Presiden RI: "Indonesia Harus Menjadi Nomor Satu"

Kopi sudah terkenal di Indonesia sejak abad ke-16. Kabarnya, Pondok Kopi di Jakarta Timur adalah kawasan cikal bakal tumbuhan kopi itu ditanam. Menyebut biji kopi sebagai komoditas, Indonesia layak berbangga karena telah tersohor ke berbagai penjuru dunia.

Indonesia termasuk lima besar negara pengekspor kopi terbesar di dunia, bersama dengan Brasil, Vietnam, Kolombia, dan Vietnam. Namun, soal produk hilir kopi, bisakah kita menemukan merek-merek kopi asli Indonesia yang mendunia? Tampaknya agak sulit menjawabnya.

Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin agar Indonesia menjadi produsen kopi nomor satu di dunia. Saat ini Indonesia berada di peringkat keempat setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia.

Menurut Presiden, Indonesia memiliki lahan yang cukup untuk digunakan sebagai lahan pertanian kopi. Karena itu, Jokowi menilai Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi produsen kopi nomor satu di dunia.  "Seharusnya kalau kita lihat di lapangan, misalnya di Aceh Tengah, di Gayo, saya kira banyak daerah-daerah di Jabar, Jateng, Jatim, termasuk Papua memiliki kesempatan untuk membesarkan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar di dunia karena memang lahannya ada," katanya.

Kendati demikian, Jokowi kembali menekankan agar para petani tak hanya fokus pada sektor budidaya kopi. Namun, proses bisnis pengolahan kopi merupakan hal utama yang harus diperhatikan.

Menurutnya, apabila proses bisnis pengolahan kopi berhasil, maka harga biji kopi petani pun akan ikut membaik. Metode penjualannya pun, lanjut Jokowi, juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman yakni dengan memanfaatkan teknologi masa kini.

Salah satunya, dengan menjual hasil kopi melalui online sehingga dapat berkompetisi dengan negara lain. Jokowi menilai, kualitas olahan minuman kopi lokal tak kalah dengan merek internasional.

Bahkan, produk minuman kopi lokal memiliki harga yang lebih bersaing daripada minuman kopi bermerek internasional. Presiden pun mengingatkan agar para pengusaha kopi dapat memanfaatkan peluang yang dimiliki Indonesia untuk berkompetisi dengan produk luar negeri.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Triawan Munaf mengatakan saat ini pihaknya mencoba membuat terobosan untuk mendorong produk hilir kopi Indonesia. Melalui program diplomasi kuliner, Indonesia didorong tak lagi sekedar dikenal sebagai pengekspor biji kopi mentah. Terlebih, nilai tambah kopi akan berlipat ganda jika diolah menjadi produk hilir. “Tren minum kopi yang makin meningkat menjadi pemicu optimisme bahwa peluang pengembangan bisnis produk hilir kopi sangat prospektif, makanya perlu didorong,” katanya.

Tengok saja, saat ini di sejumlah kota setiap bulan bertambah satu kedai kopi atau yang kerap disebut kafe. Ibarat pepatah, tak ada api maka tak akan ada asap. Tak tumbuh kafe jika tanpa peminat. Di Jakarta saja, dengan kedai kopi sekitar 1.600 unit itu dirasa masih kurang banyak untuk memenuhi kebutuhan delapan juta warga Ibu Kota. “Sayangnya, tren pertumbuhan kopi hanya dilihat peluangnya pada pangkal distribusi. Kebanyakan pelaku usaha baru terjun mengelola produk hilir atau bentuk minuman kopi,” imbuhnya.

Padahal, jika melihat rantai distribusi kopi memiliki alur yang sangat panjang untuk disajikan dalam bentuk minuman. Setiap ratai tersebut dinilai dapat mendatangkan peluang usaha tersendiri. Dimana terdapat lima elemen dalam rantai distribusi kopi yakni petani, pengolah, perantara, pemasok kopi sangrai dan pengecer.

Melihat panjangnya rantai distribusi tersebut, secara tak langsung menyiratkan peluang yang banyak. Misalnya, di tingkat petani ke pengolah, terdapat pemrosesan dari biji kopi hijau menjadi biji kopi sangrai. Proses ini penting karena menentukan kualitas kopi. Keahlian ini pun disertifikasi khusus oleh lembaga sertifikasi profesi kopi.

Setelah kopi menjadi produk biji kopi sangrai, masih ada satu langkah lagi yakni degan mengolah menjadi bubuk kopi. Proses selanjutnya adalah memberikan kemasan dengan tujuan memberi nilai tambah bagi produk tersebut.

Ketika kopi sudah menjadi produk bubuk kopi siap seduh, ada satu lagi peluang yang bisa dicoba untuk mendatangkan keuntungan yakni profesi peramu kopi atau barista. Tahun ini Bekraf memberikan fasilitas  sertifikasi barista secara Cuma-Cuma. Targetnya disertifikasi 1.000 barista per tahun dalam lima tahun ke depan. “Melihat sudut pandang ini potesi ekonomi dari kopi sangat tinggi mulai dari hulu sampai ke hilir, makanya harus dioptimalkan” paparnya.

 

Pasar Cina

 

Belum lama, delapan pengusaha kopi Indonesia bertemu para pengusaha dari China untuk merumuskan strategi guna meningkatkan nilai ekspor ke negara berpenduduk terbesar di dunia itu. "Kami berinisiatif mengumpulkan mereka agar dapat mencapai rumusan meningkatkan ekspor kopi Indonesia ke Tiongkok," kata Konsul Jenderal RI di Guangzhou, Ratu Silvy Gayatri, kepada Antara di Beijing.

Pertemuan yang dikemas dalam diskusi bersama terfokus (FGD) pada pekan lalu tersebut juga melibatkan Asosiasi Pengusaha Indonesia di China Selatan (SCIBA) dan Asosiasi Pakar Kopi Indonesia (SCAI) serta para pengusaha dari Guangzhou, Shanghai, dan Hong Kong.

Silvy menyebutkan pada Januari-September 2017, ekspor kopi Indonesia ke China mencapai 34,1 juta dolar AS. Indonesia menempati peringkat kedua negara eskportir kopi ke China di bawah Vietnam yang pada periode tersebut telah mencapai 368,8 juta dolar AS.

Ia yakin Indonesia mampu mengejar Vietnam karena beberapa hal, di antaranya kopi merupakan salah satu produk unggulan Indonesia yang sangat kompetitif. "Bersama Brasil, Vietnam, dan Kolombia, Indonesia merupakan satu dari empat negara penghasil kopi terbesar di dunia," ujarnya.

Selain itu, pertumbuhan konsumsi kopi per kapita di China terus meningkat antara 15 hingga 30 persen per tahun. Padahal, peningkatan konsumsi kopi rata-rata di dunia hanya 2,3 persen per tahun.

Berdasarkan catatan KJRI Guangzhou, pada tahun 2020 nilai industri kopi di daratan Tiongkok itu akan mencapai 300 miliar RMB atau sekitar Rp600 triliun. "Hal ini dipicu oleh perubahan gaya hidup masyarakat Tiongkok. Generasi muda Tiongkok semakin menggemari kopi sebagai gaya hidup baru yang dinilai modern," ujarnya.

Namun di sisi lain, lanjut Silvy, produksi kopi China yang berpusat di Yunnan dan Hainan tidak mampu memenuhi tingginya permintaan kopi domestik sehingga impor kopi menjadi keharusan. "Kami yakin bahwa peluang tersebut hanya dapat diperoleh manfaatnya secara maksimal jika pemerintah sebagai fasilitator dan pelaku usaha kopi dapat saling bersinergi dan bekerja sama," kata Konjen.

Sementara itu, Ketua SCIBA Tjin Pek Yan menyampaikan bahwa untuk mencapai hasil maksimal ekspor kopi ke China, Indonesia harus memfokuskan diri pada kopi jenis arabika, mengingat petani di Indonesia memiliki lahan perkebunan kopi yang relatif kecil, sekitar 1 hingga 2 hektare.

Padahal, menurut pengusaha asal Bandung, Jawa Barat, yang sudah 17 tahun membuka usaha di China itu, negara-negara lain seperti Vietnam, Brasil, dan Kolombia memiliki perkebunan yang jauh lebih luas dan dikelola dalam skala industri besar. "Kita perlu lebih fokus menjual produk kopi berkualitas dengan harga premium. Kopi asal Panama, misalnya, dengan fokus penjualan kopi kelas premium, harga per pound di sini bisa mencapai 20 dolar AS, sementara kopi dari Indonesia sekitar 2 dolar AS," jelas Pek Yan.

Ketua Pembina SCAI Delima Hasri Darmawan mendorong para pedagang dan petani di Indonesia dapat bekerja sama untuk menghasilkan kopi yang berkualitas. "Pedagang harus turun ke bawah untuk membina dan membimbing para petani agar kualitas kopi terjaga," ujarnya.

Berbeda dengan Jason, importir kopi Indonesia asal China, menyarankan agar Indonesia mengekspor kopi jenis robusta dalam bentuk kemasan. "Kalau Indonesia menjual kopi robusta dalam bentuk bijian ke China sangat sulit bersaing dengan Vietnam yang mampu menjual kopi jenis serupa dengan harga yang jauh lebih murah," ujarnya. Selain itu, para peserta diskusi juga mendorong pelaku usaha kopi Indonesia lebih giat lagi melakukan promosi di China. (iwan, agus, dbs)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…