Menggenjot Promosi Pariwisata Lewat Medsos

Promosi pariwisata menjadi salah satu kunci penting untuk keberhasilan upaya meningkatkan angka kunjungan turis di suatu objek wisata. Melalui promosi maka wisatawan akan mengetahui bahwa ada lokasi yang menarik untuk disinggahi.

Promosi wisata memberikan informasi kepada publik bahwa ada pemandangan alam yang indah, ada budaya lokal yang memiliki keunikan, dan ada kuliner-kuliner lezat yang siap memanjakan lidah. Dengan promosi yang optimal, semua potensi yang dimiliki suatu tempat tujuan wisata dapat diketahui masyarakat luas dan dapat menggenjot pembangunan sektor pariwisata di suatu daerah.

Meski demikian, pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Chusmeru, mengatakan promosi pariwisata pada saat ini memerlukan terobosan. “Terobosan seperti apa? Misalnya, dengan melakukan pembauran promosi wisata lewat internet atau media sosial, yang dikenal istilah komunikasi atau promosi digital”, kata dia..

Pasalnya, pada era digital promosi pariwisata memang tidak cukup hanya dilakukan melalui media konvensional. “Media konvensional apa yang dimaksud? misalkan iklan luar ruang, seperti baliho, billboard, brosur, leaflet, iklan di media cetak, radio, dan juga televise”, kata Chusmeru.

Media-media tersebut dinilai berbiaya tinggi, tidak interaktif, kurang dapat diperbaharui setiap saat, dan sulit diprediksi efektivitasnya. Selain itu, tidak dapat diketahui secara langsung respons, minat, dan motif kunjungan wisatawan ke suatu tempat wisata. “Padahal, hal itu sangat penting agar para pihak terkait dapat melakukan pembenahan di seluruh sektor guna menarik minat wisatawan”, jelas dia.

Selain itu, kata Chusmeru, upaya promosi pariwisata juga tidak cukup hanya dilakukan melalui pameran atau konferensi. Perlu ada promosi yang tepat sasaran, promosi yang "kekinian", promosi yang efektif menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung. “Atas dasar itulah, perlu ada terobosan untuk promosi potensi pariwisata dengan memanfaatkan berbagai aplikasi media sosial yang ada”, kata Chusmeru..

Pada saat ini, ada beragam aplikasi media sosial yang bisa dimanfaatkan untuk memperkuat promosi pariwisata. Misalkan saja, website, twitter, instagram, facebook, youtube, line, path, dan berbagai aplikasi media sosial lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah hingga pengelola objek wisata.

Menurut Chusmeru, media digital relatif lebih murah, namun bersifat masif. Media sosial juga sangat menarik dan interaktif.

Para pemangku kepentingan bisa kapan saja melakukan pemuktahiran mengenai informasi seputar destinasi wisata. Dan yang terpenting, para pemangku kepentingan dapat mengetahui respons, minat, dan motif wisatawan. “Semua itu dapat diketahui melalui dialog atau diskusi pengunjung web, anggota, atau pengikut akun media sosial suatu destinasi wisata”, kata dia.

Terlebih lagi, pada saat ini wisatawan cenderung mencari informasi lewat internet atau media sosial karena lebih mudah, murah, cepat, dan kredibel. Contohnya saja, pada saat ini banyak reservasi hotel, restoran, atau perjalanan yang dilakukan secara dalam jaringan.

Hal itu, kata Chusmeru, merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya di bidang pariwisata. "Sudah saatnya pemerintah daerah menangkap kecenderungan perubahan orientasi wisatawan dalam mencari informasi wisata ini," katanya.

Untuk menyukseskan upaya tersebut, berbagai cara dapat dilakukan oleh pemerintah daerah misalkan dengan menyiapkan sistem dan tenaga terampil untuk mengelola komunikasi dan promosi digital. “Dengan catatan, harus selalu "update", serta dikemas secara menarik, dan bersifat objektif”, imbuh dia.

Upaya lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah bekerja sama dengan para pegiat media sosial untuk upaya promosi pariwisata daerah. Langkah tersebut, kata dia, sangat efektif untuk menyebarluaskan informasi terkait potensi dan keunggulan pariwisata di suatu daerah.

Terlebih lagi pada saat ini, kata dia, telah banyak individu ataupun kelompok yang membuat akun di media sosial dan terkait destinasi wisata suatu daerah.

Oleh karena itu, tinggal bagaimana upaya pemerintah daerah dan para pihak terkait lainnya untuk menangkap dan memanfaatkan peluang yang ada.

Chusmeru juga mengingatkan bahwa generasi saat ini merupakan generasi wisatawan milenial. “Pendekatan terhadap generasi wisatawan milenial sudah tentu dapat dilakukan melalui komunikasi digital”, kata Chusmeru.

Dia juga menambahkan bahwa konten promosi juga perlu mendapatkan perhatian. Misalkan, fokus mengangkat keunikan suatu daerah. "Tonjolkan keunikan khas daerah masing-masing, agar wisatawan tidak jenuh berkunjung ke satu daerah yang memiliki atraksi sama dengan daerah lain. Daya tarik wisata sebaiknya yang memiliki keunikan yang khas daerah masing-masing," katanya.

 

Offline ke Online

 

Sedangkan  Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Edi Santoso menambahkan memilih media akan sangat terkait dengan siapa segmen yang akan dituju. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun lalu, menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet terus meningkat.

Sebagian besar dari pengguna internet itu adalah kalangan muda yang juga merupakan pengguna media sosial. Dengan demikian, promosi apapun, termasuk pariwisata, tidak bisa mengabaikan fakta ini.

Pada saat ini, kata Edi, masyarakat telah melakukan ekstensi interaksi, dari ranah "offline ke online" atau luar jaringan ke dalam jaringan. Apalagi, kalau segmen sasarannya merupakan kalangan muda, sudah merupakan sebuah keharusan untuk menggencarkan promosi menggunakan internet atau media sosial.

Pemanfaatan media sosial juga bisa dilakukan dengan mendorong partisipasi masyarakat setempat untuk ikut menjadi bagian dari tim promosi. Misalnya, dengan memanfaatkan para jurnalis warga atau warganet terkait.

Menurut Edi, beberapa tempat wisata menjadi lebih populer karena publikasi oleh para warganet. Mereka disebutnya sebagai melakukan hal tersebut secara sukarela. "Istilahnya, ini bentuk dari 'user generated content', isi media yang dibuat sendiri oleh pengguna atau 'netizen'," katanya.

Edi mencontohkan, di Banyumas ada destinasi wisata "small world", yaitu taman miniatur dunia yang menjadi populer karena media sosial. Beberapa warganet mengunggah hasil swafoto mereka ke media sosial dan akhirnya menjadikan destinasi wisata tersebut lebih populer. Hal itu, menurut dia, bisa menjadi contoh dampak positif media sosial bagi promosi di sektor pariwisata. (ant)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…