Ambisi Jadi Pemain Regional - Menakar Kinerja BUMN Tambang Pasca Holding

NERACA

Jakarta -  Kebijakan pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor tambang yang ditandai dengan beralihnya kepemilikan mayoritas saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit AsamTbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS) menjadi milik PT Inalum (Persero) sebagai induk holding tambang, menaruh harapan besar bagi pelaku pasar bila kedepan performance kinerja keuangan emiten tambang plat merah tersebut bisa jauh lebih baik dari sebelumnya dan menjadi pemain tingkat regional seperti yang diharapkan pemangku kepentingan.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno pernah bilang, sinergi BUMN pertambangan ini juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan kekuatan finansial sehingga memudahkan pengembangan usaha khususnya di bidang hilirisasi. Dirinya pun menegaskan, tiga anggota perusahaan induk itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis sehingga negara tetap memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham dwiwarna maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero) yang 100% sahamnya dimiliki oleh negara. Hal itu diatur pada PP 72 Tahun 2016.

Kedepan, perubahan tersebut akan dibahas dalam rapat umum pemegang saham (RUPSLB) tiga perusahaan anggota holding yang digelar 29 November 2017.”Jadi, RUPSLB nanti agenda utamanya untuk permintaan persetujuan pemegang saham terhadap adanya perubahan pemegang saham ke PT Inalum (Persero) yang 100% dimiliki negara," ujarnya.

Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menyambut baik holding BUMN tambang. Dirinya pun menegaskan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) tidak perlu melakukan penawaran wajib atau tender offer sebagaimana yang disampaikan direktur utama BEI, Tito Sulitio. Pasalnya, tidak ada perubahan kepemilikan akhir setelah Inalum menjadi pemegang saham pengendali PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) nanti. “Pemindahan saham itu hanya dalam rangka restrukturisasi untuk membentuk holding BUMN tambang,"jelasnya.

Kata kuncinya, lanjut Hoesen, adalah apakah ada pelimpahan pengendalian atau tidak. Kalau ada perubahan pengendalian harus melalui tender offer. Hal senada juga disampaikan Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee. Menurutnya, mekanisme pemindahan kepemilikan saham di holding BUMN tambang laiknya transaksi inbreng. “Kepemilikan tidak benar-benar berubah. Inalum sebagai holding masih milik pemerintah 100%,” tutur Hans.

 

Kekhawatiran Investor

 

Sementara analis Semesta Indovest, Aditya Perdana Putra melihat bahwa pelaku pasar masih menyimpan kekhawatiran soal holding BUMN tambang. Kekhawatiran ini  diprediksi masih akan bertahan sampai aturan tentang pembentukan holding ini terang benderang. “Pemicu kekhawatiran investor terkait perolehan kontrak baru perusahaan. Dimana jika asing masuk, proyek dari pemerintah berkurang. Otomatis pendapatan perusahaan juga akan berkurang,”ungkapnya.

Namun demikian, dirinya melihat positif dibalik holding BUMN tambang. Dimana, nantinya proses administrasi dari aksi korporasi yang akan dilakukan tiga emiten tambang ini akan memakan waktu lebih pendek. Mereka hanya perlu berurusan denhan induk usaha, yakni Inalum. Selain itu, persaingan antara ketiganya pun menjadi semakin minim. "Capex bisa dibagi dengan lebih efisien. Tidak ada dana yang tidak terpakai, agar tidak jadi beban bunga. Arus kas perusahaan juga jadi lebih efisien, " ujar Aditya.

Secara umum, Aditya memang menilai oembentukan holding BUMN ini akan lebih banyak berimbas positif. Permodalan perusahaan menjadi kuat, dan financial leverage menjadi lebih kuat. Bagi pengamat hukum sumber daya alam dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, pembentukan holding BUMN pertambangan berpotensi memunculkan sedikitnya tiga masalah krusial. Pertama, dengan dihapusnya status persero pada tiga BUMN tadi maka upaya intervensi pemerintah dan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan berkurang. Di mana ketentuan ini sendiri telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Kedua, masalah masuknya sejumlah kepentingan seiring dengan perubahan status tiga BUMN dan ketiga yang juga berpotensi timbul akibat pelaksanaan konsep BUMN pertambangan berangkat menurunnya kontrol rakyat terhadap dari kinerja dan posisi keuangan tiga BUMN tersebut. Di mana penurunan kontrol tadi merupakan dampak negatif dari berkurangnya fungsi pengawasan DPR.

BERITA TERKAIT

Optimis Pertumbuhan Bisnis - SCNP Pacu Penjualan Alkes dan Perluas Kemitraan OEM

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnis lebih agresif lagi di tahun ini, PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk. (SCNP) akan…

Astragraphia Tetapkan Pembagian Dividen 45%

NERACA Jakarta -Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Astra Graphia Tbk. (ASGR) memutuskan untuk membagikaan dividen sebesar Rp34 per…

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (23/4) sore ditutup naik mengikuti penguatan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Optimis Pertumbuhan Bisnis - SCNP Pacu Penjualan Alkes dan Perluas Kemitraan OEM

NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnis lebih agresif lagi di tahun ini, PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk. (SCNP) akan…

Astragraphia Tetapkan Pembagian Dividen 45%

NERACA Jakarta -Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Astra Graphia Tbk. (ASGR) memutuskan untuk membagikaan dividen sebesar Rp34 per…

Sentimen Bursa Asia Bawa IHSG Ke Zona Hijau

NERACA Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (23/4) sore ditutup naik mengikuti penguatan…