Ekonomi Digital RI Berpotensi Terbesar di Asia Tenggara

 

NERACA

Jakarta-Pertumbuhan e-commerce di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Bahkan Indonesia berpotensi menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara padatahun  2020 mendatang. Peningkatan ini seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang mulai mengembangkan usaha ke model digital.

Chief Executive Officer (CEO) PT Bubu Kreasi Perdana Shinta Witoyo Dhanuwardoyo memprediksi pada 2020 transaksi e-commerce Indonesia akan mencapai Rp 1.850 triliun,  atau naik 9 kali lipat dibanding transaksi pada 2015 lalu yang nilainya mencapai Rp 200 triliun.

"Jadi, target 2020 itu, ada 6 juta UMKM go digital. Dan UMKM berkemampuan e-commerce naik menjadi 10-12% dengan kontribusi UMKM ke PDB kurang lebih 12%,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (19/11).

Kontribusi sektor UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi sangat signifikan. Data menyebutkan, sumbangan UMKM terhadap PDB pada 2015 lalu cukup besar yaitu mencapai lebih dari 55,6 persen.‎ Angka ini disumbangkan oleh 57,9 juta UMKM di Indonesia. “Dan hanya 9% yang memiliki kemampuan e-commerce,” tutur dia.

Shinta menjelaskan, transaksi e-commerce dunia terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 20,2% per tahun. Diperkirakan, puncak pertumbuhan e-commerce dunia terjadi pada 2020 dengan tumbuh 40,56%.  “Kalau dari grafik pertumbuhannya, memang cenderung meningkat. Pada 2014 lalu, tumbuh 13,36%, di 2015 tumbuh 15,48%, di 2016 tumbuh 19,15% dan 2017 tumbuh 23,52%.  Dan pada 2018 nanti, pertumbuhan e-commerce dunia mencapai 28,60% dan pada 2019 tumbuh 34, 18% dan pada 2020 diperkirakan tumbuh 40,56%,” ujarnya.

Shinta mengingatkan, potensi usaha menengah kecil di Indonesia sangat besar. Jika kekuatan ekonomi ini diberdayakan maka bisa menjadi salah satu sumber pendapatan bagi negara. “Pemberdayaan digital terhadap UMKM Indonesia mampu meningkatkan PDB negara hingga 7%," ujarnya.

Insentif Fintech Lokal

Terkait dengan maraknya kegiatan Fintech, pemerintah diminta memberikan dukungan berupa insentif kepada lembaga keuangan digital atau financial technology (Fintech) lokal agar kehadirannya dapat menyejahterakan masyarakat.

Menurut pakar ICT dan Ekonomi Kreatif Hasnil Fajri, kendala perkembangan Fintech di Indonesia adalah kurangnya akses modal dalam membangun usaha. Selain itu, perusahaan Fintech lokal juga membutuhkan regulasi yang jelas agar bisa bersaing dengan perusahaan Fintech asing.

"Karena kita menerapkan regulasi yang terbuka, perusahaan fintech manapun bisa masuk ke Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan insentif dari pemerintah sehingga fintech lokal bisa berkembang," ujarnya dalam seminar IndoFintech 2017 di Jakarta, pekan lalu.

Dia mengatakan, seharusnya pemerintah bisa lebih tegas dengan kehadiran fintech asing di Indonesia. Hal ini telah diterapkan Pemerintah China sehingga mampu mendorong kemajuan perusahaan fintech lokal di negara itu.

Direktur Operasional dan Sistem Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fithri Hadi menyatakan, pemerintah siap mengawal perkembangan keuangan digital di Tanah Air. Dengan adanya perkembangan teknologi, industri fintech kini mulai melebar ke seluruh sektor sehingga kemunculannya harus dikawal OJK.

Menurut dia, saat ini OJK telah mengantongi sekitar 160 perusahaan fintech di Indonesia. Pihaknya akan terus mendorong perkembangan keuangan digital di Tanah Air agar bisa dimanfaatkan masyarakat. "Dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau, peran fintech dibutuhkan untuk memudahkan aktivitas ekonomi bagi seluruh masyarakat," ujarnya.

Pada kesempatan sama, Direktur Asosiasi Fintech Indonesia M Ajisatria Sulaiman mengatakan, dukungan pemerintah sangat diperlukan untuk mengembangkan fintech. Di amencontohkan, di China, dua perusahaan fintech di negara itu berhasil mencatat transaksi sebesar US$5,75 triliun. Dari role model tersebut, sejumlah lembaga keuangan digital berlomba-lomba melakukan inovasi dalam sistem pembayaran.

"Pasar uang elektronik di Indonesia terus meningkat, data transaksi BI melalui uang elektronik mencapai Rp1 triliun hanya pada Juli 2017, target sampai akhir tahun Rp10 triliun, saya yakin jumlahnya bisa mencapai Rp12 triliun," ujarnya.

Transaksi uang elektronik di Indonesia memang sebagian besar menggunakan kartu (card based), sedangkan sisanya menggunakan aplikasi di telepon seluler (server based). Padahal, ujar dia, penggunaan kartu uang elektronik lebih mahal karena dibutuhkan infrastruktur pendukungnya. Berbeda dengan server based yang dinilai lebih efisien karena hanya membutuhkan telepon seluler. bari/mohar

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…