Oleh: Muhammad Razi Rahman
Penulis Bill Bryson, yang memiliki dwi kewarganegaraan AS-Inggris, pernah menulis bahwa dunia telah lupa bagaimana sukarnya kehidupan sebelum listrik diciptakan. Dia menulis, "A candle, a good candle, provides barely a hundredth of the illumination of a single 100 watt light bulb" (sebuah lilin, lilin yang bagus, hanya menyediakan seperseratus pencahayaan dari sebuah bola lampu 100 watt).
Ya, umat manusia kerap lupa bahwa beberapa abad yang lalu, listrik masih belum tersedia secara melimpah dan tersebar seperti pada era globalisasi sekarang ini. Untuk itu, tidak heran bila sejumlah pihak juga menyatakan agar berbagai kebijakan yang dikeluarkan terkait sektor kelistrikan jangan menjadi ajang uji coba bagi masyarakat tetapi harus melalui proses kajian yang mendalam dan tepat karena hal tersebut sangat vital bagi rakyat.
Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengingatkan bahwa sesuai UUD 1945 Pasal 33, cabang produksi yang mengurusi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan seutuhnya untuk kepentingan rakyat.
Untuk itu, ujar dia, langkah kebijakan terkait listrik oleh pemerintah seperti wacana penggolongan daya listrik atau penyederhanaan golongan daya listrik seharusnya dibahas terlebih dahulu dengan dewan.
Politisi Partai Gerindra itu menyatakan bahwa kebijakan tersebut awalnya diketahuinya bukan langsung dari ESDM, tetapi justru dari pihak media yang mencoba meminta konfirmasi.
Program Penyederhanaan
Sebagaimana diwartakan, Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan rencana program penyederhanaan golongan pelanggan listrik PT PLN (Persero) ke Komisi VII DPR.
Menurut Menteri Johan saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Selasa (5/12), upaya penyederhanaan golongan tarif pelanggan listrik adalah semata-mata memberi keleluasaan terhadap akses listrik yang lebih luas kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Penyederhanaan golongan pelanggan adalah aksi korporasi PLN agar pelanggan rumah tangga dapat menikmati tambahan kapasitas listrik yang diprogramkan pemerintah sebesar 35.000 MW.
Sementara itu, Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir, menyebutkan bahwa banyak masyarakat yang menginginkan wacana penyederhanaan penggolongan tarif listrik dipercepat pelaksanaannya.
Sofyan mengatakan banyak pihak yang belum paham. Padahal, PLN menawarkan penaikan daya tanpa memungut biaya sama sekali. Saat ini PLN masih menunggu respons atau tanggapan masyarakat lebih luas lagi agar dapat dikaji lebih dalam.
Sedangkan PLN juga tidak tidak mewajibkan warga masyarakat untuk melakukan penambahan daya listrik terkait rencana penyederhanaan kelas golongan pelanggan listrik tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan penyederhanaan golongan pelanggan listrik yang saat ini tengah dibahas Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) tidak akan mendorong inflasi. Argumen yang terlontar dari Menko Perekonomian adalah kalau konsumsi naik tidak masalah, karena inflasi itu terjadi bila pengeluaran orang yang naik.
Kepastian Investasi
Permasalahan lainnya dalam sektor kelistrikan yang sedang mengemuka antara lain adalah terkait langkah evaluasi kontrak yang akan dilakukan PLN dalam pembangunan pembangkit listrik di sejumlah daerah.
Sejumlah pihak menginginkan agar hal itu jangan sampai mengganggu kepastian investasi mengingat berbagai kebijakan pemerintah saat ini bertujuan menciptakan iklim yang ramah terhadap investor.
Wakil Bendahara Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta (APLSI) Rizka Armadhana mengatakan, evaluasi kontrak tersebut dapat menimbulkan hilangnya kepercayaan investor kepada pemerintah.
Sebagaimana diketahui, PLN siap mengevaluasi sejumlah PPA (perjanjian jual beli listrik) yang dibangun di pulau Jawa dan belum memasuki tahap konstruksi atau belum mendapatkan surat jaminan Kelayakan Usaha (SKJU) dari Kementerian Keuangan.
Ada dua pembangkit yang sudah dalam tahap evaluasi yakni ke PLTU Jawa 3 berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) dan PLTU Cirebon Expansion 2 dengan kapasitas 1.000 MW. Padahal, Rizka Armadhana mengingatkan bahwa pemerintah sedang berupaya memperbaiki iklim investasi, termasuk di ketenagalistrikan. Ia juga mengatakan, langkah evaluasi tersebut menimbulkan ketidakpastian di dalam kontrak kerjasama dengan PLN.
Pembangkit Kecil
Sementara itu, pengamat sektor energi, Fabby Tumiwa berpendapat, evaluasi dapat berdampak ke pembangkit-pembangkit kecil milik pelaku usaha kecil dan lokal, karena yang besar saja bisa dievaluasi, apalagi cuma yang kecil. Menurut dia, langkah peninjauan itu memberikan kesan yang buruk terhadap masa depan investasi kelistrikan di Tanah Air.
Sebelumnya, APLSI juga menginginkan pemerintah konsisten dalam melaksanakan kebijakan sektor kelistrikan yang telah ditetapkan dalam rangka benar-benar bisa mewujudkan akses elektrifikasi kepada seluruh kalangan warga di Tanah Air.
Sebagaimana diketahui, Kabinet Kerja dari Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla memiliki program megaproyek pembangkit berkapasitas 35.000 megawatt (MW) yang ditargetkan selesai pada 2019 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.
Namun kemudian, pemerintah memutuskan untuk merevisi target itu bukan sampai 2019, tetapi hingga 2024 mengingat pertumbuhan ekonomi di dalam negeri masih berada di bawah 7 persen.
Porsi pengembang swasta atau "independent power producer" (IPP) dalam megaproyek itu mencapai 25.000 MW atau lebih besar dari porsi PLN yang hanya 10.000 MW, dengan total dana pembangunan porsi IPP mencapai Rp615 triliun.
APLSI meminta pemerintah memberikan insentif kepada IPP untuk mempercepat pembangunan pembangkit. Pasalnya, selain soal pendanaan dan aturan yang kerap berubah-ubah, IPP juga dihambat oleh permasalahan seperti aspek lingkungan, sengketa lahan, dan perizinan.
Kritik Kadin
Selain itu, Kadin juga mengkritik langkah Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM yang meminta PT PLN meninjau ulang seluruh kontrak terkait kontrak jual beli listrik ("power purchase agreement"/PPA).
Wakil Ketua Umum Kadin Kawasan Timur Indonesia (KTI) Andi Rukman Karumpa mengemukakan, meski evaluasi kontrak tersebut dilakukan untuk pembangkit di Pulau Jawa, namun cukup membuat investor di KTI menjadi was-was.
Ia berpendapat hal itu memunculkan was-was kalau evaluasi menjalar sampai ke pembangkit yang terletak di KTI, begitu pula kecemasan bagi investor selain sektor kelistrikan.
Waketum Kadin menuturkan, kekhawatiran para pengusaha itu beralasan karena biaya produksi listrik di KTI sangat tinggi sehingga investasinya pun tidak seefisien di Jawa atau bagian barat Indonesia. Apalagi, lanjutnya, evaluasi kontrak PPA di sejumlah pembangkit di pulau Jawa dapat menjadi inspirasi untuk membuat langkah serupa di wilayah lain.
Untuk itu, Andi menegaskan bahwa pihaknya menolak evaluasi tersebut, namun tetap mengapresiasi dan mendukung banyaknya kemajuan dan terobosan Presiden Jokowi untuk mendorong perbaikan investasi di kawasan Indonesia Timur, termasuk dalam hal penyediaan infrastruktur dan kemudahan perizinan.
Langkah evaluasi kontrak yang akan dilakukan PLN dalam pembangunan pembangkit listrik di sejumlah daerah harus diupayakan tidak sampai mengganggu kepastian investasi mengingat berbagai kebijakan pemerintah saat ini bertujuan menciptakan iklim yang ramah terhadap investor.
Penting pula untuk diingat bahwa listrik merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan warga dalam berbagai aktivitasnya, terlebih pada masa globalisasi seperti sekarang ini, sehingga pemerintah harus bisa memastikan keberlangsungan urat nadi masyarakat tersebut. (Ant.)
Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…
Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia Merayakan bulan suci Ramadhan di tahun politik bisa menjadi momentum yang…
Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…
Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…
Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia Merayakan bulan suci Ramadhan di tahun politik bisa menjadi momentum yang…
Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…