Gaya Sarkastis Trump Cemaskan Pemimpin Dunia

Oleh: Marlin Dinamikanto

Trump bukan Presiden negara kecil. Melainkan Presiden dari sebuah negara adi daya yang memiliki pengaruh luar biasa di dunia. Tapi gayanya yang kerap membully pejabat negara atau pemerintahan yang tidak disukainya lewat cuitan di akun Twitter miliknya membuatnya sangat tidak berkelas.

Sebut saja saat Trump membully Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dengan kalimat “gemuk dan pendek”. Jong-un yang usianya masih 30-an tahun pun membalas Trump sebagai “Manula” dan “Gila”.  Saling serang dan balas di antara keduanya terus berlanjut. Menciptakan ketegangan politik kawasan yang tidak disukai oleh sekutu kedua negara.

Kata-kata itu sesungguhnya sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang presiden sekelas Amerika Serikat (AS). Tidak mengherankan apabila Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyebut Trump dan Jong-un berkelahi seperti bocah di taman kanak-kanak.

“Bersama dengan Cina, kami akan terus memperjuangkan pendekatan dengan akal sehat, bukan menggunakan emosi seperti ketika sesama bocah di taman kanak-kanak saling berkelahi dan tiada seorang pun yang bisa menghentikan mereka,” sindir Lavrov.

Sebagaimana diberitakan, pada Sidang Umum PBB, Selasa (19/9), Trump, berjanji akan “menghancurkan secara total” Korea Utara jika negara itu mengancam AS dan sekutu-sekutunya. Trump juga menyebut Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, adalah “‘manusia roket dalam misi bunuh diri”.

Selang tiga hari Jong-un membalas pernyataan Trump dalam bahasa Inggris lewat rilis resmi kepada media Internasional. “Pidato Trump di markas PBB telah meyakinkan saya, alih-alih menakutkan atau menghentikan saya, bahwa jalan yang saya pilih benar adanya dan itulah yang akan saya tempuh hingga akhir,” balas Jong-un.

Bagi pemimpin yang mestinya mengerti norma-norma hubungan dalam politik luar negeri tidak akan pernah melakukan hal itu. Tapi Trump tak peduli. Ciutan di Twitter masih menyerang siapa saja yang tidak disukaianya. Baik di luar maupun dalam negeri AS sendiri. Gaya kepemimpinan Trump itu memperpanjang political unrest atau kegadihan politik di negaranya.

“Dulu orang-orang di Partai Republik sendiri mungkin tidak mengira Trump bakalan menang. Maka begitu Trump menang yang akan melawan dia orang-orang Republik sendiri. Karena Trump memang gila. Demokrat sih anteng-anteng saja,” tutur tokoh Malari 1974 Hariman Siregar Nusantara.news di kediamannya, Sabtu (23/12) lalu.

Bukan hanya Jong-un saja yang diajaknya berkonflik. Melainkan juga kepala pemerintahan di negara-negara Uni Eropa. Sebut saja saat kunjungannya ke markas NATO di Brussel pada Mei lalu. Begitu turun dari limusin dia dijemput Presiden Perancis yang baru terpilih Emmanuel Macron. Saat berjabat tangan dengan Macron, Trump berkeluh kesah tentang orang-orang Eropa yang tidak membayar bagian mereka secara adil dalam aliansi pertahanan itu.

Saat melintas gedung NATO senilai 1,2 miliar dolar AS kemarahan Trump memuncak. Dia melihat lantai marmer yang gemerlap dan dinding-dinding kaca berkilauan. “Ini semua kaca,” ucapnya. “Tapi satu bom bisa menghancurkannya,” lanjutnya. Amarah Trump terlihat jelas saat dia mencapai plaza luar tempat dia berbicara dengan sejumlah pimpinan NATO.

Erratic dan Idiosyncratic Leader

Hampir setahun Trump memimpin AS. Sikapnya yang erratic atau tidak menentu dan tampil sebagai idiosyncratic leader atau pemimpin yang sangat berbeda dengan lainnya, acap kali pula secara frontal menyerang sekutu-sekutu AS sendiri yang dipelihara oleh presiden AS pendahulunya sejak Perang Dunia II, memang lebih banyak membuat kegaduhan.

Belum kicauan Twitter miliknya yang disampaikan tanpa peringatan dan konsultasi, acap kali membuat kebijakan luar negerinya menjadi bahan ejekan karena berbeda jauh dengan pesan yang disampaikan oleh para diplomatnya.

Trump yang lebih menyukai pendekatan bilateral dan sangat mencurigai hubungan multi lateral, termasuk sering membully PBB sebagai lembaga sosial, secara tegas telah menarik diri dari kesepakatan perdagangan dan perubahan iklim serta mengecam kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran. Paling parah adalah ketika dia mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang sangat bertentang dengan kebijakan Presiden AS sebelumnya.

Di satu sisi dia menginginkan perdagangan yang lebih adil dengan China, tapi di saat bersamaan dia memuji-muji Presiden China Xi-Jinping. Dia juga menghindari kritikan langsung terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, namun di saat yang bersamaan dia setuju dengan Penasehat Keamanan Gedung Putih yang menyebutkan Rusia sebagai ancaman geopolitik terbesar AS.

Pandangan dunia terhadap AS sendiri berubah drastis setelah Trump menjadi Presiden. AS yang sebelumnya dianggap sebagai jangkar kepentingan yang andal dari tatanan internasional berbasis aturan liberal kini menjadi sangat sulit diprediksi. Kenyamanan lingkungan pergaulan dunia sangat terganggu dengan sikapnya yang erratic dan memainkan peran “pemberontak” terhadap tatanan yang sudah dibangun selama 70 tahun.

Namun tidak semua mencela Trump. Di dalam negeri, sebut saja Penasehat Keamanan Nasional Letnan Kenderal (Pur) H.R. MacMaster menyebutkan gaya kepemimpinan Trump yang terkesan Ortodoks itu memang membuat sejumlah sekutunya keluar dari zona nyaman. Sebab Trump telah menghancurkan “sarang laba-laba” yang dibangun para pendahulunya selama 70 tahun dalam politik luar negeri Amerika dan kini dia menuntut dunia bagaimana menempatkan bangsa AS.

Jenderal yang menuding Rusia melakukan adu domba di negerinya itu menyebut gaya Trump sebagai “realisme pragmatis” dan bukan sebagai isolasi sebagaimana yang ditudingkan oleh banyak kalangan. Karena dengan gaya kepemimpinannya Trump telah mengubah wajah Arab Saudi menjadi bangsa toleran dan mempercepat penghancuran kelompok bersenjata ISIS.

Tapi yang jelas, kini para pemimpin dunia termasuk yang mengecamnya, ungkap Richard N. Hass, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri era Presiden Bush, berusaha mencari informasi tentang bagaimana cara mendekati Trump. Sejumlah pemimpin asing telah menguji berabagai teknik pendekatan yang bisa diterima oleh Trump.

Karena Trump yang berlatar belakang pengusaha Properti dan sering berkicau secara spontan lewat Twitter itu memang kapasitasnya diragukan oleh sejumlah pimpinan pemerintahan. Sejak menjabat hampir satu tahun lalu, Trump sudah menjalin kontak, lewat pertemuan atau telepon, dengan sekitar 120 pemimpin pemerintahan.

Maka tidak mengherankan apabila dunia pun dibuat cemas oleh gaya komunikasi politiknya yang sarkas dan “erratic” alias tidak terduga itu. (www.nusantara.news)

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…