Mantan KSAU: Korupsi Helikopter Jangan Dibuat Gaduh

Mantan KSAU: Korupsi Helikopter Jangan Dibuat Gaduh

NERACA

Jakarta - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna meminta agar kasus tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU Tahun 2016-2017 jangan dibuat gaduh.

KPK memeriksa Agus sebagai saksi dalam penyidikan kasus tesebut dengan tersangka Irfan Kurnia Saleh di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/1)."Jadi, saya minta terutama kepada teman-teman. Ini yang penting permasalahan ini jangan sampai dibuat gaduh ya," kata Agus yang diperiksa sekitar dua jam 30 menit itu.

Ia pun tidak memberikan penjelasan secara spesifik soal pemeriksaannya kali ini dan menyerahkannya kepada KPK."Segala sesuatu kan ini udah tugas dan tanggung jawabnya KPK. Jadi, saya sudah jelaskan apa yang bisa saya jelaskan di sana," ucap Agus.

Menurut dia, sebagai seorang prajurut dirinya tidak boleh mengeluarkan pernyataan sembarangan, termasuk soal materi pemeriksaannya kali ini."Ini semua sudah ada aturannya ya. Ada perundang-undangan ada aturan, ada doktrin, ada sumpah prajurit itu. Jadi, ke mana-mana tidak boleh asal mengeluarkan 'statement' ya," ungkap Agus.

Ia pun sempat menunjukkan buku saku soal sumpah prajurit tersebut kepada awak media."Prajurit itu punya sumpah prajurit. Sumpah prajurit yang kelima memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya. Jadi, saya sampai sudah pensiun kemana-mana saya bawa ini, ini buku kecil ini pasti di bawa sama prajurit," tutur dia.

Saat dikonfirmasi, apakah terdapat dugaan tindak pidana korupsi dalam pembelian helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101, Agus juga enggan memberikan komentar secara spesifik."Jangan bicara sama saya. Yang mengatakan dugaan korupsi atau apa adanya di institusinya. Ada institusinya," kata dia.

KPK sendiri telah berkoordinasi dengan pihak POM TNI terkait pemeriksaan Agus Supriatna."Sebelumnya, KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI karena memang penanganan perkara ini masing-masing ditangani oleh POM TNI dan KPK, sesuai wilayah hukum sipil dan militer," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Sebelumnya, Agus tidak memenuhi panggilan lembaga antirasuah itu sebanyak dua kali, yaitu pada 27 November 2017 dan 15 Desember 2017. Saat itu, Pahrozy kuasa hukum Agus Supriatna menyatakan bahwa kliennya itu sedang berada di luar negeri untuk menjalankan ibadah umrah.

"Kami sampaikan ke penyidik KPK klien kami belum bisa hadir karena masih umrah. Nanti kalau beliau sudah di Indonesia, kami akan sampaikan ke penyidik beliau akan memenuhi panggilan," kata Pahrozy di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/12).

Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus tersebut.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh dalam putusan yang dibacakan pada Jumat (10/11).

Dalam putusannya, Hakim Kusno menilai penetapan tersangka terhadap Irfan Kurnia Saleh sah secara hukum.

Selain itu dalam putusannya, Hakim Kusno juga menilai telah ada pemeriksaan calon tersangka sehingga penetapan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka sah secara hukum. Selanjutnya, Hakim Kusno juga menolak dalil pemohon yang menyebutkan KPK tidak berwenang untuk mengangkat penyelidik yang tidak berasal dari instansi Kepolisian.

Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017. Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.

Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara itu, POM TNI sendiri telah menetapkan lima tersangka terkait kasus itu.

Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU yaitu atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…