PERBANKAN DI DAERAH RENTAN DANA KAMPANYE PILKADA - PPATK Usul Perpres Beneficial Owner

Jakarta-Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendorong segera diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) terkait kepemilikan perusahaan penerima manfaat atau “beneficial ownership”. PPATK juga mengingatkan perbankan di daerah rentan dimanfaatkan sumber pendanaan kampanye dalam Pilkada 2018.

NERACA

Menurut Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, pentingnya Perpres Beneficial Ownership (BO) dirancang untuk mengetahui identitas penerima manfaat dari korporasi atau legal arrangement tertentu. “Selama ini, concern pemerintah baru tertuju kepada legal ownership, sehingga acapkali penerima manfaat sebenarnya tak terlacak,” ujarnya di Jakarta, pekan ini.

Menurut dia, penerbitan Perpres tersebut, merupakan salah satu langkah untuk mempercepat peningkatan transparansi kepemilikan perusahaan penerima manfaat dari aktivitas perekonomian.

Dengan rencana penerbitan Perpres itu, menurut Kiagus, pemerintah akan mengetahui apabila sebuah korporasi atau pemilik korporasi terlibat kejahatan. “Transparansi itu akan memudahkan PPATK mendeteksi praktik pencucian uang yang menggunakan sarana korporasi dan legal arrangement,” katanya.

Perpres Beneficial Ownership sendiri diharapkan dapat berjalan beriringan dengan program Ditjen Pajak terkait keterbukaan informasi, Automatic Exchange of Information (AEoI). Regulasi tersebut nantinya akan mengatur kewajiban pengungkapan kepemilikan saham atau perusahaan di seluruh industri, tidak hanya di bidang ekstraktif.

Dalam mengimplementasikan beneficial ownership di seluruh sektor industri, pemerintah nanti juga akan menggandeng semua pihak seperti Kementerian Keuangan, Bappenas, KPK, OJK, Bank Indonesia dan pihak lainnya mengingat aturan terkait keterbukaan kepemilikan saham atau penerima manfaat masih tersebar di dalam beberapa kementerian dan lembaga tersebut.

Pada bagian lain, PPATK menyatakan pada tahun depan, perbankan khususnya di daerah rentan dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan kampanye. Hal tersebut terkait dengan pelaksanaan 171 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada tahun depan.

Badaruddin mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh PPATK, menjelang Pilkada serentak pada tahun depan, perbankan, khususnya bank daerah rentan dan berpotensi digunakan oleh para calon yang maju dalam Pilkada untuk membiayai segala bentuk kampanye dan memuluskan jalan menjadi Kepala Daerah.

Menurut dia, modus yang sering digunakan oleh calon kepala daerah atau pendukung calon adalah dengan mengajukan kredit ke perbankan. Dana pinjaman tersebut nantinya digunakan untuk membiayain kebutuhan calon kepala daerah selama masa kampanye.

"Modus yang sering terjadi adalah pemberian atau pengucuran kredit dalam jumlah yang relatif besar kepada masyarakat atau nominee dengan penerima manfaat sebenarnya adalah para calon kepala daerah yang akan bertarung," ujarnya.

Karena itu, PPATK memperingatkan kepada perbankan, khususnya Bank Daerah, untuk tidak melakukan kegiatan operasional bank yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara kepada seluruh calon kepala daerah yang akan bertarung pada Pilkada serentak di 2018, PPATK mengimbau untuk bersikap jujur, terhormat dan kesatria dalam memenangkan hati pemilih.

"PPATK juga mengimbau agar masyarakat Indonesia lebih cerdas dalam menentukan pilihan dalam Pilkada serentak tahun 2018, dengan memilih sesuai harapannya dan menghindari praktik politik uang," ujarnya.

Kasus TPPU

Tentang kinerja PPATK selama 2017 terungkap, terjadi potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan nilai mencapai Rp 747 triliun. TPPU ini diduga dilakukan oleh oknum dari berbagai profesi mulai dari gubernur hingga kepala Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

‎Menurut Badaruddin, sepanjang 2017, jumlah Informasi Hasil Pemeriksaan dan Laporan ‎Hasil Pemeriksaan (IHP/LHP) sebanyak 20 laporan atau informasi. Semuanya telah disampaikan kepada aparat penegak hukum yang terdiri atas KPK sebanyak 11 laporan, Polri tiga laporan, Direktorat Jenderal Pajak dua laporan. Kemudian Direktorat Jenderal ‎Bea dan Cukai dua laporan, dan TNI, BNN, serta Kejaksaan masing-masing sebanyak satu Laporan.

"LHP/IHP dimaksud adalah output kegiatan pemeriksaan yang dilakukan pada akhir 2016 sampai dengan akhir 2017 terhadap 19 pihak terlapor," ujarnya.

Kemudian, PPATK juga telah melakukan pemeriksaan dilakukan terhadap 228 rekening pihak terlapor yang tersebar di sejumlah Penyedia Jasa Keuangan Bank dan Non Bank. Rekening ini tersebar di berbagai lokasi di Gresik, Magetan, Madiun, Surabaya, Mataram, Pontianak, Bandung, Kendari, Purwakarta, Kawang, Sumbawa Barat, Mataram, dan Banjarmasin.

"Ke-19 pihak terlapor berprofesi sebagai Gubernur, Bupati, Kepala Bappeda, aparat penegak hukum, pegawai negeri sipil (PNS), pengusaha (pihak swasta), pejabat lelang, dan Kepala RSUD," tutur dia.

Sebelumnya PPATK mengaku telah menelusuri transfer dana sebesar US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 18,9 triliun milik nasabah Indonesia dari Guernsey, Inggris ke Singapura melalui Standard Chartered Plc. Hasil pelacakan tersebut telah diserahkan kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan.

"PPATK sudah melakukan analisis sejak beberapa bulan lalu, dan hasilnya sudah kami kirim ke Ditjen Pajak," ujar Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae seperti dikutip Liputan6.com, belum lama ini.

Dia mengungkapkan, PPATK menyerahkan laporan hasil penelusuran transfer dana jumbo itu kepada Ditjen Pajak karena diduga aliran duit tersebut dalam rangka pengelakan atau pengemplangan pajak (tax evasion).

Pemilik dana sekitar Rp 18,9 triliun itu, menurut Dian, bukan hanya nasabah individu atau perorangan. Melainkan sejumlah perusahaan dan pengusaha berkewarganegaraan Indonesia. "Kami kirim ke Ditjen Pajak karena memang dugaan sementara adalah tax evasion (tax fraud). Yang kami sampaikan sejumlah perusahaan dan pengusaha WNI," ujarnya.

Saat ini, Dian mengungkapkan, Ditjen Pajak tengah melakukan investigasi atas hasil analisis dari PPATK terkait kasus tersebut. Dengan demikian, dia meminta seluruh pihak untuk bersabar menunggu hasil investigasi Ditjen Pajak.

"Benar atau tidaknya dugaan itu (tax evasion), tergantung hasil investigasi Ditjen Pajak sebagai pihak yang berwenang urusan ini. Untuk detilnya, lebih baik menanti hasil investigasi atas hasil analisis kami itu," ujarnya.

PPATK, menurut dia, akan terus berkoordinasi dengan Ditjen Pajak dan aparat penegak hukum untuk melihat apakah ada tindak pidana lain, misalnya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), selain pengelakan pajak maupun tax fraud.

"Kalau soal indikasi TPPU bisa saja. Kami tidak akan buru-buru menyimpulkan itu. PPATK masih terus mendalami kemungkinan TPPU-nya. Jadi supaya tidak menimbulkan simpang siur, tunggu hasil investigasi Ditjen Pajak," ujar Dian.

Saat dikonfirmasi terpisah saat itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama enggan menjelaskan secara lebih rinci mengenai hasil analisis PPATK maupun investigasi yang dilakukan Ditjen Pajak. "Informasi itu (transfer dana) pasti kami tindaklanjuti. Tapi untuk saat ini belum ada yang bisa saya sampaikan," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…