak terus-menerus menjadi sumber perdebatan. "Melakukan audit data produksi beras di BPS dan Kementan bersama-sama perguruan tinggi sehingga tidak terus-menerus menjadi sumber perdebatan," ujarnya.

Syarkawi juga meminta adanya penyederhanaan rantai distribusi. Menurutnya, pemerintah bisa mengadopsi sistem online. "Pemerintah perlu mengadopsi sistem pemasaran online dalam pemasaran beras sehingga petani bisa secara langsung menjual berasnya ke konsumen akhir atau retailer tanpa melalui jalur pemasaran yang panjang," ujarnya.

Lalu, perlunya pengembangan pasar induk beras di sentra-sentra produksi beras nasional seperti Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. "Pasar Induk diharapkan dapat menjadi sumber referensi ketersediaan atau pasokan dan harga beras nasional. Langkah ini menjadi tanggung jawab Bulog dan Kemendag," tutur dia.

Selain itu, Syarkawi meminta adanya penegakan hukum pada spekulan. "Penegakan hukum terhadap spekulan yang sengaja mempermainkan pasokan dan harga. Langkah ini menjadi tanggung jawab KPPU dan kepolisian," tukas dia.

Berpotensi Melanggar Perpres

Secara terpisah, anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengungkapkan, kebijakan Kementerian Perdagangan menunjuk PT PPI sebagai importir beras berpotensi sebagai penyalahgunaan kewenangan. Pasal 3 ayat 2 huruf d Perpres No 48 Tahun 2016 dan diktum ketujuh angka 3 Inpres No 5/2015 mengatur Perum Bulog sebagai pihak yang bertugas untuk impor.

Karenanya, penunjukan PT PPI sebagai importir berpotensi melanggar Perpres dan Inpres. “Di Indonesia hanya Bulog yang mempunyai notifikasi dari World Trade Organization (WTO) untuk melakukan impor beras,” ujarnya, kemarin.

Selain itu, dia menyebutkan, ada indikasi konflik kepentingan, mengingat Permendag Nomor 1 Tahun 2018 yang keluar terburu-buru, bahkan tanpa sosialisasi. Hal itu mengabaikan prosedur. "Ombudsman melihat ini sebagai gejala maladministrasi. Permendag No 1/2018, tanpa sosialisasi terlebih dahulu, mengatur PT PPI untuk mengimpor beras tersebut. Menurut saya, itu bukan institusi yang benar untuk impor," tegas Alamsyah.

Dia menjelaskan, terdapat penyampaian informasi stok yang tidak akurat kepada publik. Kementerian Pertanian hanya menghitung berdasarkan perkiraan luas panen dan produksi gabah tanpa disertai jumlah stok beras secara nyata.

Kemudian, adanya gejala kenaikan harga beras tanpa ada bukti temuan penimbunan. Hal itu mengindikasikan bahwa terjadi mark-up data produksi pangan selama ini. “Akibat pernyataan surplus yang tidak didukung data akurat tentang jumlah dan sebaran stok beras yang sesungguhnya di masyarakat, pengambilan keputusan berpotensi keliru," ujarnya.

Ombudsman menyarankan pemerintah untuk mengambil beberapa langkah untuk mencegah maladministrasi. Di antaranya mengembalikan tugas impor beras kepada Perum Bulog. Bahkan, jika perlu menerapkan skema kontrak tunda (blanked contract). "Pemerintah juga harus menghentikan pembangunan opini-opini surplus dan perayaan panen yang berlebihan," ujarnya.

Menurut Alamsyah, impor beras khusus untuk memenuhi permintaan konsumen khusus juga tidak tepat, karena seharusnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang lebih luas. “Situasi stok di Bulog menipis, jikapun harus impor tujuannya adalah untuk meningkatkan cadangan beras,” ujarnya.

Ombudsman juga menyoroti prosedur koordinasi yang tidak komprehensif dilakukan oleh penetapan kebijakan impor beras. Sesuai dengan diktum kedelapan Inpres No. 5/2015, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melakukan koordinasi dan evaluasi pelaksanaan dalam pelaksanaan Inpres.

Alasannya, menurut dia, terjadi perbedaan pendapat antara Kementerian Perdagangan yang memutuskan impor dengan Kementerian Pertanian yang yakin jika produksi beras nasional cukup memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. “Apakah koordinasi sudah dilakukan secara patut?” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, beras yang diimpor oleh pemerintah masuk dalam kategori khusus. Di samping itu, dia memastikan bahwa kualitas beras khusus ini mirip dengan beras yang diproduksi dalam negeri yakni varietas IR 64.

Kriteria beras khusus ini dimuat di dalam Permendag No 1 Tahun 2018, di mana beras tersebut harus memiliki derajat sosoh 5% dengan kadar air yang relatif lebih kering ketimbang beras medium dan premium. “Kami menjamin, nanti beras khusus itu akan kami jual dengan harga beras medium,” ujarnya.

Pada bagian lain, Kementerian Pertanian menyerahkan data produksi beras ke Badan Pusat Statistik (BPS). Hal tersebut untuk menanggapi masalah data produksi beras yang diduga menjadi akar masalah tingginya harga di pasaran.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyampaikan hal itu usai membuka Rapat Kerja Nasional Pertanian Tahun 2018 di Jakarta, Senin (15/1). "Data serahkan BPS kita satu pintu. Yang terpenting adalah kita melihat tidak ada impor jagung masuk di Indonesia 2017," ujarnya.

Menanggapi perdebatan data pasokan beras, Amran menggunakan hitungan kasar. Dia mengatakan, musim tanam berlangsung pada Oktober. Sehingga, dengan umur padi sekitar 3 bulan, maka panen akan terjadi pada Januari.

"Logika sederhana ya Oktober hujan, sepakat? Umur padi 3 bulan. Daripada kugunakan data, daripada diperdebatkan kita hitung-hitungan di lapangan. Oktober hujan, berarti tanam. Umur padi 3 bulan Oktober, November, Desember berarti Januari ada panen," ujarnya.

Selanjutnya, panen akan terus berlangsung dan mencapai puncaknya pada Februari. "Ada ya, kalau ada berarti ada, Februari lihat. Kalau normal, Februari masuk panen puncak. Februari, Maret April," tutur Amran.

Namun Guru Besar IPB Prof Dr. Dwi Andreas Santosa menilai keputusan pemerintah untuk melakukan Impor beras sebanyak 500 ribu ton dinilai terlambat dan tidak efektif untuk menjaga stok beras di pasaran, untuk memenuhi stok beras dan menjaga harga di bulan Januari dan Februari tahun ini.

Berdasarkan perhitungan Andreas, beras tersebut membutuhkan waktu dua bulan untuk sampai ke Indonesia dan ia menilai beras tersebut baru sampai pada bulan Maret nanti jika baru mulai diimpor Januari ini. "Mungkin bisa untuk menstabilkan harga beras di bulan Maret. Walaupun panen raya, biasanya harga beras masih tinggi, karena berasnya belum berbentuk beras. Jadi ya paling akan berfungsi untuk stabilkan harga di bulan Maret," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…