"Leisure Economy" dan Potensi Basis Pajak Baru

Oleh: Mohamad Apip, Staf Direktorat Jenderal Pajak *)

Pakar marketing, Yuswohady, dalam lamannya mengunggah tulisan berjudul “Welcome Leisure Economy”. Tulisan itu menyoroti fenomena turunnya daya beli konsumen, yang ditandai dengan sepinya gerai ritel konvensional seperti Matahari, Ramayana, dan lain-lain.

Sebagian pakar berpendapat bahwa sepinya gerai ritel konvensional seperti di atas karena adanya peralihan konsumen ke gerai ritel online seperti Tokopedia atau Bukalapak. Namun Yuswohady mempunyai pendapat lain. Menurutnya, telah terjadi pergeseran pola konsumsi masyarakat, terutama konsumen kelas menengah. Konkretnya, pergeseran yang terjadi adalah bukan pada cara berbelanja melainkan jenis atau varian barang yang dibeli. Yang semula lebih banyak pada konsumsi non-leisure sekarang bergeser ke konsumsi leisure. Badan Pusat Statistik mengklasifikasikan konsumsi non-leisure mencakup pangan, sandang, papan, dan benda fisik, sedangkan konsumsi komoditas kegiatan waktu luang (leisure) mencakup restoran, hotel, tempat rekreasi dan kegiatan kebudayaan.

Kemudian, pola konsumsi mereka pada saat semakin kaya, bergeser pula dari konsumsi barang yang tahan lama (goods-based consumption) menjadi konsumsi pengalaman (experienced-based consumption) seperti liburan, menginap di hotel, nongkrong di kafé/resto, nonton film, dan lain-lain.

Geliat perubahan perilaku konsumsi ini tidak bisa dipungkiri keberadaannya dan bisa kita rasakan di sekeliling kita, terutama di daerah-daerah perkotaan. Tak terkecuali, seperti terlihat di Kota Bandar Lampung, Sai Bumi Ruwai Jurai, yang saat ini sedang gencar-gencarnya menggalakan pembangunan infrastruktur. Apalagi lokasinya yang strategis sebagai pintu gerbang ke Sumatera dari Pulau Jawa dan masih dekat dengan Ibukota Jakarta. Ditambah potensi wisata alamnya yang tidak kalah dengan daerah-daerah lainnya, seperti objek wisata yang saat ini sedang ramai dikunjungi para wisatawan, yakni Pulau Pahawang, surganya para pecinta diving dan snorkeling.

Perkembangan industri pariwisata ini diikuti pula dengan bertumbuhnya investasi di bidang jasa perhotelan dan bisnis pendukung lainnya, ditandai makin banyaknya hotel-hotel berbintang dan menjamurnya tempat-tempat kuliner di seputar Kota Bandar Lampung, sebagai fasilitas untuk meningkatkan kenyamanan para pengunjung.

Kafe/resto yang berkonsep pengalaman (experiential) saat ini menjadi alternatif tempat hiburan dan nongkrong para profesional muda dan ibu-ibu sosialita di Kota Bandar Lampung. Sebagai fiskus, fenomena berkembang pesatnya tempat wisata kuliner ini, dimaknai sebagai munculnya peluang dan tantangan baru berupa potensi Wajib Pajak baru yang harus dilakukan ekstensifikasi dalam rangka memperluas basis penerimaan pajak.

Berbekal data Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Data Pajak Restoran, hasil kerjasama dan koordinasi yang terjalin baik antara KPP Pratama Tanjung Karang dengan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM dan PTSP) dan Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Pemerintah Kota Bandar Lampung, Tim Ekstensifikasi KPP Pratama Tanjung Karang yang beranggotakan 8 orang yang didominasi oleh anak-anak muda mulai melakukan langkah-langkah cerdas, cepat, dan konkret.

Dimulai dengan pengolahan data, pencocokan (matching) data Pemilik Restoran menurut SIUP/SITU dengan data master file Wajib Pajak di Ditjen Pajak, kemudian dilakukan kegiatan ekstensifikasi/penyisiran terhadap kafe/resto yang belum ber-NPWP, dengan mendatangi langsung satu per satu lokasi usahanya di wilayah Kota Bandar Lampung.

Pada awalnya, memang tidak mudah menjelaskan kepada para pemilik usaha kuliner, yang rata-rata literasi pajaknya masih rendah, mengenai kewajiban Pajak Pusat berupa Pajak Penghasilan atas kegiatan usaha mereka. Kebanyakan mereka hanya mengerti Pajak Restoran yang merupakan Pajak Daerah, itupun pemahamannya masih sering tertukar dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berprinsip pantang menyerah, Tim Ekstensifikasi Karang terus menyisir dan mengedukasi para calon Wajib Pajak baru kafe/resto, bahkan ada juga tempat kuliner yang harus dikunjungi di malam hari dikarenakan kegiatan usahanya baru dimulai di malam hari.

Kerja keras Tim ternyata tidak sia-sia dan telah membuahkan hasil, karena saat ini sudah banyak pengusaha kafe/resto, setelah dilakukan kegiatan edukasi secara persuasif dan intensif, akhirnya mau mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melakukan pembayaran Pajak Penghasilan atas kegiatan usahanya secara rutin tiap bulan, yang tentunya menambah pundi-pundi penerimaan pajak negara.(www.pajak.go.id) *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…