Komisi IX: Kasus Pabrik Ilegal PCC Tanggung Jawab Tiga Instansi

Komisi IX: Kasus Pabrik Ilegal PCC Tanggung Jawab Tiga Instansi

NERACA

Jakarta - Kasus ditemukannya pabrik ilegal PCC yang beroperasi di Semarang beberapa waktu yang lalu merupakan tanggung jawab beberapa instansi terkait dan bukan hanya satu pihak saja.

Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Irma Chaniago mengatakan bahwa publik tidak bisa menunjuk satu instansi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas beroperasinya pabrik ilegal tersebut di Semarang.“Beberapa instansi terkait saya kira perlu dimintakan pertanggungjawabannya, seperti Kementerian Kesehatan, BPOM dan pihak yang berwajib. Mengapa demikian? Karena ketiga pihak inilah yang secara komprehensif harus saling berkoordinasi untuk menyelesaikan kasus-kasus seperti ini,” tutur dia dalam keterangan tertulisnya kepada Neraca, Senin (11/12).

Menurut Irma, regulasi terkait masalah pengawasan obat dan makanan harus segera diadakan untuk menyelesaikan permasalahan seperti obat palsu dan vaksin palsu. Salah satunya adalah memperkuat kewenangan BPOM agar punya gigi.

“Jadi kalau ada kasus bisa langsung tunjuk hidung untuk minta tanggungjawab. Kalau sekarang, misalkan bicara apotik yang menjual obat keras tanpa resep, BPOM dianggap tidak mengawasi. Padahal sebenarnya BPOM melakukan pengawasan. Hanya saja lembaga ini tidak bisa mengambil tindakan apapun. Ini yang harus diperbaiki,” imbuh dia.

Saat ini, tambah Irma lagi, jika menemukan sebuah kasus, BPOM hanya bisa melakukan sidak untuk kemudian dilimpahkan ke institusi lain. Dari institusi tersebut tidak ditindaklanjuti lagi sebagaimana mestinya. 

“Ini karena BPOM tidak bisa mengawasi sampai tingkat peradilan. Untuk jangka panjang, Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan penting untuk segera dibuat agar BPOM bisa melakukan sidak, sita dan sidik bersama-sama dengan pihak yang berwajib,” ujar dia. 

Karena selama ini, menurut dia lagi, otoritas tersebut dilakukan oleh institusi lain sehingga seringkali proses dan sanksinya tidak sesuai dengan regulasi. Tidak ada efek jera, bahkan pelakunya bisa lolos dan barang sitaan kembali beredar di masyarakat.

“Harusnya dihukum dua tahun dengan denda satu miliar, ternyata hanya kena 2 atau 3 bulan dengan denda 100 juta. Jadi tidak ada efek jera. Ini yang kemudian saya dan Komisi IX menilai bahwa BPOM harus diperkuat kalau ingin kesehatan masyarakat tetap terjaga. Jika Undang-Undang sudah ada namun kinerja tidak diperbaiki, kami bisa tunjuk hidung dan menuntut secara hukum,” tegas dia. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kejagung-Kementerian BUMN Rapatkan Pengelolaan "Smelter" Timah Sitaan

NERACA Pangkalpinang - Kejagung bersama Kementerian BUMN akan segera merapatkan pengelolaan aset pada lima smelter (peleburan) timah yang disita penyidik…

KPPU Kanwil I: Harga Beras Berpotensi Bentuk Keseimbangan Baru

NERACA Medan - Kepala Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kanwil I Ridho Pamungkas menyatakan harga beras berpotensi membentuk keseimbangan baru.…

DJKI Kembalikan 1.668 Kerat Gelas Bukti Sengketa Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan barang bukti sengketa kekayaan intelektual berupa 1.668…