Penerapan Basel III Terus Dipantau LPS

 

NERACA

Jakarta -  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan terus memantau dampak penerapan standar internasional Basel III terhadap kinerja industri perbankan di Tanah Air. "Kami akan pantau apakah Basel III ini akan membuat kinerja, stabilitas, dan persaingan usaha di perbankan itu terganggu atau tidak. Tapi rasanya penerapan Basel III tidak akan banyak mengganggu kinerja perbankan," kata Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah saat jumpa pers di Jakarta, Jumat (12/1).

Halim menuturkan, industri perbankan sendiri kini sudah mulai perlahan diajak oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk menerapkan Basel III. Ia menilai perbankan di Indonesia sudah siap melaksanakan Basel III tanpa harus khawatir kinerjanya terganggu.

OJK sendiri memang tengah mendorong penerapan kerangka Basel III dan berjanji akan menerapkannya dengan mengedepankan kepentingan nasional sehingga diharapkan peran perbankan dapat optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Misalnya untuk perlakuan bobot risiko sovereign exposure (obligasi pemerintah) yang ada di aset perbankan, OJK akan tetap menggunakan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko atau ATMR nol persen.

Halim sendiri justru mengajak untuk melihat dampak digitalisasi di sektor keuangan yang kini tengah berkembang pesat, seperti kehadiran perusahaan teknologi finansial (fintech) misalnya. "Tapi justru yang perlu dilihat lebih lanjut adalah dampak proses digitalisasi yang ada di sektor keuangan, khususnnya perbankan. Perlu ada respon yang tepat dari pembuat kebijakan, baik dari pemerintah, OJK maupun BI," kata Halim.

Halim menuturkan, untuk LPS sendiri kini bahkan memiliki "pekerjaan rumah" terkait digitalisasi tersebut terutama terkait penjaminan terhadap uang elektronik (e-money) yang dikeluarkan oleh lembaga nonbank. Ia menyebutkan, sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, LPS tidak berwenang menjamin simpanan dari lembaga bukan bank. LPS hanya menjamin simpanan nasabah perbankan.

"Namun tentu saja tidak sesederhana itu. Ada perusahaan bukan bank tapi ia menerbitkan semacam sistem pembayaran, secara tidak langsung mereka juga punya rekening di banknya. Atas rekening itu bagaimana, apakah rekening itu bisa dianggap mewakili orang yang memiliki e-money, yang disimpan atas nama perusahaan. Ini sedang kami kaji, bagaiman konstruksi hukum apakah ada aturan yang bisa dibuat supaya uang miliki masyarakat itu walau bukan diterbitkan oleh bank bisa dijamin. Ini PR buat kami," ujar Halim.

Disepakati Dunia

Para Gubernur Bank Sentral dan Kepala Pengawas Perbankan (The Group of Governors and Heads of Supervision/GHOS) dari 27 negara anggota Komite Basel Pengawas Perbankan (The Basel Committee on Banking Supervision/BCBS) menyepakati revisi kerangka Basel III. Basel III merupakan lanjutan dari berbagai rekomendasi pengaturan dan pengawasan perbankan yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh BCBS. Hasil revisi kerangka Basel III tersebut ditetapkan pada pertemuan GHOS di Bank Sentral Eropa, Frankfurt, Jerman.

Salah satu hasil penting penetapan kerangka Basel III, yaitu utang pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah dan utang kepada bank sentral (sovereign debt), dianggap tidak memiliki bobot risiko dalam perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Sehingga, GHOS tetap memberlakukan ATMR nol persen.

"Seperti perlakuan bobot risiko sovereign exposure (obligasi pemerintah) yang ada di aset perbankan. Kami akan tetap menggunakan ATMR nol persen,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam keterangan tertulis saat pertemuan GHOS.

Wimboh bilang, kebijakan ini akan memberi pengaruh positif bagi kapasitas perbankan nasional dalam menyalurkan kredit. Sehingga, diharapkan peran perbankan dapat optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sedangkan bagi regulator, misalnya OJK, akan lebih mudah memantau penerapannya di industri perbankan karena lebih sederhana.

Selain itu, Basel III juga akan merevisi sejumlah hal, yaitu pendekatan standar untuk risiko kredit, pendekatan internal rating untuk risiko kredit dan kerangka penyesuaian penilaian kredit (credit valuation adjustment/CVA). Kemudian, juga merevisi pendekatan standar untuk risiko operasional menggantikan pendekatan standar dan advanced measurement approach yang saat ini berlaku. 

Lalu, merevisi perhitungan rasio utang terhadap modal (leverage ratio) dan penerapan leverage ratio buffer untuk global systemically important banks. Terakhir, menetapkan output floor (ATMR) untuk yang dihasikan dari internal model sebesar 72,5 persen dari perhitungan ATMR menggunakan pendekatan standar.

BERITA TERKAIT

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar NERACA Jakarta - BSI Maslahat yang merupakan strategic partner PT…

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar NERACA Jakarta - BSI Maslahat yang merupakan strategic partner PT…

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…