Perlukah Formalisasi UMKM?

Oleh: Syafaat Muhari, Peneliti IBFI, Universitas Trisakti

 

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tulang punggungekonomi Indonesia. Jumlah UMKM di Indonesia berdasarka data yang dirilis olehKementerian Koperasi dan UMKM adalah 57,89 juta dengan mempekerjakan 114,14 juta tenaga kerja atau menyerap 96,99% dari total keseluruhan tenaga kerja diIndonesia. Meskipun menyerap banyak tenaga kerja, namun UMKM hanya mampu menyerap 60,34% terdapat Produk Domestik Bruto (PDB).

Tidak   hanya   di   Indonesia,   di   negara   manapun   di   dunia   UMKM   menjadi   tulang punggung ekonomi negara,  bahkan di Amerika Serikat yang mana sektor UMKM mampu   menyerap   hingga   lebih   dari   50%   tenaga   kerja   dan   menyumbang   34% pendapatan ekspor pada tahun 2015 (TradeUp Capital Fund and Nextrade Group,2015). Definisi   dan   dasar   penentuan   UMKM   relatif   berbeda   di tiap   negara.   Di   Amerika Serikat   misalnya,   suatu   usaha   digolongkan   kedala   UMKM   jika   mempekerjakan kurang dari 500 orang pekerja dengan omzet dibawah 100 juta dolar, sedangkan di Inggris suatu usaha digolongkan UMKM jika mempekerjakan kurang dari 250 orang pekerja dengan omzet kurang dari 25 juta poundsterling.

Di   Indonesia   berdasarkan   UU   No.   20   tahun   2008,   UMKM   didefinisikan berdasarkan jumlah aset dan pendapatan dengan membaginya kedalam tiga jenis tingkatan.   Usaha   Mikro   merupakan   bidang   usaha   dengan   total   aset   Rp   50   juta dengan maksimal pendapatan per-tahun Rp 300 juta per-tahun, usaha kecil dengan total aset Rp 500 juta dan maksimal pendapatan Rp 2,5 miliar per-tahun, dan Usaha Menengah dengan total aset maksimal Rp 10 miliar dan maksimal pendapatan Rp 100 miliar per-tahun.

Dalam   perkembangannya   masalah   yang   ada   di   UMKM   terus   menghambat pertumbuhan   bisnis   UMKM.   Problem   klasik   yang   sering   kita   dengar   baik   pada pemberitaan   dan   kajian   ilmiah   adalah   permodalan,   sumber   daya   manusia,   dan akses informasi. Masalah yang menghambat bisnis UMKM ini harus carikan jalan keluarnya agar  usaha mikro dapat berkembang menjadi usaha kecil, usaha kecil menjadi usaha menengah, dan usaha menengah menjadi usaha besar.

Pada   penghujung   tahun   2017,   Bank   Dunia   merilis   laporan   indeks   kemudahan berbisnis (the ease of doing business) tahun 2018. Metode laporan ini berdasarkan best practice,  dengan membandingkan beberapa indikator kemudahan berbisnis dinegara negara-negara lain yang memiliki nilai terbaik. Kerja   Pemerintah   sejauh   ini   terbayar   dalam   menumbuhkembangkan   bisnis   di Indonesia dimana peringkat indeks kemudahan berbisnis naik dari peringkat 91 di tahun   2017   menjadi   peringkat   72   di  2018.   Peringkat   ini   lebih   baik dibandingkan   Tiongkok   (78),   India   (100),   dan   Filipina   (113),   namun   masih   lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (2), Malaysia (24), Thailand(26), dan Vietnam (68).

Kita tentu sangat berharap peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia   dapat   terus   meningkat   setiap   tahunnya   agar   setidaknya   usaha   dalam negeri kompetitif bersaing dengan negara-negara tetangga. Dengan   semakin   meningkatnya   peringkat   kemudahan   bisnis   di   Indonesia diharapkan   dapat   mendorong   pertumbuhan   UMKM   di   Indonesia.   Salah   satu masalah   fundamental   untuk   mendorong   perkembangan   UMKM   harus   menjadi prioritas untuk diselesaikan adalah bagaimana memformalkan UMKM. Perizinan formal karena memberikan banyak manfaat bagi UMKM.

Adanya perizinan formal  ini   maka UMKM   dapat   mengakses   layanan  keuangan   perbankan   dengan mudah. Selain itu hal ini juga dapat memperluas networking mengingat UMKM yang telah   terverifikasi,   yang   artinya   memiliki   tingkat   kepercayaan  lebih   baik   sehingga memudahkan dalam membuat kontrak dengan pihak lain.Adanya legalitas usaha ini nantinya   akan   membantu   pemerintah dalam  mendata UMKM   sehingga   pengambilan   kebijakan   dapat   lebih   efektif   dan   tepat   sasaran.

Benefit lain dari adanya legalitas usaha adalah secara tidak langsung pelaku UMKM akan lebih rapi dalam pencatatan pengelolaan bisnis. Kerapian   pencatatan   dan   dokumentasi   bisnis   menjadi   salah   satu   tolak   ukur perbankan dalam memberikan bantuan dana  kepada UMKM. Meskipun performa suatu   UMKM   bagus,   perbankan   tentunya   tidak   akan   mengucurkan   dana   yang dikelolanya jika entitas usaha tidak memiliki dokumentasi usaha yang memadai. Saat ini pelaku UMKM dapat mengurus izin usaha satu lembar dengan proses satu hari   di   kecamatan.  

Meskipun   sosialisasinya   masih   belum   masif   dan   masih terkendala belum  banyaknya  jumlah kantor kecamatan  yang melayani izin usaha UMKM   tersebut,   hal   ini   merupakan   salah   satu   langkah   nyata   dalam menumbuhkembangkan UMKM. Legalitas   usaha   akan   lebih   bagus   jika   UMKM   telah   menyandang   badan   hukum formal   seperti   Perseroan   Terbatas   (PT).  

Adanya   izin   usaha   formal   dapat memudahkan pelaku UMKM jika terjadi sengketa di pengadilan serta memudahkan pemilik bisnis memisahkan aset pribadi dengan usahanya. Prosedur  pendirian   badan usaha   berbadan  hukum   seperti   Perseroan  Terbatas di Indonesia sebagaimana laporan  doing business  2018, membutuhkan 11 prosedur dengan   waktu   penyelesaian   hingga   22   hari.   Angka   ini   masih   kalah   jauh dibandingkan Selandia Baru yang menjadi  best practice  dengan hanya 1 prosedur dan waktu penyelesaian setengah hari. Namun waktu penyelesaian pendirian badan usaha di Indonesia sedikit lebih baik dibandingkan rata-rata negara kawasan di Asia Pasifik yang memakan waktu 22,7 hari namun hanya dengan 7 prosedur.

Pastinya   kita   semua   berharap   prosedur   pendirian   badan   usaha   di   Indonesia semudah di negara-negara best practice  atau setidaknya seperti di negara-negara peers di Kawasan ASEAN. Pemerintah sendiri tampaknya telah melakukan berbagai upaya   dalam   kemudahan   berbisnis   dan   dampaknya   telah   kita   rasakan   secara bertahap. Semoga target peringkat 40 di indeks kemudahan berbisnis di Indonesia pada 2019 dapat tercapai. Kesimpulannya,   formalisasi   usaha   UMKM   dibutuhkan   sebagai   jalan   awal menumbuhkembangkan   UMKM   di   Indonesia.   Jika   UMKM   di   Indonesia   tumbuh dengan pesat, maka diharapkan meningkatkan daya beli masyarakat secara umum karena sektor ini mempekerjakan banyak tenaga kerja.

BERITA TERKAIT

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…

BERITA LAINNYA DI Opini

Bansos Pangan atau Beras oleh Bapanas dan Bulog Langgar UU Pangan dan UU Kesejahteraan Sosial?

  Oleh: Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Presiden Joko Widodo memutuskan perpanjangan pemberian Bantuan Sosial…

Pembangunan Papua Jadi Daya Tarik Investasi dan Ekonomi

  Oleh : Clara Anastasya Wompere, Pemerhati Ekonomi Pembangunan   Bumi Cenderawasih memang menjadi fokus pembangunan yang signifikan di era…

Pastikan Stabilitas Harga dan Stok Beras, Pemerintah Komitmen Ketahanan Pangan

  Oleh : Nesya Alisha, Pengamat Pangan Mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia sangat penting karena memiliki dampak besar pada stabilitas…