Harbolnas Tembus Rp4 T, Daya Beli Kuat?

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

            Data dari Panitia Harbolnas alias Hari Belanja Online Nasional mencatatkan transaksi event diskon e-commerce terbesar di Indonesia menembus Rp4 triliun. Angka ini naik Rp700 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,3 triliun. Apakah ini pertanda daya beli masyarakat cukup kuat? Jawabannya belum tentu. Pertumbuhan jual beli online dalam kurun waktu 3 tahun terakhir memang cukup signifikan. Data BI mengungkap tahun 2016, transaksi e-commerce mencapai Rp75 triliun.

            Selain itu banyak yang dengan mudah menuduh tutupnya gerai minimarket 7-eleven, department store Lotus dan Debenhams sebagai fenomena shifting ke online. Faktanya porsi transaksi barang di toko online bagaimanapun juga hanya 1% dari total ritel nasional. Untuk melihat fenomena daya beli harus meneropong dari gambaran agregat makro. Jangan terjebak dengan fenomena yang mikro.

            Data konsumsi rumah tangga secara makro turun bahkan pertumbuhannya hanya 4,9% pada triwulan ke III 2017. Masyarakat bukan malas berbelanja di toko konvensional, melainkan karena uang untuk belanja terutama lapisan masyarakat kelas bawah menipis. Pencabutan subsidi listrik langsung memukul daya beli masyarakat, belum lagi harga-harga barang terus naik. Pendapatan masyarakat secara riil tak mampu mengejar kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.

            Jika ingin melihat daya beli masyarakat Indonesia lihatlah di pasar tradisional. Data dari Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional menyebutkan penurunan penjualan hingga 35% pada saat Lebaran lalu. Ini cukup aneh, karena penjualan beras, gula dan bawang merah tidak mungkin terdisrupsi online. Sebagian besar masyarakat masih belanja di toko fisik. Artinya memang daya beli masyarakat sekarang sedang lesu. Tidak bisa dibantah lagi.

            Belanja online bisa dilakukan jika ada dua fasilitas yakni gadget baik smartphone maupun komputer dan jaringan internet. Kalau salah satu fasilitas tidak tersedia, maka transaksi online tidak bisa dilakukan. Masalahnya kelas masyarakat yang beli gadget canggih adalah masyarakat kelas menengah. Harga smartphone rata-rata diatas Rp1 juta, belum membeli paket data internet sudah cukup menguras kantong. Garis kemiskinan di Indonesia versi BPS tercatat sebesar Rp361.990 per kapita per bulan. Itu artinya buat beli makan untuk esok saja susah apalagi mensisihkan uang untuk beli gadget smartphone. Selain itu jangankan bicara soal penetrasi internet diluar Jawa yang angkanya dibawah 10%, jaringan listrik saja belum menyentuh seluruh pelosok desa.

            Sudah jelas bahwa demam Harbolnas merupakan demam nya kelas menengah, bukan demam 27,7 juta orang miskin. Jangan dihubung-hubungkan antara belanja online dengan daya beli masyarakat karena mau naik 200% pun angka nya dibanding tahun lalu, tetap tidak mencerminkan kondisi nasional. Pemerintah tidak boleh mendapat gambaran yang salah, dan menganggap tidak ada masalah ekonomi hanya melihat dari aktivitas jual beli online yang terkadang dibesar-besarkan.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…