2018, Skema Holding BUMN Harus Hati-Hati

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno telah menetapkan setidaknya enam induk usaha (holding) BUMN akan terbentuk dalam dua tahun terakhir pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Tahun ini, dua holding yang siap beroperasi adalah holding BUMN minyak dan gas bumi, serta holding BUMN tambang. Sementara pada 2018, Rini akan melebur sejumlah perusahaan pelat merah pada sektor usaha yang sama menjadi holding BUMN perbankan, konstruksi, jalan tol, dan terakhir holding BUMN perumahan.

Namun Pengamat Ekonomi, Faisal Basri mengkritik rencana Menteri BUMN tersebut dan meminta berhati hati dalam menerapkan skema holding tersebut. Faisal mengatakan kita harus tahu dulu sejarah kenapa ada BUMN di negeri ini. Sejarahnya BUMN ada macam-macam. Pertama, nasionalisasi yang dulu punya Belanda kemudian di nasionalisasi misal PTPN, PGN, Telkom juga bekas punya Belanda. Ada BUMN pionir misalnya dulu Pupuk tidak ada yang mau masuk karena modal awalnya besar.

 “BUMN Strategis seperti Pindad, PTDI. Nanti kalau bikin senjata dikerjakan swasta, bisa tembak-tembakan seperti di Amerika. Ada juga BUMN yang tidak bisa dilacak sejarahnya, misalnya BUMN penangkapan ikan yang bersaing dengan nelayan menangkap ikan di laut. Misalnya MINA dan PPI (perusahaan penangkapan ikan) kalau saya tidak salah,” ujarnya kepada Neraca di Jakarta.

Menurut Faisal BUMN ini kasihan banget. Ibarat lampu kristal diangkut pakai kereta kencana melalui bukit terjal, jadi pengelola BUMN harus membawanya hati-hati agar lampunya tidak pecah. Apalagi kalau pengelolanya tidak benar.

 “Pengertian BUMN dikuasai, tidak harus dimiliki. Negara merumuskan kebijakan, berapa harganya, bagaimana distribusinya. Tetapi bukan pengaturan. Misalnya batubara, bisa dimasuki swasta tidak harus PTBA yang penting ada DMO. Kemudian melakukan pengurusan atau manajemen, lantas pengelolaan, dan juga pengawasan. Jadi negara tidak harus memiliki,” tukasnya.

Faisal mengungkapkan sekarang pemerintah gak berani mengutak atik privatisasi di induk, hanya di anak usahanya saja. Pada takut karena disangka Neoliberal. Tidak selalu di privatisasi berhasil juga. Karena 118 BUMN jumlahnya, lalu cucu dan cicit ada 800. Maka untuk menyelamatkannya, kita harus tahu spektrum sejarahnya, modalnya, industrinya yang berbeda-beda.

 “Pemerintah yang ngaco itu satu-satunya cara terbaiknya adalah dengan super holding. Kan nggak benar itu. Karena setiap BUMN punya karakteristik, masalah, dan sejarah yang berbeda-beda. Saya berikan contoh value creation tidak akan berarti kalau PTBA, Antam, dan Timah digabung jadi sub holding karena lokasinya beda-beda, komoditasnya beda, kalau digabung lalu dapat sinergi apanya?Terus kalau tambangnya sudah habis bagaimana?,” tegasnya.

Karena, menurut Faisal merger akan gagal kalau dilakukan antara BUMN sakit missal PPI dan Mina tadi. Itu solusinya dibubarkan. Merger bisa bertahan dengan biaya sangat mahal misalnya Bank Mandiri. Mandiri bisa bertahan sampai sekarang, kita semua masih harus membayar bunga obligasi rekap namanya. Karena Mandiri adalah kumpulan empat bank paling bobrok di Indonesia. Di buku merger akuisisi tidak ada tuh ceritanya bank bobrok di gabung jadi bagus. Case study nya gak ada.

 “Masalahnya ada sejumlah BUMN yang menjauh dari misinya. Jadi tidak relevan. Menterinya tidak mau tahu, ada BUMN yang rambah ke bisnis hotel. Adhi Karya, Hutama Karya dan Pegadaian diantaranya. Hotel Pesona di Semarang adalah milik Pegadaian, bukannya masuk ke desa-desa meningkatkan melek keuangan karena belum ada bank kok malah bikin hotel.Lalu ada hotel Grandhika milik Adhi Karya di Semarang, di belakang hotel itu, kemudian ada Haka Hotel milik Hutama Karya di Semarang yang jaraknya gak sampai 1 kilometer dari dua hotel itu bersaing satu sama lain. Padahal RI sudah punya PT Hotel Indonesia Natour dan Inna Grup Hotel. Sudah digabung jadi 1, kok ada lagi yang bikin hotel dan didiamkan saja,” jelasnya.

Faisal mengatakan yang bisa dilakukan Pemerintah adalah mengacaukan. Kalau saya KPK sudah diusut tuh kasus PGN dan Pertamina. Dari harga saham PGN Rp 6.000 jadi Rp 2.000, sekarangRp 1.600 kemarin naik sedikit karena asing beli. Kemudian Bulog kan Perum, seharusnya perusahaan perdagangan tetapi sekarang mengambil alih pabrik gula punya swasta yang bobrok, milik Kamajaya di Blora (PT Gendis Multi Manis). Rakyat Blora sudah senang karena tebunya akan digiling oleh perusahaan ini. Tetapi yang dibeli hanya mesin pengolahan gula rafinasi bukan mesin produksi gula tebu. Lalu dapat kredit dari BRI pula Rp 1,8 triliun dan sekarang macet.

 “BUMN harus betul-betul diselamatkan, karena sudah ngaco dengan membiarkan atau pembiaran. Saya tidak ada masalah pribadi dengan Rini. Tetapi ini sudah kepentingan publik. Bagaimana cara membenahinya?Negara harus menentukan sikap dulu. Dia masuk sampai titik mana. Kok sekarang ada masalah diambil alih negara bukan menyelesaikan akar masalahnya. Jadi sebelum swasta maju, negara kan harus masuk duluan,” paparnya.

Menurutnya pemerintah Indonesia sudah ada di zona ngacak. Bukannya meningkatkan pertumbuhan tetapi melemahkan pertumbuhan karena potensi yang berceceran bukan dihimpun. Jadi BUMN sudah nyikut swasta bukannya bahu membahu. Muncul istilah sinergi BUMN, misal ATM Bersama. Intinya dari pemerintah jangan kasih kesempatan ke bank swasta.

 “Intinya yang sebetulnya harus dikedepankan dari kinerja BUMN di seluruh dunia tidak ada beda dengan swasta sepanjang keduanya bersaing, Jadi yang menentukan bagus tidaknya adalah iklim persaingan yang sehat. Monopoli pada umumnya jelek, baik itu swasta maupun BUMN. Yang superior adalah BUMN atau swasta yang bersaing secara sehat. Kompetisi lebih penting,” tukasnya.

Lebih lanjut Faisal mengatakan BUMN itu ada karena dia ada maslahat sosial. Maksud saya seperti pupuk kan manfaat sosialnya besar. Jadi rugi gak apa-apa yang penting untuk petani. Kewajiban dia unutk melayani publik. “Saya memadukan eksternalitas dengan efisiensi. Jadi BUMN yang rendah efisiensinya, dan tidak punya manfaat sosial sebaiknya tidak perlu di holdingkan, sebaiknya ditutup atau dijual kalau ada yang mau. Tidak usah ada masuk dalam agenda holding. Kalau mau holding dimulai dengan penyisiran dulu,” ujarnya. (iwan)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…