Akhir Tahun, Pemerintah Harus Antisipasi Gejolak Harga

NERACA

Jakarta - Pemerintah perlu mengantisipasi lonjakan harga bahan pokok menjelang akhir tahun dengan memperhatikan faktor penyebab. Hal itu seperti dikatakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jenderal Soedirman Kiky Srirejeki. "Untuk mengantisipasi lonjakan harga perlu dilihat dulu apa faktor yang menyebabkannya," katanya seperti dikutip Antara, kemarin. 

Terjadinya lonjakan harga, kata dia, disebabkan oleh banyak faktor. "Misalnya terkait dengan ketersediaan barang, distribusi barang, dan juga spekulasi," katanya. Untuk ketersediaan barang, kata dia, pemerintah harus menjaga agar stok barang mencukupi. "Caranya bisa dengan melakukan prognosa atau ramalan ketersediaan barang, khususnya barang kebutuhan pokok, prognosa bisa dilakukan berdasarkan data historis maupun tren permintaan dan penawaran barang di pasar," katanya.

Upaya lainnya, yang tidak kalah penting, kata dia, adalah menjaga agar distribusi barang berjalan dengan lancar. "Selain itu pemerintah juga harus melakukan pengawasan terhadap kemungkinan adanya praktik kartel. Praktik kartel itu semacam perjanjian atau kesepakatan para pelaku usaha untuk mengatur harga, wilayah pemasaran dan lain sebagainya," katanya. Yang dikhawatirkan, kata dia, para pelaku kartel ini akan menimbun atau menahan barang tertentu yang pada akhirnya bisa memicu kelangkaan barang. Hal tersebut, menurut dia, dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya kenaikan harga barang.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto. Ia mewanti-wanti adanya potensi inflasi pada bahan pangan. Mengingat, tanda-tanda kenaikan harga pangan terutama gabah maupun beras sudah terlihat sejak Oktober 2017. Diperkirakan, harga bahan pokok tersebut akan terus meningkat sampai akhir tahun mengingat pasokan yang mulai berkurang seiring berakhirnya masa panen.

Suhariyanto mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) dan harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani Oktober lalu masing-masing naik 2,92% dan 0,35% dibanding bulan sebelumnya. Begitu juga dengan harga GKP dan GKG di tingkat penggilingan yang masing-masing naik 2,98% dan 0,55%. "Harga naik karena musim panen berkurang," kata Suhariyanto.

Sejalan dengan kenaikan harga gabah, maka harga beras di tingkat penggilingan juga meningkat. Kenaikan harga tertinggi terjadi pada jenis beras medium sebesar 2,03% dibanding bulan sebelumnya. Sementara harga beras premium dan kualitas rendah masing-masing naik 0,34% dan 1,86% dibanding September 2017.

Potensi kenaikan harga memasuki November, memang menjadi kenyataan. Berdasarkan pantauan harga pangan yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemdag) per 2 November 2017, harga beras medium rata-rata nasional Rp 10.738 per kilogram (kg), naik dari sehari sebelumnya Rp 10.735 per kg. Sementara, berdasarkan pantauan Kementerian Pertanian (Kemtan), harga GKP dan GKG di sejumlah kabupaten terus meningkat secara beragam. Per 2 November 2017, harga GKP dan GKG di Kabupaten Lampung Rp 4.700 dan Rp 5.600 per kg, sebulan sebelumnya hanya Rp 4.000 dan Rp 4.800 per kg.

Lalu di Kabupaten Sukabumi naik Rp 100 menjadi Rp 4.700 per kg untuk GKP dan menjadi Rp 5.700 per kg untuk GKG. Di sentra gabah di Jawa Tengah seperti Kabupaten Sragen , harga juga naik dari Rp 4.700 menjadi Rp 4.950 per kg untuk GKP dan Rp 5.300 menjadi Rp 5.500 per kg GKG.

Wisnu Wardana, Ekonom Bank Danamon menganalisa, inflasi harga pangan pada dua bulan sebelum tutup tahun adalah hal yang wajar. Pada tahun-tahun yang lalu, harga pangan selalu mengalami inflasi pada November dan Desember. "Tren akhir tahun biasanya terjadi peningkatan permintaan," kata Wisnu

Disisi lain, pasokan pangan memang berkurang. Mengingat, masa panen gabah sudah berakhir pada September. Oleh karena itu, Wisnu menilai, potensi inflasi bahan pangan pada akhir tahun tak perlu dilihat secara berlebihan. Yang penting pemerintah bersama tim pengendali inflasi daerah (TPID) memastikan kelancaran pasokan bahan pangan, sehingga inflasi tetap terkendali.

Wisnu menghitung, inflasi bahan pangan pada akhir tahun tak akan berpengaruh signifikan terhadap total inflasi tahunan pada 2017. Dengan inflasi year to date per Oktober 2017 sebesar 2,66%, maka tambahan inflasi November dan Desember tak akan menjadikan total inflasi tahunan 2017 di atas 4%. "Inflasi tahunan masih akan di bawah 4%, perhitungan kami 3,65%-3,81%, masih sesuai target Bank Indonesia sebesar 4%," jelas Wisnu.bari

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…