Menkeu: Spekulasi Bitcoin Picu Bubble

Jakarta-Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengimbau masyarakat tidak berspekulasi terlalu tinggi untuk berinvestasi di uang virtual (cryptocurrency). Pasalnya, saat ini masyarakat terlihat mulai melirik cryptocurrency dalam bentuk Bitcoin karena nilainya belakangan ini cenderung meningkat.

NERACA

Pemerintah tentu tidak mengharapkan terjadinya gelembung ekonomi (economic bubble) atau gelembung spekulatif di masyarakat terkait mata uang digital ini. "Salah satu bentuk investasi, namun kita tidak berharap terjadinya suatu spekulasi atau bubble yang bisa menimbulkan kerugian," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (7/12).

Dia berharap, produk mata uang virtual seperti bitcoin tidak dijadikan sebagai ajang spekulasi yang akan membahayakan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus menjaga dan mengawasi penggunaan mata uang virtual tersebut.

"Jadi proteksi mereka yang menggunakan barang tersebut (bitcoin), apakah sebagai investasi atau untuk tujuan lain harus tetap dalam konteks keamanan investasi dan sesuai rambu-rambu di bidang keuangan maupun mata uang," ujarnya.

Menurutnya, regulasi mata uang virtual merupakan wewenang dari BI apabila menyangkut mata uang yang formal di Indonesia. Namun jika berkaitan dengan alat pembayaran atau investasi, merupakan ranah OJK yang memberi izin terhadap suatu produk yang aman untuk investasi.

"Kalau (bitcoin) adalah suatu currency yang competting terhadap currency yang formal di Indonesia, itu adalah suatu yang harus di address bank sentral. Tapi kalau menyangkut alat pembayaran atau investasi, seharusnya OJK yang yang mengeluarkan (izin) itu safe bagi investasi," ujar Menkeu.

Cryptocurrency seperti Bitcoin menurut dia, sampai saat ini belum menjadi alat pembayaran atau investasi yang sah di Indonesia. Ini sesuai penegasan Bank Indonesia (BI) juga telah mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan Bitcoin sebagai alat pembayaran di Indonesia.

"BI sebagai bank sentral kalau dia merupakan suatu currency yang competing terhadap currency formal yang ada di Indonesia. Kalau jadi alat pembayaran atau alat investasi, maka OJK yang harus mengeluarkan statement mengenai apakah produk seperti itu memang aman bagi investasi," ujarnya.

Sebelumnya lembaga keuangan internasional IMF dan pemenang nobel ekonomi Joseph Stiglitz mengingatkan, masyarakat supaya berhati-hati spekulasi terhadap maraknya transaksi mata uang digital Bitcoin di pasar internasional belakangan ini.

Dalam wawancara dengan Bloomberg baru-baru ini, Stiglitz ternyata bukan seseorang yang menyukai Bitcoin. Dia berpendapat, Bitcoin dapat sukses karena ada potensi penguatan secara siklus. Apalagi, Bitcoin juga tidak diawasi pemerintah. "Ini seharusnya dilarang karena fungsinya tidak bermanfaat secara sosial," ujarnya seperti dikutip dari laman Fortune, pekan lalu.

Bitcoin memang mengalami euforia dalam beberapa pekan terakhir. Pada Rabu (29 /11), nilai mata uang itu mencapai titik US$ 11.000. Stiglitz menilai meski pertumbuhan mata uang digital begitu cepat, Bitcoin lama-kelamaan akan seperti "gelembung" dan menunggu waktu untuk pecah. "Ini memberikan waktu kepada orang saat nilai Bitcoin naik dan kemudian turun," ujarnya.

Stiglitz mencatat kalau lonjakan nilai Bitcoin saat ini berasal dari harapan nilainya akan terus naik di masa mendatang. Namun, ketidakpastian itu juga dikombinasikan dengan pemerintah yang dapat menekannya setiap saat.  Hal ini juga menunjukkan apa yang dikatakan Stiglitz ada benarnya. Nilai Bitcoin akhirnya turun 20% usai memecahkan rekor sepanjang masa pada pekan lalu.

Popularitas mata uang digital (Bitcoin)nbelakangan ini tengah meroket. Hal ini ditandai dengan terus melonjaknya harga Bitcoin dari waktu ke waktu.  Nilai dari mata uang digital ini pernah meningkat ke angka US$ 5.700 atau sekitar Rp 77 juta. Ini merupakan rekor tertinggi yang pernah ditorehkan oleh Bitcoin sepanjang sejarah. Melesatnya popularitas mata uang digital di tengah harganya yang kian meningkat tentu membuat para pelaku pasar makin siaga.

Managing Director Badan Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengatakan, kini sudah saatnya para pelaku pasar berhati-hati dan menganggap hal ini semakin serius. "Saya pikir sebentar lagi kita akan melihat perubahan besar," ujarnya seperti dikutip CNBC, belum lama ini.

Meski demikian, Lagarde juga mengingatkan bahwa pemakaian mata uang digital ini tidak selamanya buruk. Untuk itulah, para pelaku pasar harus benar-benar cermat dalam melihat perubahan ini. Ada implikasi yang lebih luas dalam dunia teknologi. "Saya pikir seharusnya kita tidak mengategorikan apa pun yang berhubungan dengan mata uang digital dalam spekulasi negatif, seperti skema ponzi. Ini jauh lebih dari itu juga," ujarnya.

Mengutip laman CNBC, Rabu pekan ini, Bitcoin sempat sentuh level US$ 12.198 atau sekitar Rp 165,10 juta (asumsi kurs Rp 13.535 per US$). Bahkan aset bitcoin sempat berada di level US$ 5.000 pada Oktober kemudian menyentuh US$ 11.000 untuk pertama kali berdasarkan data CoinDesk.

Dengan lonjakan itu, mata uang digital tersebut memiliki nilai pasar sekitar US$ 203 miliar. Angka ini lebih dari dua kali kapitalisasi pasar Goldmand Sachs. Kenaikan nilai Bitcoin tersebut menimbulkan banyak kritik dari sejumlah tokoh di bidang keuangan dan ekonomi. Salah satunya Stephen Roach, Ekonom Senior Universitas Yale. Dia sangat skeptis terhadap investasi pada bitcoin. "Ini adalah konsep yang beracun bagi investor. Ini gelembung spekulatif berbahaya," ujarnya.

Akan tetapi, ada sejumlah elemen di pasar keuangan yang menerima aset mata uang digital baru. Salah satunya bursa berjangka di Amerika Serikat (AS) yang melegitimasi investasi mata uang digital tersebut..

Makin Berkembang

Secara terpisah, CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan menuturkan, kondisi secara umum mata uang digital terus berkembang. Menurut dia, tak hanya bitcoin, mata uang digital lainnya, etherum, juga ikut berkembang. Ini mengingat, teknologi di belakang mata uang digital terutama bitcoin yaitu blockhain juga berkembang cukup bagus.

Di Indonesia, menurut Oscar, bitcoin juga makin dikenal meski belum signifikan seperti negara lain. Ini didukung dari anak muda Indonesia semakin banyak dan paham teknologi. Kini anggota dari Bitcoin. Indonesia yang ditangani oleh Oscar mencapai sekitar 600 ribu, yang sebagian besar anggota Bitcoin Indonesia adalah mahasiswa.

"Indonesia makin berkembang. Anak muda Indonesia banyak dan pintar. Mau terbuka dengan teknologi. Apalagi teknologi blockchain cukup berkembang. Bila paham teknologi, baru mengerti mengapa nilai bitcoin naik," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com, pekan ini.

Lebih lanjut dia menuturkan, transaksi Bitcoin di Indonesia lebih banyak dipakai untuk spekulasi ketimbang alat pembayaran. Oscar menuturkan, para pemegang bitcoin tersebut menyimpan sebagai aset masing-masing dari setiap individu. "Bitcoin di Indonesia dipakai spekulasi dan tidak jadikan sebagai alat pembayaran," ujarnya.

Gubernur BI Agus Martowardojo menegaskan, bitcoin bukan merupakan alat pembayaran yang sah. BI sebagai otoritas moneter menyatakan, bitcoin tak masuk dalam alat pembayaran yang sah. "Itu bukan alat pembayaran. Kalau mau nanya tentang Bitcoin perlu memahami posisi dari otoritas adalah mengarahkan itu bukan alat pembayaran yang sah," ujarnya.

Terkait hal itu, Oscar sependapat dengan BI. "Bank Indonesia menyatakan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Saya setuju dengan pendapat BI. Transaksi harus dengan rupiah. Bitcoin tidak sebagai alat pembayaran," kata Oscar.

Oscar mengibaratkan bitcoin seperti emas, tapi berbentuk digital. Pihaknya pun bukan mengelola bitcoin, tetapi mempertemukan penjual dan pembeli. "Kami ini seperti marketplace yang pertemukan penjual dan pembeli. Kami tangani 15 digital aset," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…