BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI - Aspek Fundamental dan Perilaku Jadi Penting

Jakarta-Reposisi sektor jasa keuangan dalam mendukung perekonomian suatu negara, sudah seharusnya memperhatikan aspek fundamental maupun perilaku. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan positif dengan likuiditas pasar saham dan perkembangan sektor perbankan. Perilaku masyarakat menabung juga mendukung peningkatan kapasitas sektor jasa keuangan, sehingga mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih kokoh.

NERACA

Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Muliaman D. Hadad saat orasi ilmiah pengukuhan sebagai Guru Besar Dosen Tidak Tetap di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang, Sabtu (13/1). Menurut dia, sektor jasa keuangan domestik ke depan akan dihadapkan pada beragam tantangan. Agar lebih efektif mengantisipasi tantangan tersebut, pengembangan sektor jasa keuangan seyogyanya pula diselenggarakan secara komprehensif dan holistik. Di satu sisi, benar bahwa kita harus memperhatikan aspek-aspek fundamental seperti pendalaman pasar modal, dan peningkatan kapasitas asuransi dan dana pensiun.

“Namun di sisi lain, tidak dapat dilupakan pula aspek-aspek perilaku yang dapat mempengaruhi daya dukung sektor jasa keuangan, misalnya terkait pemanfaatan produk dan layanan jasa keuangan oleh masyarakat. Terlebih dengan kemajuan yang pesat di bidang teknologi keuangan dan layanan keuangan digital, perilaku masyarakat dalam berkegiatan ekonomi dapat berubah dengan cepat, dan sektor jasa keuangan dituntut pula untuk dapat menyelaraskan diri dengan perkembangan tersebut,” ujarnya.  

Sebagai negara berkembang, menurut Muliaman, pemerintah dihadapkan pada kebutuhan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi, lebih seimbang, dan lebih bermanfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan potensi luar biasa yang dimiliki, Indonesia seharusnya dapat mencapai hal tersebut.  Dalam beberapa tahun terakhir, di tengah situasi global yang kurang mendukung, pertumbuhan ekonomi domestik dapat terjaga pada tingkat yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara peer.

“Pertumbuhan ini dapat kita capai dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga.Namun, pertumbuhan ekonomi perlu dipacu lebih tinggi lagi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk usia produktif yang besar,” ujarnya.

Di sinilah reformasi struktural memainkan peran strategis. Dengan reformasi struktural, Pemerintah dan otoritas-otoritas terkait mengeksekusi penanganan masalah-masalah fundamental, termasuk di dalamnya penyediaan infrastruktur dasar, penciptaan pusat-pusat pertumbuhan di daerah, penguatan sektor-sektor ekonomi prioritas, dan percepatan industrialisasi di dalam negeri.Sekali lagi, agenda reformasi struktural memerlukan investasi dan pembiayaan yang besar, termasuk dukungan dari sektor jasa keuangan.

Mantan Ketua OJK itu mengakui, di Indonesia, sektor perbankan dengan proporsi aset mencakup 73% dari total aset industri keuangan nasional menjadi penyedia dana pembangunan yang paling signifikan. Namun, mengingat struktur pendanaan perbankan yang bersifat jangka pendek dan terekspos pada risiko mismatch, maka sektor perbankan memiliki keterbatasan jika harus membiayai proyek-proyek jangka panjang.

“Dengan peran besar yang diharapkan dari sektor jasa keuangan, kita menyadari bahwa terdapat potensi trade-off antara “menjaga stabilitas” dan “mendorong pertumbuhan”. Karena itu, tantangan terbesar adalah bagaimana mencapai keseimbangan di antara kedua aspek ini,” ujarnya.

Penataan sektor jasa keuangan nasional harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, sekuens yang tepat, serta memperhatikan kesiapan infrastruktur, pelaku, dan pasar domestik. Apalagi hal ini harus dilakukan di tengah interkoneksi dan kompleksitas sektor keuangan yang terus meningkat, kesenjangan ekonomi dan rendahnya literasi keuangan serta maraknya layanan keuangan digital dan fintech.  Kesemua ini akan sangat mempengaruhi perilaku dan ekspektasi para pelaku ekonomi. Atau dengan kata lain, reformasi keuangan juga perlu menyentuh aspek yang lebih granular secara menyeluruh.

Lemahnya Pengawasan Aspek Perilaku

Muliaman mengungkapkan, beberapa faktor penyebab lemahnya pengawasan terhadap aspek perilaku maupun munculnya perilaku yang tidak berhati-hati (reckless behavior) adalah:

Pertama, adanya keinginan untuk memperbesar kegiatan dan kemampuan sektor keuangan memberikan insentif bagi rekayasa keuangan (financial engineering) yang semakin kompleks dengan produk-produk yang semakin canggih (sophisticated).

Kedua, terdapat kelemahan pemahaman investor akan risiko yang mengiringi suatu produk keuangan, baik disebabkan semata karena keinginan investor untuk mendapat return yang tinggi atau kesengajaan dari pihak penerbit produk untuk tidak memberikan gambaran risiko secara utuh.

Ketiga, kesiapan otoritas dalam menerapkan aturan prudensial terdilusi oleh indikator-indikator keuangan dan makroekonomi yang sempat mengalami fase ekspansi yang panjang sehingga kurang menaruh perhatian pada tindakan-tindakan yang pada dasarnya merupakan perilaku pengambilan risiko yang berlebihan.

Keempat, fokus penerapan prinsip prudensial sebagai faktor utama dalam reformasi di industri keuangan lebih menitikberatkan pada kesiapan tiap-tiap institusi dalam menghadapi potensi guncangan. Dogma yang diyakini pada saat itu, apabila masing-masing institusi sehat, maka secara industri juga akan sehat. Tetapi, krisis keuangan global menunjukkan hal tersebut tidak selamanya berlaku. Oleh karena itu, salah satu inisiatif besar yang mengemuka adalah penguatan pada aspek makroprudensial atau penerapan prinsip kehati-hatian pada tataran industri atau makro, sebagai komplemen terhadap kehatian-kehatian pada tingkat mikro.

Dinamika dan Ketidakpastian

Dalam orasi ilmiah berjudul “Stabilitas vs Pertumbuhan: Peranan Sektor Jasa Keuangan dalam Perekonomian dan Tantangannya di Masa Depan” tersebut, Muliaman mengatakan semakin sulit bagi kita memperkirakan kapan krisis akan kembali datang melanda dengan segala macam dinamika dan ketidakpastian yang terjadi di tataran ekonomi global.

"Jika kita mencermati perkembangan ekonomi saat ini, kita akan mendapati proyeksi berbagai lembaga bahwa perekonomian global maupun domestik diperkirakan akan kembali ke siklus penguatan pada 2018," ujarnya.

Menurut dia, sistem keuangan Indonesia juga berada dalam kondisi yang terjaga. Kapasitas permodalan lembaga jasa keuangan domestik saat ini berada pada level yang memadai dengan profil risiko yang masih terkemuka di tengah berbagai gejolak dan ketidakpastian di perekonomian global. Namun, Muliaman mengingatkan perkembangan positif tersebut tidak seharusnya membuat kita terlena, mengingat laju pemulihan ekonomi juga dibayang-bayangi oleh berbagai ketidakpastian yang tidak dapat dianggap ringan.

Dia mencontohkan terdapat faktor risiko yang berkaitan dengan rencana pengetatan kebijakan moneter negara-negara maju, proteksionisme perdagangan oleh sejumlah negara, proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit), ketegangan politik, serta harga komoditas yang volatile dan masih bertahan di level rendah.

Karena itu, stabilitas dan pertumbuhan akan selalu menjadi aspek-aspek penting dalam penguatan peran sektor jasa keuangan di perekonomian, namun dengan tantangan yang berubah, maka strategi dan langkah-langkah yang perlu dilakukan pun harus menyesuaikan diri dengan situasi yang berkembang.

Megatrends yang sedang terjadi saat ini dalam bentuk perkembangan teknologi di berbagai bidang kehidupan, pemanfaatan Artificial Intelligence (AI), dan digitalisasi, akan sangat mempengaruhi tatanan sosial dan ekonomi masyarakat. Dampak masifnya terhadap kegiatan ekonomi dan bisnis perlu dilihat secara dekat, karena akan mempengaruhi ekspektasi dan proses bisnis terutama melaui pemanfaatan data yang lebih ekstensif.

 “Ini tentunya akan sangat mempengaruhi tidak hanya perkembangan fundamental ekonomi tetapi juga perilaku dan ekspektasi masyarakat. Ke depan diperlukan kearifan untuk bersikap adaptif dalam merumuskan kebijakan, terutama kebijakan yang akan mempengaruhi masyarakat luas,” ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…