KPPU : Pasar Beras di Sulsel Oligopsoni

KPPU : Pasar Beras di Sulsel Oligopsoni

NERACA

Makassar - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan jika di Sulawesi Selatan (Sulsel) karakter pasar khusus untuk komoditas beras cenderung kepada oligopsoni.

"Ada berbagai macam pasar, ada monopoli, monopolistik, oligopoli, monopsoni dan oligopsoni. Khusus untuk beras ini, cenderung kepada oligopsoni," ujar Kepala Perwakilan Daerah (KPD) KPPU Makassar, Ramli Simanjuntak, di Makassar, Sabtu (13/1).

Ia mengatakan, dirinya tidak setuju jika distribusi pasar beras ini dimonopoli, tetapi lebih kepada karakter pasar oligopsoni yang menguntungkan para pedagang. Ramli menjelaskan, karakter pasar oligopsoni di lapangan ini memperlihatkan kecenderungan penjual lebih diuntungkan daripada pembeli, karena satu penjual bisa berpindah dari pembeli satu ke yang lainnya.

Panjangnya rantai distribusi ini kemudian membuat para pedagang beras mencari pilihan untuk membeli beras sesuai dengan harga yang diinginkan para pedagang."Rantai distribusi yang panjang yang membuat semua kacau. Siapa yang diuntungkan, yah banyak yang masuk dalam rantai distribusi ini, sedangkan user sama petaninya tidak mendapatkan untung besar," ujar dia.

Dari pemantauan hasil sidaknya juga dibeberapa pedagang besar di kawasan utara kota Makassar, ia menemukan adanya kenaikan harga beras dikarenakan beras yang dibelinya juga dari para pengumpul dinaikkan."Di tingkat bawah saja, antara pedagang yang satu dan lainnya itu tidak sama dalam penentuan harga, meskipun harganya beda sedikit sekali. Itu karena pembeli yang banyak sehingga ada pilihan kalau mau membandingkan harga," jelas dia.

Menurut dia, satu hal yang perlu dibenahi adalah dengan memotong rantai distribusi yang dianggapnya cukup panjang sehingga banyak pihak yang diuntungkan dalam skema ini."Ini setelah saya tiga tahun bertugas di wilayah Sulawesi Selatan dan saya sudah menyusuri semuanya, mulai dari tingkat petani, pengumpul, pedagang kecil, sedang dan besar hingga ke penjual. Jadi, lama saya lakukan investigasi dan hasilnya memang mencengankan, rantai distribusi harus dipotong," jelas dia.

Lalu, KPPU dalam pemantauan di sejumlah pedagang beras di Makassar menemukan banyaknya beras yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya itu tanpa adanya ketentuan atau standar mutu.

"Ternyata, beberapa kali kami sidak dan tadi sore kami sidak di lima pedagang, semua kami tanya siapa yang menentukan ini beras premium dan ini beras medium, si pedagangnya sendiri," kata Ramli.

Dijelaskannya, setiap pedagang yang ditemuinya itu mengaku jika beras yang dibeli dari para pengumpul dalam jumlah yang banyak tidak dalam pengklasifikasian beras medium dan premium. Karena berdasarkan keterangan para pedagang, beras yang dibeli dari para pengumpul, ada yang memang sudah diklasifikan premium dan ada juga medium.

Beras yang telah diolah oleh pengumpul, kata Ramli, itu sudah dipisah di mana ada yang warnanya lebih cerah dan ada juga beras masih tercampur dengan debu-debu gabah."Kan kami tanyakan kepada pedagangnya, ini beras premium dan medium di mana perbedaannya dan bagaimana caranya membedakan. Ternyata, ada pedagang yang mengaku kalau beras yang telah diolah dan dibersihkan itu masuk premium dan lainnya itu medium," ujar dia.

Kemudian Ia juga menyebutkan, para pedagang beras di perkotaan, membeli beras dalam jumlah banyak kepada pengumpul. Kemudian, membeli lagi karung beras plastik yang sudah terklasifikasi berdasarkan jenisnya seperti premium dan medium.

Selanjutnya, para pedagang kemudian mengolah dan memilah-milah beras yang dibelinya dari para pengumpul dan dimasukkan dalam karung bermerek dan berklasifikasi tersebut."Ternyata, para pedagang sudah membeli memang itu karungnya yang sudah terklasifikasi medium dan premium. Kemudian para pekerjanya memilah, yang hasilnya maksimal itu dikelompokkan ke premium dan yang biasa ke medium," ucap dia.

Karenanya, dirinya mempertanyakan indikator-indikator pengklasifikasian beras tersebut dan lembaga apa yang harusnya menentukan jenis beras tersebut, apalagi harga antara beras medium dan premiun cukup jauh selisihnya. Ant

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…