Indonesia Perlu Waspadai Kebijakan Pajak AS

 

NERACA

 

Jakarta - Indonesia mesti mewaspadai kebijakan baru pajak Amerika Serikat yang memotong tingkat pajak korporasi karena dicemaskan dapat menarik dana finansial dari sejumlah negara berkembang ke negara adidaya tersebut. "Bank Indonesia harus bisa merumuskan kebijakan yang pas, agar tidak memukul sektor riil yang saat ini sedang terjepit," kata Plt Ketua DPR Fadli Zon dalam rilis, Kamis (28/12).

Menurut dia, selain UU Reformasi Perpajakan baru dari Amerika Serikat, naiknya tingkat suku bunga acuan oleh The Fed (bank sentral AS) juga layak untuk dicermati sungguh-sungguh. Politisi Gerindra itu berpendapat, sejumlah kebijakan itu akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia antara lain karena baik imbal hasil instrumen investasi maupun pemotongan tingkat pajak yang ditawarkan pemerintahan Presiden Trump akan signifikan guna memikat investor.

"Saat ini nilai keuntungan bisnis perusahaan-perusahaan AS yang ditempatkan di pasar global mencapai 2,6 triliun dolar AS. Jika kebijakan pemotongan pajak oleh pemerintahan Trump ini bisa menarik hingga separuh nilai tadi, maka pasar global bisa mengalami goncangan," paparnya. Apalagi, ia juga mengemukakan bahwa ancaman kebijakan AS tersebut juga diperkirakan bakal memperkuat nilai tukar mata uang dolar. Untuk itu, Fadli juga menghendaki agar pemerintahan Indonesia harus cerdik dan tidak boleh kehilangan fokus terkait soal perekonomian nasional.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pencapaian perombakan besar perpajakan Amerika Serikat (AS) memungkinkan terjadinya "flight-to-quality" atau tindakan investor memindahkan modal ke tempat yang lebih aman. “Apa yang dilakukan AS membuat situasi bahwa orang akan menganggap ekonomi di sana bergerak membaik, itu namanya akan ada 'flight-to-quality',” kata Darmin.

Sebelumnya, Kongres AS pada Rabu (20/12) waktu setempat menyetujui rancangan undang-undang reformasi pajak yang diajukan Presiden Donald Trump. Berdasarkan keputusan itu, salah satunya akan terjadi pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 35 persen menjadi 21 persen. Darmin mengaku belum mengetahui situasi apa yang akan terjadi setelah keputusan reformasi pajak AS sepanjang negara lain belum memberikan reaksinya.

"Kami juga belum mengetahui reaksi dari banyak negara. Jadi jangan hanya dianggap AS yang mengambil kebijakan saja, negara lain juga bisa. Situasi belum bisa terbaca dengan baik sepanjang negara lain belum memberikan reaksi terhadap penurunan pajak AS," ucapnya.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Pastikan Defisit APBN Dikelola dengan Baik

  NERACA Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih terkelola dengan baik. “(Defisit)…

Kemenkeu : Fiskal dan Moneter Terus Bersinergi untuk Jaga Rupiah

  NERACA Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kebijakan fiskal dan moneter terus disinergikan…

Kereta akan Menghubungkan Kawasan Inti IKN dengan Bandara Sepinggan

    NERACA Jakarta – Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) mengungkapkan kereta Bandara menghubungkan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan atau KIPP…