Peluang Bisnis Ritel Syariah

Oleh : Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Bisnis ritel di Indonesia—dalam beberapa tahun  akhir  ini mengalami kelesuan yang luar  biasa, hal ini tidak lepas  dari munculnya sistem pemasaran online berbasis digital dan lain-lain yang ditenggarai sebagai faktor pemicunya.  Selain itu pula, perilaku  konsumen yang ada selama ini yang berubah, tak bisa dipisahkan begitu saja dari lesunya bisnis ritel yang  berlangsung selama ini.  Bahkan dalam data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Pengusaha Peritelan Indonesia (Aprindo) memberikan data, bahwa sejak bulan Juni lalu pertumbuhan binis ritel yang ada selama ini hanya 5 – 6 persen atau separuh dari periode yang sama di tahun lalu sebesar 11, 75 persen. Dengan demikian ada penurunan yang signifikan dalam bisnis ritel yang terjadi pada tahun ini.

Dengan data tersebut maka sangat wajar apabila beberapa perusahaan ritel yang ada selama ini mengalami gulung tikar, bahkan menutup beberapa cabang atau perwakilan bisnisnya, karena tidak mampu menahan kerugian yang dialaminya. Kebijakan para pengusaha ritel tersebut bisa dipahami, hal ini tidak lepas dari angka pertumbuhan belanja retail yang  tidak sebanding dengan tingkat kunjungan (turn over) masyarakat ke pusat belanja yang cukup tinggi. Mereka hanya masuk, sedikit makan-minum, tetapi belanjanya rendah. Melihat fenomena yang ada selama tersebut. Benarkah bisnis retail di Indoensia  tak memiliki peluang yang sangat besar  dimasa yang akan datang?  Apakah perlu sebuah perubahan strategi dalam berbisnis retail kedepannya, agar kelesuan bisnis ritel kedepan tetap ada sebuah harapan?

Kalau dirunut tetang aspek kehidupan manusia, bisnis ritel sebenarnya tetap menjanjikan dan tak lekang dengan waktu. Peluangnya  yang sangat besar sekali dan tak akan pernah mati sama sekali. Apalagi kebutuhan hidup manusia membutuhkan berbagai jenis barang – barang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cukup besar. Terkait dengan hal tersebut sebenarnya bisnis ritel tetap diperlukan semasih ada denyut kehidupan manusia. Cuma bagaimana strategi mengubah bisnis ritel tersebut di era kekinian itu, tentunya diperlukan sebuah positioning dan differensiasi bisnis yang tepat sehingga  bisnis ritel  tetap menjanjikan.

Salah satunya adalah dalam menggunakan pola bisnis ritel syariah yang  bisa dijadikan sebagai sebuah platform atau  metodologi, dimana dalam bisnis ritel ini memiliki visi bersama dalam memiliki usaha bersama. Jadi pendekataan bisnis ini dikelola secara  berjamaah dan professional serta kepemilikkannya adalah berbasis anggota. Dengan demikian usaha ritel tersebut tidak dimiliki oleh segelintir orang saja yang banyak kita lihat selama ini. Maka badan  hukum yang cocok dalam pengembangan bisnis ritel yang tepat koperasi dimana dalam koperasi kepemilikkannya adalah para anggota. Dengan bisnis pendekatan yang demikian, maka para anggota yang ingin mengembangkan usaha dengan cara membuat warung – warung atau toko – toko kelontong bisa difasilitasi berupa barang, teknologi dan pendampingan secara langsung dari bisnis retail yang dikembangkankan oleh koperasi tersebut melalui keuntungan dengan pola bagi hasil. Jika ini diterapkan secara mekanisme modern dan teknologi IT yang bagus maka bisnis ritel ini mampu untuk menjangkau bisnis dari hulu hingga ke hilir.

Permasalahannya, konsep bisnis ritel yang demikian selama ini sangat jarang ditemukan dalam bisnis ritel di Indonesia. Yang ada hanyalah perusahaan kartel ritel menjalin kerjasama dengan komunitas masyarakat kemudian mendirikan ritel bisnis yang selanjutnya terjadi ketergantungan antara komunitas masyarakat dengan perusahaan kartel ritel bisnis tersebut. Pola ini yang berjalan selama ini, bahkan—produk – produk yang ada di masyarakat sangat sulit untuk masuk dalam bisni ritel tersebut karena adanya monopoli produk yang dimiliki oleh para kartel ritel bisnis.

Maka dari itu dalam skema bisnis ritail syariah—tak bisa berjalan demkian rupa secara konvensional, harus dirubah dengan pendekatan saling sinergi, berbagi hasil,  melengkapi dan menguatkan. Untuk itu perlu dibuatkan pola – pola bisnis ritail yang menggunakan pendekatan tanpa royalty, tanpa waralaba, barang murah dan konsinyansi. Bahkan, sistem IT dan SDM-nya  juga diberikan pendampingan sehingga sama – sama saling menguntungkan. Tak tanggung-tanggung pula prodok-produk masyarakat berbasis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) diperkenankan untuk masuk dan dipasarkan dengan demikian ada pola sinergisitas pemberdayaan terhadap wong cilik.

Jadi kesimpulannya meskipun industri ritel nasional saat ini lagi tiarap—mudah-mudahan itu hanya industri para kartel ritel saja. Semoga hal ini akan membangkitkan sebuah usaha  ritel baru yang adil yang dikelola oleh masyatarakat dengan cara  ekonomi rakyat dengan selalu mengembangkan konsep bagi hasil dalam semangat ekonominya.        

BERITA TERKAIT

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…

BERITA LAINNYA DI

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

Investasi Emas Pasca Lebaran

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Usai lebaran Idul Fitri 1445 H masyarakat Indonesia mulai menjalankan aktifitas kembali seperti biasanya…