Mengapa Bawa Barang dari LN Harus Bayar Pajak di Bandara RI?

Oleh: Sandi Putra, Mahasiswa PKN STAN *)

Mengapa harus bayar bea masuk dan/atau pajak di bandara? Padahal barang yang dibawa merupakan barang pribadi? Akhir-akhir ini pertanyaan tersebut kerap diperbincangkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang belum memahami aturan pengenaan bea masuk atau pajak dalam rangka impor.

Bagi beberapa orang yang sudah memahami aturan tersebut mungkin tidak akan mempermasalahkannya. Namun tidak demikian bagi sebagian orang lain yang belum memahaminya. Mereka pasti sulit memberikan sejumlah uang pada negara tanpa merasa mendapatkan imbalan nyata secara langsung. Kondisi inilah yang seringkali memicu terjadinya kesalahpahaman antara masyarakat awan dengan petugas bea cukai di bandara.

Aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/2010 tentang Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Dan Barang Kiriman Impor Barang Yang Dibawa Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, Dan Barang Kiriman. Barang pribadi penumpang merupakan barang yang dibawa oleh setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut. Barang pribadi penumpang yang tiba sebelum atau setelah kedatangan penumpang, dapat dibuktikan kepemilikannya dengan menggunakan paspor dan boarding pass yang bersangkutan.

Biasanya, penumpang atau awak sarana pengangkut yang melakukan perjalanan dari luar negeri, ketika masih berada di dalam pesawat akan diberikan Customs Declaration. Dalam dokumen pabean tersebut mereka diwajibkan mengisi dan menginformasikan barang bawaannya saat tiba di tanah air. Dokumen ini sering juga dikenal dengan dokumen pabean BC 2.2. Apabila penumpang atau awak sarana pengangkut tidak memberitahukan barang yang dibawa (yang seharusnya dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor), dianggap sebagai pelanggaran dan akan dikenakan sanksi administratif.

Berdasarkan regulasi yang sama, setiap penumpang maupun awak sarana pengangkut yang datang dari luar negeri diberikan fasilitas perpajakan. Fasilitas yang dimaksud berupa pembebasan bea masuk dan cukai atas barang pribadi penumpang dengan ketentuannya tertentu. Pembebasan bea masuk diberikan sebesar USD250 per orang atau USD1000 per keluarga dengan maksimal empat anggota keluarga. Atas kelebihannya, maka penumpang atau awak saran pengangkut akan dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Terkait barang pribadi penumpang dewasa yang merupakan barang kena cukai diberikan fasilitas paling banyak 200 batang sigaret, 25 batang cerutu atau 100 gram tembakau iris dan 1 liter minuman mengandung etil alkohol. Atas kelebihannya, akan dimusnahkan oleh petugas bea cukai dan disaksikan langsung oleh pemilik barang.

Selain itu, kewajiban untuk memberitahukan jumlah uang tunai ditekankan bagi penumpang yang membawa masuk atau keluar uang tunai senilai Rp100 juta atau lebih atau mata uang asing lainnya bernilai sama. Bagi setiap penumpang yang tidak memberitahukannya maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% dari seluruh jumlah uang tunai dengan jumlah maksimal Rp300 juta. Ketentuan ini diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Setelah penumpang tiba di bandara dalam negeri, mereka wajib menyerahkan Customs Declarationkepada petugas bea cukai. Kemudian, setiap barang bawaan penumpang tanpa terkecuali wajib masuk ke dalam tahap pengecekan melalui mesin X-Ray untuk mengetahui apakah ada barang mencurigakan yang perlu diperiksa lebih lanjut.

Jika dalam pengecekan ini tidak ditemukan barang yang mencurigakan atau masuk kategori barang larangan dan terbatas, penumpang berhak melanjutkan perjalanan dengan membawa barang-barang pribadinya. Sebaliknya, bila penumpang kedapatan membawa barang mencurigakan atau masuk kategori barang larangan dan terbatas, maka petugas bea cukai memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Jika dalam pemeriksaan ini, ditemukan barang yang tergolong High Value Goods (HVG), maka petugas bea cukai akan meminta invoice pembelian barang tersebut kepada penumpang. Jika ditemukan harga barang melebihi batas fasilitas pembebasan pajak yang diberikan, maka penumpang tersebut harus membayar bea masuk dan PDRI. Pembayaran dilakukan di meja kasir bea cukai dengan menunjukkan paspor dan boarding pass.

Sebagai contoh, penumpang membawa tas baru yang tergolong HVG dengan harga senilai USD800. Berhubung nominal itu sudah melebihi batas fasilitas pembebasan pajak, maka barang terkena bea masuk dan PDRI dengan penghitungannya sebagai berikut:

Nilai pabean yang digunakan sebagai dasar pengenaan bea masuk dan PDRI diperoleh dengan mengurangi harga barang dengan jumlah pembebasan yang diberikan yakni USD800 – USD250 = USD550.

USD 550 dikonversikan ke dalam satuan rupiah dengan melihat kurs yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan pada saat itu, misalnya nilai tukar Rp13.000/USD, jadi didapat USD550 X Rp13.000 = Rp7.150.000. Perlu diketahui, importasi yang dilakukan oleh penumpang tanpa menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sehingga tarif yang digunakan adalah 7,5%.

Jika penumpang tidak memiliki NPWP maka tarif Pajak (PPh pasal 22) dikenakan sebesar 100% lebih tinggi dari tarif semula, sehingga tarif yang digunakan 15%. Sebaliknya, jika penumpang mempunyai NPWP, tarif pajak yang digunakan tetap 7,5%. (sumber : PMK Nomor 34/PMK.010/2017). Berikut perhitungan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang harus dibayar penumpang tersebut:

1. Penghitungan Bea Masuk Tas Baru dengan rumus,

Bea Masuk = Tarif (Tarif Barang yang ditetapkan berdasarkan BTKI) X Nilai Pabean

Bea Masuk = 10% (Tarif Tas) X Rp 7.150.000 = Rp 715.000

2. Perhitungan PDRI Tas Baru dengan rumus,

PPN = Tarif X Nilai Impor (Harga Barang + Bea Masuk)

PPN = 10% X (Rp 7.150.000 + Rp 715.000)

PPN = 10% X RP 7.865.000 = Rp 786.500

3. PPh Pasal 22 = Tarif X Nilai Impor (Harga Barang + Bea Masuk)

PPh Pasal 22 = 7,5% (memiliki NPWP) X Rp 7.865.000 = Rp 589.875

Jadi, total Bea Masuk dan PDRI yang harus dibayar penumpang tersebut adalah sebesar: (Rp 715.000+Rp 786.500)+Rp 589.875 = Rp 2.091.375 (sumber tarif : http://bctemas.beacukai.go.id/btki/)

Kondisi tersebut seringkali menyebabkan penumpang tidak rela untuk membayar pajak, padahal sudah sesuai dengan peraturan yang ada dan merupakan kewajiban yang harus dibayarkan kepada negara. Jika penumpang bisa memahami mengapa negara memungut pajak, pasti permasalahan yang sering terjadi antara penumpang dan petugas bea cukai tidak akan terjadi. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sudah selayaknya kewajiban untuk membayar pajak tidak menjadi masalah. Kemampuan untuk membeili barang mewah harus disertai dengan kemampuan untuk membayar kewajiban perpajakannya.

Jika setiap penumpang lebih memilih untuk mempertanyakan apa yang akan terjadi jika barang-barang dari luar negeri tidak dikenakan bea masuk dan pajak, mungkin masyarakat lebih sadar untuk membayar kewajiban tersebut. Bayangkan saja, jika bea masuk dan pajak tidak dipungut negara, barang-barang dari luar negeri akan dengan mudahnya menguasai pasar Indonesia sehingga membuat kegiatan produksi dalam negeri akan terancam dengan barang-barang impor yang masuk tanpa pengendalian.

Bila terjadi, maka akan menyebabkan turunnya kegiatan produksi dalam negeri yang berdampak pada lapangan pekerjaan yang semakin berkurang dan angka pengangguran semakin bertambah. Lebih penting lagi, potensi penerimaan negara yang diperoleh dari tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor akan hilang. Hal ini bisa menjadi sebuah ancaman yang akan mengancam stabilitas ekonomi negara Indonesia.

Oleh karena itu, sebaiknya masyarakat yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan membawa barang-barang tergolong HVG saat kembali, harus memiliki pemahaman yang lebih jauh mengapa nantinya barang tersebut dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana yang kondusif ketika berurusan dengan petugas di bandara dan juga menunjukkan identitas sebagai warga negara yang baik yang selalu mendukung perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. (www.kemenkeu.go.id) *) Tulisan ini adalah pendapat pribadi 

BERITA TERKAIT

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Tidak Akan Utuh Tanpa Kehadiran Papua

    Oleh : Roy Andarek, Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta   Papua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Negara…

Masyarakat Optimis Keputusan MK Objektif dan Bebas Intervensi

  Oleh: Badi Santoso, Pemerhati Sosial dan Politik   Masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan optimisme yang tinggi terhadap proses penyelesaian…

Perang Iran-Israel Bergejolak, Ekonomi RI Tetap On The Track

    Oleh: Ayub Kurniawan, Pengamat Ekonomi Internasional   Perang antara negeri di wilayah Timur Tengah, yakni Iran dengan Israel…