Dana Desa vs Potensi Konflik

Kecenderungan penyelewengan dana desa kini menjadi perhatian banyak pihak. Untuk itu, pemerintah perlu bertindak cepat untuk mengantisipasinya antara lain mengubah desain, di samping harus memberi perhatian ekstra terhadap aspek pencegahan penyelewengan dan potensi konflik dalam pemilihan kepala desa/lurah.

Patut diketahui bahwa hingga September 2017, Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa sudah menerima 10.000 laporan masyarakat mengenai dugaan penyalahgunaan dana desa dari seluruh Indonesia.  Dari jumlah laporan itu, terlihat cukup jelas bahwa masyarakat sangat responsif dan peka terhadap alokasi dana desa.   

Lebih ideal lagi jika perubahan desain pemanfaatan desa tahun 2018 itu dipadukan dengan empat program unggulan Kemendes PDTT untuk mewujudkan desa mandiri. Antara lain penetapan produk unggulan desa untuk dikembangkan, mendirikan badan usaha milik desa (BUMDes), pembangunan sarana olah raga desa dan embung desa.  Program mana yang lebih diprioritaskan tentu saja bergantung pada potensi setiap desa. Saat ini ada 74.958 desa dan 8.430 kelurahan yang menjadi sasaran dana desa. Ingat, pada 2017 dan 2018, alokasi dana desa sudah mencapai Rp60 triliun.

Nah, mulai Januari 2018, pemerintah berencana menetapkan pola baru dalam pemanfaatan dana desa, dengan fokus pemanfaatan ke sektor padat karya. Utamanya infrastruktur pedesaan, dan dikerjakan secara swakelola agar terbuka peluang kerja bagi angkatan kerja di desa tersebut. Tidak hanya itu, dana desa juga akan dimanfaatkan untuk menyediakan makanan tambahan dan pelayanan bagi masyarakat setempat. Pendekatan baru ini sudah disetujui oleh Presiden Jokowi.   

Selain itu, setiap desa tidak akan menerima jumlah dengan nominal yang sama. Besar kecilnya bergantung pada jumlah warga miskin di desa bersangkutan. Persentase kenaikannya untuk tahun mendatang pun diperbesar. Desa yang jumlah penduduk miskinnya lebih banyak akan dinaikkan dari sebelumnya 20% menjadi lebih dari 35%.   

Kita perlu mengingatkan, perubahan desain pemanfaatan dana desa saja tidak cukup. Pemerintah harus memberi perhatian khusus pada potensi konflik antarwarga desa, khususnya pada momentum pemilihan kepala desa. Fakta terakhir ini, banyak portal berita dari berbagai daerah melaporkan bahwa pemilihan kepala desa (Pilkades) kini mulai rawan konflik. Bahkan sangat berbeda dengan tahun-tahun terdahulu. Diasumsikan rawan konflik karena perebutan jabatan kepala desa menciptakan medan persaingan yang sangat panas. Alasannya mudah ditebak; karena kepala desa menjadi pengguna anggaran dana desa. Sehingga, tidak mengherankan jika Pilkades di desa sebuah mulai menghadirkan banyak calon.

Di sisi lain, Ketua Satgas Dana Desa Bibit Samad Rianto sudah melaporkan berbagai persoalan ke Kantor Staf Presiden (KSP). Satgas berharap, kantor Presiden semakin memahami potensi penyelewengan dana desa. Persoalan lain yang juga dilaporkan ke KSP adalah potensi konflik pada momentum pemilihan kepala desa.  Satgas sudah merekam munculnya keresahan warga desa atas potensi konflik tersebut.

Sebelumnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sudah menerima tidak kurang dari 11.000 aduan masyarakat tentang penyelewengan dana desa. Dari jumlah itu, 300 kasus telah ditangani melalui proses hukum.

Salah satu contoh kasusnya adalah pemotongan dana desa secara ilegal yang terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Tiga orang pegawai yang bertugas pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan (BPMPK) menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dana desa di Kabupaten Pegunungan Bintang. Para tersangka dituduh melakukan tindak pidana dana desa yang menyebabkan negara rugi Rp4,1 miliar dari anggaran Dana Desa Tahun 2016. Mereka memotong anggaran dana desa sebesar Rp 15 juta per desa dari 277 desa di Kabupaten Pegunungan Bintang. 

Satgas Dana Desa juga menemukan fakta tentang banyaknya kepala desa yang belum bisa membuat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) Desa. Faktor ini menjadi salah satu sebab  sejumlah kepala desa tersandung masalah hukum.

Atas berbagai kasus tersebut, pemerintah sudah saatnya harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) dalam kebijakan pencairan dan pengalokasian dana desa. Tidak ada yang salah dari kebijakan atau pendekatan pembangunan dengan mengalirkan dana ke desa-desa.  Namun, kebijakan itu perlu tepat sasaran dan tepat guna, sehingga ada kepastian bahwa aparatur desa penerima sudah siap dengan perangkat administrasinya. 

 

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…