Perketat Dana Desa

Desa yang bakal kebanjiran anggaran negara pada hakikatnya bertujuan mulia, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun pada kenyataannya, banyak aparat yang belum mengerti apa itu UU Desa. Apakah implementasi UU tersebut sudah berjalan baik?

Lihat saja perangkat pemerintahan di atas desa yaitu Kecamatan, saat ini kurang diperhatikan keberadaannya. Padahal kenyataannya, kecamatan selalu berhubungan langsung dengan desa. Karena wujud kecamatan pun sudah kurang bermakna, karena banyaknya pemekaran kecamatan untuk dasar pemekaran kabupaten/kota, tentu hal ini berpengaruh pada posisi camat yang sering berganti. Nah kemudian muncul kebijakan dana APBN yang langsung disalurkan ke setiap desa, tanpa sepengetahuan kecamatan. Ini jelas ada perangkat pemerintahan yang lepas tanggung jawab dalam hal transfer dana desa tersebut.  

Menyimak data BPK (2006) tentang audit transfer dana ke daerah, terungkap banyak penyimpangan dalam penyalurannya, sehingga sangat berisiko terjadinya moral hazarddi perangkat pemerintahan desa. Seperti hasil pemeriksaan semester II-2016 dengan tujuan pemeriksaan tertentu, penyaluran dana desa di  enam pemerintah daerah:  Kabupaten Karangasem, Pemkab Brebes, Pemkab Grobogan, Pemkab Jepara, Pemkab Temanggung dan Pemkab Situbondo, dapat dikatakan terjadi masalah disemua objek yang diperiksa. Dan masalah itu mencakup berbagai sektor, baik sistem pengendalian internal hingga persoalan peraturan perundang-undangan.

Yang menyangkut pengendalian intern atas pengelolaan keuangan desa, antara lain dana desa terlambat disalurkan dan tidak disalurkan langsung ke rekening desa; pelaksanaan pekerjaan dan kegiatan yang mendahului pencairan dana desa serta penatausahaan penerimaan uang dan belanja desa tidak tertib; penyimpanan uang kas desa oleh bendahara desa melebihi jumlah yang ditentukan dan terdapat kas desa yang dikuasai oleh aparat desa bukan bendahara desa; serta berbagai bentuk penyimpangan lainnya.

Persoalan utama ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pengelolaan keuangan desa juga diuraikan secara rinci dalam laporan BPK itu. Diantaranya adalah kekurangan volume pekerjaan pada 46 desa yang nilainya sebesar Rp 1,7 miliar; kekurangan volume atas 10 kegiatan pada 5 desa di Jepara yang melibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 115,68 juta; realisasi kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana anggaran belanja (RAB) yang diajukan dan terdapat selisih antara harga yang dibayarkan dengan harga pasar pada pekerjaan swakelola yang mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 428,48 juta; atau realisasi belanja desa sebesar Rp 3,15 miliar tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang sah, serta berbagai permasalahan lain dengan nilai puluhan juta sampai miliaran rupiah.

Secara umum, hasil pemeriksaan itu mengungkapkan temuan 1.804 temuan yang memuat 2.643 permasalahan. Meliputi 739 kelemahan sistem pengendalian intern dan 1.904 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Nilainya mencapai Rp 2,70 triliun. Suatu jumlah yang signifikan, mengingat nilai keseluruhan dana desa adalah Rp 46,98  triliun.  

Hasil pemeriksaan BPK ini tentu amat berguna untuk mengevaluasi keseluruhan yang menyangkut dana desa. Baik dalam hal perencanaannya, pengelolaan, maupun pengawasannya. Meski yang jauh lebih penting membina desa, sehingga menjadi sebuah organ pemerintahan terendah dan langsung berhubungan dengan masyarakat kecil.

Kita sepakat untuk mengefektifkan pengawasan dana desa yang rawan korupsi, baik di lingkup pemerintahan pusat hingga pemerintahan daerah perlu melibatkan tim khusus terpadu dari Kemenkeu, Bappenas, Kemdagri, Kementerian PDTT, BPKP dan KPK.  Sedangkan di sisi kebijakan, selain melibatkan DPR dalam pembahasan APBN, sudah saatnya perlu melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Semoga!  

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…