Kereta Bandara Soetta, Era Baru Transportasi Publik di Indonesia

Oleh: Eddy Soetjipto, Asisten UKP PBM

Ketika pertama kali naik Mass Rapid Transit (MRT) setelah sebelumnya naik Skytrain dari Terminal 2 Bandara Changi, Singapura menuju ke kawasan Orchard, beberapa puluh tahun lalu, sempat terbayangkan bagaimana seandainya Jakarta yang macetnya minta ampun juga memiliki moda transportasi seperti itu. Pasti kemana-mana jadi mudah, biaya murah, apalagi kalau keretanya nyaman dan bersih seperti MRT.

Bayangan yang terus mengganggu dalam perjalanan sekitar 24 menit dari Changi ke kawasan Orchard itu muncul kembali saat pertama kali mencoba naik kereta bandara dari Stasiun Sudirman Baru menuju Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Jakarta, pekan kemarin, saat jalur kereta itu memasuki masa uji coba untuk umum.

Kereta yang dioperasikan oleh PT Railink itu bersih layaknya kereta Airport Express dari Bandara Hongkong menuju Stasiun Central sebelum berganti dengan Mass Transit Railway (MTR) menuju ke stasiun-stasiun lainnya, atau KLIA Ekspres dari Bandara Internasional Kuala Lumpur menuju ke KL Sentral, semua dalam posisi duduk dua-dua, dan tampaknya jumlah penumpang dalam satu kali perjalanan sudah disesuaikan dengan jumlah kursi yang tersedia dalam kereta.

Saya jadi teringat waktu naik kereta dari Bandar Udara Internasional Frankfurt, menuju kota Bonn, Jerman, bersih, nyaman, ada meja untuk menaruh makanan atau minuman sebagaimana kereta jarak jauh di tanah air, sehingga perjalanan yang panjang pun tidak terasa lama.

Bedanya, barangkali jika dibandingkan dengan kereta-kereta bandara di Singapura, Hongkong, Malaysia, atau di negara-negara Eropa, kereta bandara di Jakarta ini lebih berisik, bukan karena suara kereta yang kencang tapi sifat ramah masyarakat kita yang gampang berinteraksi dengan siapa saja, dan selalu ingin berbicara termasuk dengan orang-orang yang mungkin belum kenal sekalipun.

Perjalanan dari Stasiun Sudirman Baru menuju Bandara Soetta dijadwalkan hanya akan memerlukan waktu 30 menit, namun kenyataannya tidak secepat itu. Kereta sempat beberapa kali terhenti, dan berhenti cukup lama di Stasiun Batu Ceper, sehingga sampai di Bandara Soetta memerlukan waktu sekitar 50–60 menit. Masih lebih singkat dibandingkan dengan naik bus, taksi, atau kendaraan lainnya pada jam-jam sibuk menuju Bandara Soetta.

Dari Stasiun Bandara Soetta sebagaimana di Bandara Changi, Singapura, tersedia Skytrain untuk menuju ke terminal-terminal yang diperlukan untuk penerbangan selanjutnya. Mau ke Terminal 1, Terminal 2, atau Terminal 3 semua tersedia jalur Skytrain, meski tidak secepat di Bandara Changi yang hampir tiap 2 (dua) menit selalu tersedia, di Bandara Soetta dibutuhkan setidaknya 15-20 menitan untuk bisa berganti dengan Skytrain menuju terminal tempat maskapai penerbangan yang dituju.

Dari sisi bentuk, kebersihan, dan kecepatan hampir tidak berbeda Skytrain di Bandara Soetta dengan Skytrain di Changi, penumpang padat sehingga sebagian besar penumpang berdiri, ada informasi yang tepat sampai dimana kita, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan menuju terminal terdekat. Yang paling penting suasana di dalam Skytrain cukup bersih, tidak ada yang mengganggu pemandangan.

Beberapa Catatan

Ada hal menarik yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak, terutama jika kereta Bandara ini juga ditarget bisa menarik minat wisatawan mengalihkan moda perjalanan darat lainnya dengan menggunakan kereta ini, yaitu pemandangan di samping rel menuju ke Stasiun Batuceper, maupun dari Batuceper menuju ke Bandara.

Jika dari Bandara Changi, Singapura, penumpang MRT disuguhi pemandangan gedung-gedung pencakar langit, atau bonus menyeberangi lautan jika naik Airport Express di Hongkong, dan ada nuansa pedesaan dengan kereta di Jerman, maka pemandangan indah kereta Bandara di Jakarta hanya tampak sampai Stasiun Tanah Abang.

Selepas Stasiun Tanah Abang akan tampak pemandangan yang bervariasi di antara bangunan-bangunan yang melambangkan modernitas Jakarta juga tampak pemandangan bangunan rumah-rumah yang ‘belum selesai’ atau memang ‘tidak diselesaikan’, karena selain temboknya masih kelihatan batakonya, juga banyak rumah asal jadi. Karena itu, perlu dipikirkan upaya untuk ‘memperindah’ pemandangan dimaksud dengan cara-cara, misalnya dengan merapikan bangunan dan memainkan variasi warna, motif, atau tipe bangunan, sehingga akan lebih enak dipandang, dan lebih menghibur wisatawan mancanegara yang naik kereta ini.

Masuk ke wilayah Bandara, jangan tanya lagi. Meski tidak seindah Bandara Changi, tapi setidaknya Bandara Soetta masih lebih enak dinikmati dibanding dengan Bandara Internasional Kuala Lumpur atau bandara-bandara internasional negara-negara tetangga di Asia Tenggara minus Singapura, bahkan termasuk Bandara Internasional Hongkong sekalipun.

Catatan lain yang perlu ditonjolkan adalah masalah lamanya waktu perjalanan dan integrasi dengan moda angkutan lain. Perjalanan dari Stasiun Sudirman Baru ke Stasion Bandara Soetta yang memerlukan waktu sekitar 50-60 menit ditambah harus menunggu Skytrain sekitar 15-20 menit sebelum sampai ke terminal maskapai terasa terlampau lama, karena itu artinya diperlukan waktu aman 120 menit dari Stasiun Sudirman Baru hingga boarding sebelum terbang.

Menuju atau keluar Stasiun Sudirman Baru pun untuk yang tidak menggunakan mobil pribadi atau taksi masih perlu waktu, karena sulitnya akses masuk ke Stasiun. Stasiun Dukuh Atas yang merupakan stasiun kereta terdekat memerlukan waktu tempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit untuk sampai di Stasiun Sudirman Baru. Demikian pula halte Trans Jakarta terdekat memerlukan waktu sekitar 10-15 menit dengan berjalan kaki menuju stasiun ini.

Masalah integrasi antar moda angkutan ini mendesak dipecahkan sehingga memudahkan masyarakat yang akan menggunakan jasa kereta bandara. Tentu, tidak harus seperti di City Hall Singapura, Kuala Lumpur  Sentral atau Hongkong Central yang memberikan pilihan kepada pengguna jasa untuk berganti kereta, tetapi paling tidak pengguna jasa kereta Bandara Soetta juga dimudahkan dalam memilih moda tranportasi ke tempat tujuannya.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, kereta Bandara Soetta yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2018 ini merupakan Hadiah Tahun Baru yang luar biasa untuk akses ke dan dari Bandara Soetta. Terlebih sudah ada Skytrain yang menyambungkan ke terminal-terminal maskapai penerbangan.

Era baru transportasi publik ini perlu dukungan semua pihak agar makin sempurna dan makin kompetitif dengan tranportasi serupa di negara-negara lain, di masa-masa mendatang. Masyarakat pun dituntut ikut bertanggung jawab, dengan menjaga kebersihan dan ketertiban dalam kereta, sehingga menjadi kereta bandara aman, nyaman, dan bersih. (www.setkab.go.id)

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…