Perbarindo Perketat Data Nasabah

 

 

 

NERACA

 

Surabaya - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) berencana mulai memperketat data nasabah dengan menggandeng Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil dalam menyiapkan data yang lebih efektif. Ketua Umum Perbarindo, Joko Suyanto di Surabaya, Senin (8/1) mengatakan upaya kerja sama bertujuan untuk menjawab tantangan terkait munculkan perbankan digital atau biasa disebut "financial technology" (fintech).

"Keberadaan fintech di Indonesia sudah tidak bisa dipungkiri, karena sudah menjadi tren dunia dan semuanya akan mengarah ke situ," kata Joko, usai penandatangan kerja sama dengan Ditjen Dukcapil. Oleh karena itu, kata dia, kerja sama kependudukan hari ini adalah bagian dari persiapan ke arah digital bisnis tersebut, serta momentum menuju bisnis yang lebih baik.

"Hari ini adalah bagian dari upaya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk menghadapi dinamika ekonomi yang mengarah ke digital bisnis," ucapnya. Joko mengatakan, beberapa persiapan telah dilakukan Perbarindo yang menaungi BPR, selain melalui kerja sama Ditjen Dukcapil. "Kerja sama dengan Ditjen Dukcapil merupakan pintu awal menuju digital bisnis, yang diharapkan ada identitas tunggal nasabah dan sidik jari," tuturnya.

Kemudian, kata dia, akan dikembangkan dengan kerja sama lainnya seperti dengan Bank Mandiri untuk penyediaan layanan digital berupa "co-branding" dan "e-cash" BPR. Sementara itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perbarindo Jatim, Sujanto mengatakan kerja sama dengan Ditjen Dukcapil, agar BPR bisa mengakses data kependudukan masyarakat, serta tidak ada data ganda.

"Selain untuk digital bisnis, kerja sama bertujuan agar tidak ada data ganda yang masuk ke perbankan khususnya BPR, sehingga tidak ada data ganda yang masuk," ujarnya. Sujanto menyebutkan anggota BPR di Jatim yang menandatangani kerja sama mencapai 151 BPR, dari 233 BPR Konvesional yang mendapat rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sisanya telah bekerja sama serupa di Kupang, NTT.

Disamping itu, Joko juga mengajak para pelaku bank perkreditan rakyat supaya lebih inovatif dalam memberikan produk dan layanan perbankan kepada masyarakat. Ia mengatakan semula bank perkreditan rakyat atau BPR cenderung hanya memikirkan cara konvensional. Ke depan, sejalan dengan pesatnya digitalisasi di industri keuangan maka BPR harus siap berkolaborasi dengan pelaku teknologi finansial. “BPR harus mulai mencoba bisnis model yang digital dengan cara bisnis model yang dielaborasi sehingga bagaimana caranya BPR dapat mengantisipasi kehadiran perusahaan teknologi finansial [tekfin],” ucapnya.

Perbarindo berharap BPR yang ada di Indonesia dapat lebih terbuka dalam menyambut kehadiran perusahaan teknologi finansial (tekfin). Alih-alih bersaing sebaiknya  dilakukan kolaborasi mengingat ada kemungkinan tekfin bakal merambah pasar yang selama ini digeluti BPR. Kolaborasi antara BPR dan tekfinpun harus dijalani secara cermat. Dengan kata lain, skema kerja sama harus sejalan dengan aturan yang berlaku baik di industri perbankan maupun teknologi finansial, sehingga memberi layanan yang aman dan transparan kepada nasabah.

"Kolaborasi amat penting di industri keuangan, maka kehadiran industri ini [tekfin] jangan sampai mendegradasi institusi lain yang sudah ada seperti BPR dan BPRS. Indonesia juga jangan hanya menjadi pasar bagi pelaku tekfin,” ucap Joko. Perbarindo pun menilai BPR  harus segera berinovasi dalam layanan perbankan digital. “Biaya dana tinggi karena CASA BPR belum tumbuh signifikan. Solusinya ke depan, BPR harus mengembangkan dana-dana murah dengan berbagai inovasi layanan digital,” katanya.

Layanan digital yang dimaksud Joko contohnya adalah kerja sama jaringan ATM dengan bank-bank umum serta kolaborasi untuk menerbitkan uang elektronik. Untuk bisa terjun lebih jauh dalam perbankan digital, permodalan BPR harus diperkuat terlebih dulu. Penguatan kiprah BPR tidak hanya perlu ditempuh melalui perbaikan layanan tetapi juga manajemen. Hingga kini setiap tahun ada saja bank perkreditan rakyat yang dilikuidasi oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

“Secara paralel harus dilakukan perbaikan pula secara internal bank mencakup SDM-nya baik dari sisi integritas maupun attitude mereka,” tutur Joko. Di samping itu, menurutnya, kendatipun BPR yang dilikuidasi terus ada tetapi jumlahnya sangat jauh lebih sedikit dibandingkan populasi BPR yang ada. BPR yang dilikuidasi pada umumnya memang tidak memiliki manajemen yang sehat.

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…