BPS: Penurunan Angka Kemiskinan di Indonesia Lambat
NERACA
Bogor - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun. Namun penurunan ini sangat lambat.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, M Sairi Hasbullah mengatakan angka kemiskinan di Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun. Namun penurunan ini sangat lambat. Berdasarkan data BPS per Maret 2017 kemiskinan Indonesia tercatat 10,64%. Secara absolut masih sekitar 27,7 juta jiwa."Jika dilihat dari data BPS 2010 ke 2017 memang relatif lambat ya, padahal sudah puluhan triliun dikeluarkan untuk pengentasan kemiskinan," kata Sairi saat Workshop Peningkatan Wawasan Statistik Kepada Media di Hotel Lorin, Bogor, Sabtu (9/12).
Dari data BPS, kemiskinan pada 2010 tercatat 13,33% atau 31.02 juta jiwa, kemudian pada September 2011 tercatat 12,36% atau 30,01 juta jiwa. Memasuki September 2013 tercatat 11,46% atau 28,6 juta jiwa. Pada September 2014, 10,96% atau 27,73 juta jiwa.
Dia menjelaskan, saat ini karakteristik kemiskinan di Indonesia adalah disparistas yang tinggi antar provinsi, misalnya angka kemiskinan di DKI Jakarta tercatat 3,77%, namun di Papua masih 27,62%. Lalu disparitas di kota tecatat 7,72% dan di desa 13,93%."61,6% penduduk miskin berada di pedesaan," ujar dia.
Kemudian jika dikelompokan dari karakteristik rumah tangga, orang miskin adalah yang memiliki pendidikan rendah, kemudian dalam kehidupannya minim aliran listrik, sarana sanitasi dan air bersih yang tidak memadai. Lalu orang yang bekerja sebagai buruh tani, buruh serabutan, buruh industri rumah tangga dan perdagangan. Selain itu jumlah jam kerja rendah.
Kemudian Sairi juga menjelaskan selama periode September 2016 - Maret 2017 garis kemiskinan RI naik 3,45% yakni dari Rp 361.990 per kapita per bulan pada September 2016 menjadi Rp 374.478 per kapita per bulan pada Maret 2017.
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan."Pada Maret 2017, komoditi makanan menyumbang sebesar 73,31% pada garis kemiskinan," ujar dia.
Sementara, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Sri Soelistyowati menambahkan daya beli masyarakat adalah dua hal yang berbeda. Dia menyebutkan konsumsi rumah tangga memang agak melambat pada kuartal III tahun ini."Daya beli itu beda dengan konsumsi ya, untuk konsumsi rumah tangga akan ada perlambatan kuartal III," kata Sri.
Dia menjelaskan melambatnya konsumsi bukan berarti perlambatan pada daya beli. Menurut dia, penurunan konsumsi adalah kondisi di mana masyarakat ingin membeli namun ditahan karena melihat situasi dan kondisi.
Sri menjelaskan, daya beli masyarakat memang turun untuk golongan tertentu khususnya kelas bawah. Sementara untuk golongan atas cenderung menahan spending dan adanya pergeseran pola belanja."Ini bukan pembelaan soal daya beli ya. Kalau daya beli itu seperti ini, masyarakat harus konsumsi, tapi tidak mampu untuk membeli. Nah ini terjadi pada masyarakat bawah, tidak terasa di golongan atas,” ujar dia.
Dia menjelaskan pergeseran pola belanja offline ke online sebenarnya sangat kecil terhadap kontribusi perekonomian."Jika dilihat share belanja online ke industri rumah tangga masih sangat sedikit ya 0,89%, banyak yang bilang mall sepi, gerai yang jualan elektronik sepi, memang ada pergeseran," ungkap dia.
Selain pola belanja, pola konsumsi gaya hidup juga bergeser. Misalnya saat ini masyarakat lebih senang berlibur atau berekreasi dan makan di restoran. Hal ini tercermin dari tempat-tempat wisata yang semakin ramai pada akhir pekan.
Banyaknya masyarakat yang senang rekreasi harus dimanfaatkan momentumnya oleh pemerintah."Yang perlu digenjot dari momentum ini adalah rekreasi nasional harus ditingkatkan agar masyarakat tidak berlibur ke luar negeri tetapi di dalam negeri saja," ujar dia.
Seperti peningkatan kualitas tempat wisata seperti pengadaan kerja sama perjalanan antara biro pariwisata dan armada pesawat. Hal ini disebut bisa mendorong konsumsi masyarakat di dalam negeri."Jadi memang harus memfasilitasi masyarakat yang gemar berlibur," ujar dia. Mohar
NERACA Jakarta - PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL) terus memperkuat kemitraan dengan berbagai pelaku industry dan pemangku kepentingan di sepanjang…
NERACA Jakarta-Dalam menjalankan bisnisnya, IFG Life menjunjung tinggi tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang kuat dan penuh…
NERACA Jakarta - Dalam rangka meningkatkan serapan anggaran belanja di pemerintah daerah, Apkasi mengajak pihak swasta khususnya penyedia barang/jasa untuk…
NERACA Jakarta - PT Pelindo Solusi Logistik (SPSL) terus memperkuat kemitraan dengan berbagai pelaku industry dan pemangku kepentingan di sepanjang…
NERACA Jakarta-Dalam menjalankan bisnisnya, IFG Life menjunjung tinggi tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang kuat dan penuh…
NERACA Jakarta - Dalam rangka meningkatkan serapan anggaran belanja di pemerintah daerah, Apkasi mengajak pihak swasta khususnya penyedia barang/jasa untuk…