Tahun Perjuangan Berat

Di tengah situasi ekonomi dunia dalam setahun terakhir cukup memprihatinkan setidaknya telah memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang akhirnya mencapai di kisaran 5%. Ini menggambarkan Indonesia memang terkena imbas melemahnya ekonomi global, menguatnya dolar AS belakangan ini, di samping masalah internal di dalam negeri sendiri.

Keprihatinan ekonomi internasional dimulai dari perjuangan untuk keluar dari krisis ekonomi politik yang dialami oleh berbagai negara Eropa Selatan, Tiongkok, Jepang dan Amerika Serikat. Meski mereka sekarang mulai rebound, hal ini setidaknya memberikan efek domino terhadap wilayah sekitarnya. Tidak terkecuali gelombang imigrasi dari negara asal resesi ke daerah yang masih potensial tumbuh ekonominya seperti Turki dan Jerman (2,9% dan 1,9%). Dan pada saat bersamaan juga melemahnya percepatan laju pertumbuhan ekonomi Asia Timur. 

Tidak hanya itu. Tiongkok yang sebelumnya menikmati pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam abad ini, di kisaran rata-rata 9%-11% per tahun selama 1995-2013, juga terkena pelemahan ekonomi sehingga laju pertumbuhan ekonomi Tiongkok hanya mencapai 6%-7%. Bahkan majalah Economist memperkirakan pertumbuhan ekonomi negeri Panda itu pada 2017-2020 sekitar  6,2%.  

Negara lainnya, Korea Selatan, yang  kembali bangkit ekonominya akibat diuntungkan oleh membaiknya ekonoi AS hanya tumbuh 2,4% selama 2016, dan pada 2017 diperkirakan sedikit membaik sekitar 3,2%. 

Semakin stabilnya nilai dolar AS dan mulai mengalirnya investasi ke Amerika Serikat setelah negara ini menaikkan suku bunga acuannya (Fed Fund Rate) dari 0,25% menjadi 1,25%, juga bedampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi dunia. Tidak terkecuali Indonesia, yang tingkat pertumbuhannya mencapai 5,1% pada 2016 dan diperkirakan 5,2% pada 2017.  

Meski demikian, optimisme perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh berbagai pihak, ADB dan Bank Dunia, setelah dilakukan revisi kembali pada kisaran 5,2-5,4%. Hal ini mungkin disebabkan oleh mengalirnya realisasi investasi infrastruktur dan efek investasi asing ke Indonesia, mengingat prospek negeri ini masih cukup bagus dibandingkan dengan negara tetangga lainnya, sebagai daerah tujuan investasi yang favourable. 

Hanya persoalannya, kondisi sejumlah harga komoditas dunia dari periode Oktober 2016-2017 memperlihatkan bukti kemerosotan ekonomi dunia. Hampir seluruh komoditas ekstraktif seperti batu bara, besi, emas, tembaga, dan nikel mengalami penurunan indeks harga. Penurunan tersebut bisa pada kisaran 10%- 20%. Batu bara misalnya turun harganya dari US$63,7/mt pada 2016 menjadi US$52,2/mt dengan pertumbuhan penurunan sebesar minus 18,05%. 

Dampak dari pelemahan harga komoditi dunia dan kelesuan ekonomi mesti akan terasa pada peningkatan angka kemiskinan dan pengangguran. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan bahan baku di mana komoditasnya melemah akan mengurangi tenaga kerja. Ini setidaknya membawa konsekuensi pemutusan hubungan kerja (PHK) akan meningkat, seiring dengan tuntutan akan kenaikan upah minimum pekerja yang tampaknya sesuatu yang tidak masuk akal saat ini. 

Tidak heran jika kelesuan ekonomi dunia dirasakan juga oleh Indonesia, dimana dampak terbesar diperkirakan pada petani kecil dan buruh. Karena itu, pada 2017 pemerintah dapat mengantisipasi masalah yang akan muncul dengan program cash project.  Program ini diutamakan pada mereka yang paling besar mengalami dampak yakni kalangan petani dan buruh perkotaan. 

Artinya, ketahanan kehidupan mereka mesti diupayakan melalui berbagai paket program prioritas. Seperti  program diversifikasi usaha bagi petani skala kecil. Begitu juga program perluasan pekerjaan off-farms, off-fishing employment, salah satu yang strategis untuk didorong dan dikembangkan di daerah-daerah dengan fokus perluasan lapangan kerja di luar pertanian bagi rumah tangga tani dan pekerjaan luar perikanan bagi rumah tangga nelayan.  

Penurunan suku bunga dalam waktu dekat sepertinya tidak mungkin. Apalagi, selama  2017 terlihat cukup besar jumlah dari debitur UMKM yang terkapar akibat penundaan dari pinjaman yang lebih banyak dialami oleh lembaga bank dan nonbank. Gejala peningkatan non-performing loan  (NPL) akan menyebabkan semakin sulitnya masyarakat akses ke lembaga formal dan nonformal. 

Yang perlu diperhatikan pemerintah lainnya, adalah intensitas program infrastruktur diharapkan dapat dipastikan terjadi di luar Pulau Jawa agar juga dapat memperbaiki ketimpangan. Program memperbaiki ketimpangan pendapatan melalui pemerataan program infrastruktur adalah baik. Karena mengharapkan instrumen moneter saat ini agak sulit, apalagi bunga bank masih cukup tinggi untuk keperluan pengembangan UMKM. 



BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…