Proyeksi Kebutuhan Gula Industri 3,6 Juta Ton di 2018

NERACA

Jakarta - Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto memperkirakan konsumsi gula mentah untuk kebutuhan industri mencapai 3,6 juta ton pada tahun depan. Proyeksi tersebut lebih tinggi 6% ketimbang konsumsi gula mentah kebutuhan industri tahun ini sebesar 3,4 juta ton. Proyeksi pertumbuhan konsumsi berada di bawah proyeksi pertumbuhan industri makanan minuman sebesar 7%—8%. “Kita tidak mengambil angka yang terlalu agresif. Pemerintah mengindikasikan pertumbuhan konsumsinya sekitar 5%—6%,” ujarnya di sela Musyawarah Nasional VI Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia di Jakarta, Selasa (12/12).

Menurut data, kebutuhan gula nasional sepanjang 2016 mencapai 5,7 juta ton. Sebanyak 2,9 juta ton di antaranya merupakan kebutuhan industri. Sisanya sebanyak 2,8 juta ton merupakan konsumsi masyarakat. Produksi  gula pada 2016 lalu hanya mencapai 2,2 juta ton. Sebanyak 1,2 juta ton di antaranya merupakan hasil produksi BUMN, dan sisanya sebanyak 999.600 ribu ton merupakan produksi swasta. Pada tahun ini, produsen BUMN ditarget memproduksi sebanyak 1,6 juta ton gula.

“Selisih permintaan dengan realisasi produksi sebesar 4,2 juta ton pada tahun lalu itu akhirnya terpenuhi impor. Pada tahun ini, selisih tersebut diperkirakan semakin melebar lantaran realisasi produksi tak sesuai harapan. “Dari indikasinya, produksi tahun ini jauh lebih rendah dari tahun lalu,” tukas Panggah.

Di tempat yang sama, Asisten Deputi Bidang Perkebunan dan Hortikultura Kemenko Perekonomian Willystra Danny memproyeksikan kebutuhan gula konsumsi dan industri mencapai 6,8 juta ton pada 2020. Kebutuhan terus meningkat, tapi produksinya terus menurun. Gap yang semakin melebar itu menjadi alasan mengapa impor raw sugar terus meningkat. Produksi gula domestik terus menurun dalam lima tahun terakhir. Pada 202 lalu, produksi gula perusahaan BUMN dan swasta mencapai 2,59 juta ton. Angka itu terus menyusut hingga hanya sebesar 2,21 juta ton pada 2016 lalu.

Padahal, terdapat sebanyak 48 pabrik gula milik BUMN dan 17 pabrik gula swasta  yang beroperasi di dalam negeri. Willystra menyatakan kapasitas produsen gula di dalam negeri umumnya berada di bawah skala ekonomis. “Dari 48 pabrik gula BUMN existing, hanya 12 yang berkapasitas di atas 4.000 tones cane per day,” ujarnya.

Beberapa tantangan bagi pengembangan industri gula merupakan terpusatnya pabrik gula di area Jawa. Sebab belum ada ketentuan yang mengatur jarak area  operasi pabrikan satu sama lain. Hal itu mendorong overlapping area operasi sesama pabrikan. Di samping itu, sebanyak 78% pabrikan gula BUMN yang beroperasi di Jawa sudah menginjak usia di atas 100 tahun. Akibatnya, produkstifitas pabrikan terus terkikis karena beroperasi dengan tingkat efisiensi yang relatif rendah.

Willystra menyatakan pemerintah mesti mendorong adanya investasi pembangunan pabrik gula baru setiap tahun. “Paling tidak setiap tahun mesti membangun 4 pabrik gula baru dengan kapasitas di atas 12.000 TCD untuk mencapai swasembada gula,” tukasnya.

Ketua Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Benny Wahyudi menyatakan salah satu kendala dalam penyediaan bahan baku tebu adalah minimnya ketersediaan lahan. Pemerintah mewajibkan pabrikan gula rafinasi yang berinvestasi membuka lahan perkebunan dalam grace period 3 tahun. “Lahan kita ketahui bersama memang bukan urusan mudah, dan resiko investasinya pun bagi kami sangat besar,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia Adhi S. Lukman mengusulkan agar pemerintah tak perlu lagi memberikan perlakuan yang berbeda terhadap tata niaga gula kristal putih dan gula kristal rafinasi.  “Karena selalu di negara ini yang menjadi korban adalah industri. Kalau usulan saya lebih baik tidak usah ada lagi pembedaan gula kristal putih dengan gula kristal rafinasi, lebih baik dihapus saja supaya tidak menimbulkan distorsi,” ujarnya.

Adhi berpendapat pembedaan penggolongan terhadap komoditas gula tersebut kerap menimbulkan berbagai persepsi negatif kepada industri. “Saya berani pastikan kepada pemerintah, industri tidak pernah sekalipun overstock. Industri makanan minuman selalu memakai gulanya sesuai kebutuhan,” ujarnya.

Pemerintah memperkirakan konsumsi gula mentah untuk kebutuhan industri mencapai 3,6 juta ton pada tahun depan. Proyeksi tersebut lebih tinggi 6% ketimbang konsumsi gula mentah kebutuhan industri tahun ini sebesar 3,4 juta ton.

BERITA TERKAIT

Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan BBM Subsidi Sesuai Kuota

NERACA Jakarta – Besaran kuota subsidi BBM dan LPG pada tahun 2024 telah ditetapkan. Didasarkan pada SK Kepala BPH Migas…

2024 Pertamina Siap Salurkan Subsidi Energi Tepat Sasaran

NERACA Jakarta – Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai…

Pemurnian Nikel di Kalimantan Timur Terima Tambahan Pasokan Listrik - TINGKATKAN HILIRISASI

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong industri untuk meningkatkan nilai tambah melalui…

BERITA LAINNYA DI Industri

Pertamina Patra Niaga Siap Salurkan BBM Subsidi Sesuai Kuota

NERACA Jakarta – Besaran kuota subsidi BBM dan LPG pada tahun 2024 telah ditetapkan. Didasarkan pada SK Kepala BPH Migas…

2024 Pertamina Siap Salurkan Subsidi Energi Tepat Sasaran

NERACA Jakarta – Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran. Melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai…

Pemurnian Nikel di Kalimantan Timur Terima Tambahan Pasokan Listrik - TINGKATKAN HILIRISASI

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendorong industri untuk meningkatkan nilai tambah melalui…