Dibuat Konservatif, Kemenkeu Ingin APBN 2018 Tak Direvisi

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Kementerian Keuangan menyatakan akan mengupayakan agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 tidak perlu direvisi seperti lazimnya yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, untuk mengurangi ketidakpastian ekonomi di tahun politik. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara dalam sebuah paparan ekonomi di Jakarta, Selasa, mengatakan pagu penerimaan dan belanja di APBN 2018 sudah disusun secara konservatif.

Desain konservatif dalam instrumen fiskal itu, ujar dia, tercermin dari penerimaan negara yang diperkirakan tumbuh sembilan persen dan belanja yang naik empat persen dari realisasi pada 2017. Dengan begitu, defisit APBN 2018 dipatok 2,2 persen dari PDB, yang berarti menurun dari perkiraan pemerintah untuk defisit fiskal tahun ini yang sebesar 2,67 persen. "Tahun depan kami upayakan defisit ke 2,2 persen. Naratif yg kami kembangkan saat ini, kami upayakan 2018 tanpa revisi APBN," ujar dia.

Suahasil mengatakan kondisi politik tahun depan akan sangat dinamis. Maka dari itu, APBN sebagai instrumen fiskal perlu didesain sangat kredibel agar dapat menghindari "bongkar pasang". Perubahan APBN di tengah dinamika politik, kata Suahasil, bisa menambah sumber ketidakpastian. "Tahun depan adalah tahun Pilkada yang jadi persiapan tahun Pilpres. Jumlah pemilihnya lebih dari 75 persen jumlah pemilih yang akan ikut Pilpres 2019, jadi Pilkada rasa Pilpres. Karena pemilihnya di atas 75 persen, maka kondisi politik akan menghangat," ujar dia.

Meskipun demikian, Suahasil mengatakan Kemenkeu tetap optimistis target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen di 2018 tercapai. "Tetap harus tmbuh, karena pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dan inflasi 3,5 persen maka tumbuhnya (penerimaan) sembilan persen. Pajak kami dorong sembilan persen. Jadi seharusnya 'equal' (setimpal)," ujar dia. Dalam postur RAPBN 2018 yang sudah disahkan di parlemen, disepakati target pendapatan negara Rp1.894,7 triliun dan pagu belanja negara Rp2.220,7 triliun.

Target pendapatan negara tersebut akan dipenuhi dari penerimaan perpajakan Rp1.618,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp275,4 triliun. Belanja negara akan meliputi belanja pemerintah pusat Rp1.454,49 triliun dan transfer ke daerah dan Dana Desa Rp766,2 triliun. Dalam belanja pemerintah pusat, belanja untuk kementerian lembaga disepakati Rp847,44 triliun dan belanja non-kementerian lembaga Rp607,06 triliun.

Dengan postur RAPBN 2018 tersebut, maka defisit anggaran diproyeksikan mencapai Rp326 triliun atau sekitar 2,19 persen terhadap PDB. Untuk menutup pembiayaan tersebut, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (neto) Rp414,52 triliun dan pinjaman (neto) Rp15,5 triliun. Postur RAPBN 2018 disusun berdasarkan asumsi makro, antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi 3,5 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,2 persen, dan nilai tukar Rp13.400 per dolar AS.

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi melihat sisi positif dari fokus anggaran pemerintah tahun depan. Menurut dia, peningkatan belanja sosial dan subsisi memang diperlukan kalau pemerintah menginginkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,4% sesuai target APBN 2018. Alokasi dana yang lebih besar untuk belanja sosial bisa membantu meningkatkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek sehingga konsumsi menguat menjelang pemilu.

Dampak belanja sosial terhadap pertumbuhan ekonomi juga lebih cepat dibandingkan dengan belanja infrastruktur. Sebab, pembangunan infrastruktur dengan teknologi saat ini lebih bersifat padat modal sehingga tidak banyak menyerap tenaga kerja. Selain itu dampaknya terhadap pertumbuhan baru optimal setelah infrastruktur beroperasi.

Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih juga menilai, di tengah kondisi lesunya konsumsi rumah tangga, pemerintah memang tidak dapat terus fokus pada belanja infrastruktur yang efek berantainya terhadap pertumbuhan dalam jangka panjang. Selain itu, kenaikan anggaran subsidi tahun depan penting untuk menahan inflasi agar bisa mencapai 3,5% sebagaimana ditetapkan dalam asumsi makro APBN 2018.

 

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

Pemerintah Komitmen Percepat Pengembangan Ekonomi Digital

    NERACA Jakarta – Pemerintah berkomitmen mempercepat pengembangan ekonomi digital sebagai pilar strategis transformasi Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh…