Regulasi di Indonesia Yang Mengalami Obesitas

Regulasi di Indonesia Yang Mengalami Obesitas

NERACA

Jakarta - Para pakar hukum tata negara dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara mencatat setidaknya terdapat lebih dari 62.000 regulasi yang saat ini terdapat di Indonesia, dan tersebar di berbagai instansi baik di pusat maupun di daerah.

Kemudian sepanjang tahun 2000 hingga 2015 terdapat sekitar 12.500 regulasi yang dibentuk mulai dari tingkat pusat yang meliputi; undang undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, hingga Peraturan Menteri.

Hal ini kemudian menyebabkan banyak pakar hukum tata negara menilai bahwa pembentukan jumlah regulasi di Indonesia pada saat ini tidak terkendali sehingga menyebabkan obesitas regulasi.

Presiden Joko Widodo sendiri sudah berulang kali menegaskan bahwa semua kementerian dan lembaga pemerintahan atau daerah harus mulai menghentikan kebiasaan membentuk peraturan atau regulasi yang sesungguhnya tidak diperlukan, dengan tujuan untuk mengurangi gejala obesitas regulasi.

Pada tahun 2016 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membatalkan 3.143 Peraturan Daerah (Perda) bermasalah yang dinilai memperpanjang jalur birokrasi dan menghambat kemudahan berusaha dan bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi. Kendati demikian, pembatalan 3.143 Perda ini tampaknya belum cukup membantu merampingkan regulasi yang dinilai tengah mengalami obesitas.

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki kemudian membenarkan bahwa Indonesia mengalami masalah besar dalam hal regulasi, mengingat regulasi di negara ini terlalu banyak dan kompleks."Ini merupakan masalah besar dalam regulasi, karena banyak sekali regulasi-regulasi yang kemudian bertentangan satu sama lainnya," ujar Teten ketika menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara Keempat di Jember, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

“Akibat dari pertentangan regulasi satu dengan yang lain, maka pelayanan pemerintah menjadi melamban begitu pula dengan upaya Indonesia untuk mempercepat pembangunan dan perekonomian,” ujar dia menjelaskan.

Dalam kurun waktu 15 tahun, Teten mencatat sebanyak 831 regulasi diproduksi setiap tahunnya sehingga jumlah regulasi yang diterbitkan dalam kurun waktu tersebut mencapai lebih dari 12.500 regulasi. Oleh sebab itu diperlukan penataan regulasi untuk merampingkan regulasi yang ada sekarang dan lebih mengakomodir kepentingan nasional.

"Riset Bappenas juga menyebutkan penataan regulasi sangat diperlukan mengingat kualitas regulasi kita juga sangat rendah namun jumlahnya sangat banyak, kurang pemahaman, tanpa otoritas tunggal, ditambah substansinya juga masih bermasalah," kata Teten.

Lebih lanjut Teten mengatakan dalam pembuatan regulasi belum ada komite yang kompeten menyeleraskan undang-undang dengan peraturan di bawahnya supaya dalam pelaksanaannya tidak bertentangan.

Harus Memfasilitasi 

Terkait dengan masalah regulasi, Mantan Hakim Konstitusi Harjono berpendapat bahwa jumlah regulasi seharusnya tidak menjadi masalah asalkan berkualitas dan memfasilitasi kepentingan publik atau bahkan negara.

Menurut dia, perampingan regulasi tidak akan banyak membantu bila tidak bisa memenuhi kebutuhan publik atau negara, apalagi bila akhirnya menimbulkan konflik.”Sebaliknya jumlah regulasi yang sedikit, namun kemudian menciptakan konflik dan bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan lainnya, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum,” kata Harjono.

Kendati demikian, Harjono mengakui bahwa kondisi Indonesia pada saat ini memang sedang mengalami obesitas regulasi serta belum memfasilitasi kepentingan publik dan atau nasional. Menurut dia, banyak kepentingan publik atau nasional yang tidak dapat berjalan seiring dengan upaya percepatan pembangunan dan ekonomi, akibat berbenturan dengan regulasi yang masih tumpang tindih.

"Oleh sebab itu saya setuju dengan adanya penataan kembali regulasi, namun harus dilihat kembali sistem dan konstitusionalnya," ujar Harjono.

Harjono kemudian mengatakan setuju untuk melakukan pemangkasan terhadap peraturan yang dinilai tidak memfasilitasi atau bahkan menghalangi kepentingan publik atau negara. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…