Financial Advisor Inklusif

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Melihat dinamika yang ada tantangan yang dihadapi oleh lembaga keuangan—kedepan semakin komplek, bukan hanya perbankan saja, tapi juga lembaga keuangan mikro (microfinance). Keberadaan  mereka ke depan bukan sekadar mengejar target – target pembiayaan berupa lending atau mendapatkan funding  dana pihak ketiga (tabungan, deposito dan giro) saja. Tapi mereka harus mampu memberikan pendampingan atau advisor secara komperehensif tehadap para nasabah yang menjadi anggota lembaga keuangan tersebut. Selain itu pula, lembaga keuangan harus mampu benar-benar memahami secara detail apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat terhadap peran dari keberadaan lembaga keuangan tersebut.

Dengan demikian lembaga keuangan tak bisa bekerja dengan karakter – karakter yang konvensional, dengan pendekatan target lending dan funding dan mengejar omzet dalam profitabilitas saja. Mereka harus mampu merekayasa sistem lembaga keuangan yang mampu menjawab berbagai persoalan yang dibutuhan oleh masyarakat dan harus dekat dalam memberikan solusi – solusi keuangan. Terlebih lagi, tak semua—masyarakat dekat dan sadar tentang peran lembaga keuangan, untuk itu diperlukan lembaga keuangan yang inklusif yang mampu mendekati mereka dan sekaligus sebagai bagian agenda dalam mengurangi gini rasio (kesenjangan sosial).

Terkait dengan hal tersebut, spektrum keuangan khususnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM), harus berbenah dan mampu menjadi sebuah lembaga keuangan yang berntuk financial advisor inklusif. Yakni sebuah lembaga keuangan yang mampu menembus masyarakat atau anggota secara masif dan terbuka melalui produk pelayanannya dan sekaligus memberikan pendampingan terhadap perencanaan keuangan yang dibutuhkan.

LKM seperti LKMSyariah atau koperasi dalam mengimplementasikannya harus mengubah paradigma pelayanan yang dilakukannya selama ini. Mereka tak bisa lagi hanya sekedar menyediakan jasa keuangan dalam perkuatan permodalan saja, tapi mereka harus bisa memberikan advisor berupa perencanaan manajemen bisnis anggota atau nasabah  dalam mengelola sektor-sektor bisnis yang ada. Bahkan jika diperlukan, family financial planning (perencanaan keungan keluarga) juga di layani oleh LKM tersebut. Dengan demikian—keberadaan LKM kedepan memiliki service yang komperehensif dan benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.

Untuk menuju pada LKM atau koperasi berbasis financial advisor inklusif—diperlukan revitalisasi secara baik secara orientasi, kelembagaan, sumber daya manusia, permodalan, pemasaran dan penguatan teknologi. Mengapa demikian? Sebab mengubah paradigma baru diperlukan infrastruktur yang sangat besar untuk dikerjakan. Bila pelayanan financial advisor inklusif ini bisa dilakukan oleh LKM atau koperasi—maka akan ditemukan berbagai ragam bisnis-bisnis di sektor riil yang bisa disinergikan oleh lembaga keuangan dengan berbagai akad atau skema – skema pembiayaan.

Selain, itu juga bagi pelaku lembaga keuangan harus selalu belajar tentang peluang-peluang bisnis yang dibuatkan dalam mekanisme platform tersendiri yang bisa ditawarkan kepada masyarakat. Dalam perspektif inilah—digitalisasi microfinance berperan vital dalam membuat konsep platform perencanaan bisnis dengan beragam jenis pilihan sektor riil yang dikembangkan. Selain itu pula dengan digitalisasi microfinance memberikan literasi kemudahan secara konsep dalam integrasi lembaga keuangan dan kebutuhan bisnis yang dimiliki oleh masyarakat.

Maka terkait dengan hal ini, mau  tidak mau semua LKM yang ada akan masuk pada orbit perubahan  dan bagi LKM yang tak mampu berbenah diri dengan arus perubahan akan tenggelam dan ditinggalkan karena kemajuan jaman. Revitaliasi lembaga keuangan harus segera dilakukan dengan wajah blue print baru dan roadmap yang jelas. Financial advisor inklusif—adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh LKM ditengah sistem keuangan yang semakin kompetitif. Pemerintah khususnya pemerintah daerah—harus mendukung kebijakan revitalisasi tersebut, dengan menyiapkan instrumen regulasi pendukung serta kebijakan political will nya yang jelas, dengan demikian ada sinergisitas visi program yang sama.

Apalagi pemerintah daerah harus memahami, bahwa dengan adanya LKM sebagai financial advisor inklusif, maka peran LKM sekaligus mencegah terjadinya capital of out flow (pelarian modal) dari daerah ke kota. Dengan demikian konsep ini membantu—dalam program – program pemberdayaan sosial dan ekonomi yang selama ini menjadi visi dari masing – masing kepala daerah. Semoga perspektif pemikiran financial advisor inklusif ini bisa dijadikan langkah baru bagi LKM dan para stakeholder untuk bersama – sama dalam memajukan ekonomi bangsa.    

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…