Indonesia, Penguasa Kopi Dunia?

Indonesia berpotensi menjadi penguasa kopi dunia karena cita rasa kopi Indonesia sangat spesifik. Bahkan, branding kopi internasional yang ada, selalu dicampur dengan kopi Indonesia. Indonesia pun memilki peluang menjadi penguasa kopi di dunia.

 

Indonesia memang masih menduduki peringkat keempat dunia penghasil kopi setelah Brazil yang menempati urutan pertama, disusul Vietnam, dan Kolombia menduduki peringkat ketiga. Meski begitu, kopi Indonesia merupakan kopi terbaik di dunia. Sehingga, Indonesia memilki peluang menjadi penguasa kopi di dunia. "Ke depan, saya kira Indonesia berpotensi menjadi penguasa kopi dunia karena cita rasa kopi kita sangat spesifik, bahkan branding kopi internasional yang ada selalu dicampur dengan kopi Indonesia," kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, usai menjadi pembicara dalam konferensi kopi internasional atau "Jember International Coffee Conference" (JICC) dan Robusta Fiesta 2017 di Gedung Sutardjo Universitas Jember, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.

Konferensi kopi internasional diselenggarakan oleh Universitas Jember bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Jember, Pemerintah Kabupaten Bondowoso, serta PTPN XII yang digelar pada 9-11 November 2017 di Kampus Universitas Jember.

Tema utama JICC adalah "coffee for social welfare", dengan subtema 1. Coffee for Biotechnology and Agriculture; 2. Coffee for Technology; 3. Coffee for Health; 4. Coffee for Social-Politic and Law; 5. Coffee for Culture and Humanities; 6. Coffee for Education; 7. Coffee for Economy, Creative Economy and Tourism.

Oleh karena itu, lanjut Bambang, produktivitas panen kopi di Indonesia juga harus dimaksimalkan. "Namun, dari segi kualitas sebenarnya kopi Indonesia tidak kalah dengan berbagai kopi dari ketiga negara tersebut, bahkan bisa dikatakan kualitas kopi Indonesia adalah yang terbaik di dunia," tuturnya.

Produksi kopi di Indonesia rata-rata sekitar 600-700 kilogram per hektare, padahal potensi produksi kopi di Indonesia bisa mencapai 1,5 ton atau bahkan bisa menembus 3 ton per hektare. "Sebagian besar kebun kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat sekitar 70 persen, sedangkan sisanya kebun swasta atau perusahaan daerah dan nasional, sehingga potensi untuk ditingkatkan produktivitasnya masih bisa berkembang," kata Bambang.

Bambang meminta kepada pihak universitas dan juga pemerintah daerah untuk mendukung terwujudnya mimpi Indonesia menjadi raja kopi dunia, apalagi Kementan akan fokus pada perkebunan pada tahun 2018 karena tahun sebelumnya fokus swasembada padi, jagung dan gula. "Perkebunan telah terbukti memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia. Bahkan, dari hasil penilaian Indonesia tahun 2016, perkebunan masih menduduki peringkat tertinggi untuk penyumbang Gross Domestic Product (GDP) yakni mencapai Rp426 triliun dan nilai itu lebih tinggi dari minyak dan gas yang senilai Rp369 triliun," ujar Bambang.

Sementara Direktur Inovasi dan Teknologi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Santoso Wibowo Aksoro menyambut baik Universitas Jember menjadi salah satu universitas yang memiliki perhatian lebih terhadap kopi. "Kami berharap Universitas Jember bisa membuat cluster produk perkebunan kopi yakni integrasi riset mulai hulu hingga hilir. Bahkan jika perlu Jember memiliki industri kopi sendiri," tuturnya.

Sementara itu, pakar energi terbarukan Associate Professor Maizirwan Mel dari International Islamic University Malaysia mengatakan bahwa Indonesia berpeluang menjadi eksportir kopi dunia karena kondisi geografisnya memiliki banyak pegunungan, sehingga sangat cocok dijadikan perkebunan kopi. "Geografis ataupun iklim Indonesia masih sangat bagus untuk perkebunan kopi. Lahan-lahan subur terhampar sangat luas, sehingga saya yakin dengan sumber daya alam yang demikian bagus akan menghasilkan buah kopi yang berkualitas," kata dia.

Maizirwan mengatakan, Indonesia tidak hanya memiliki sumber daya alam yang bagus, namun juga didukung oleh sumber daya manusia yang baik, sehingga keberadaan perguruan tinggi di Indonesia yang memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan industri kopi menjadikan industri kopi semakin mudah untuk tumbuh besar.

"Seperti halnya Universitas Jember yang kian serius dalam melakukan penelitian dan kajian terhadap kopi, agar bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Tentunya itu akan membuat industri kopi yang ada di Indonesia akan tumbuh pesat jika dikelola dengan serius," kata Maizirwan.

Maizirwan pun menyayangkan posisi Indonesia masih menempati urutan keempat untuk penghasil kopi dunia yang berada di bawah negara Vietnam dan Kolombia. Padahal dari sisi SDM, Indonesia seharusnya berada di atas Vietnam, sehingga penyebabnya kemungkinan pemerintah belum serius mengembangkan bisnis kopi itu. "Berbeda dengan negara-negara lain yang pemerintahnya begitu serius dalam membantu masyarakat dan mereka tidak hanya membantu masyarakat menghasilkan kopi yang berkualitas, namun juga membantu agar kopi yang dihasilkan bisa diterima pasar ekspor," ujar Maizirwan.

Sedangkan Ketua Panitia JICC Dr I Dewa Ayu Susilawati mengatakan Universitas Jember memiliki perhatian yang besar terhadap kopi rakyat dan berkeinginan untuk turut berkontribusi memberi nilai tambah bagi kopi, sehingga kopi rakyat menjadi lebih bernilai dan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakatnya. "Potensi lain pada pengembangan kopi rakyat adalah diversifikasi produk dari limbah kopi dan limbah kopi yang mencapai 56 persen dari total produksi saat ini belum dimanfaatkan secara optimal," katanya.

 

Terhambat Produksi

 

Sementara itu, Mulyono Susilo, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Tengah (Jateng) menyatakan ekspor kopi dari Indonesia ke beberapa negara masih terhambat oleh kestabilan produksi di dalam negeri. Untuk itu, perlu ada upaya bersama agar persoalan tersebut bisa segera terselesaikan dengan baik. "Sebetulnya tidak ada penurunan permintaan dari negara-negara konsumsi kopi terbesar di dunia, tetapi karena Indonesia belum dapat menjaga kesinambungan maka sejumlah pabrikan besar dari negara-negara pengimpor kopi tersebut mengalihkan pembeliannya," kata Mulyono.

Mulyono mengatakan beberapa negara dengan konsumsi kopi tertinggi di antaranya Jepang, Amerika, Jerman, Italia, dan Spanyol. Khusus permintaan dari negara pengimpor kopi di Eropa, dikatakannya, agak melemah karena kompetisi dari sentral Amerika. Untuk kopi arabika pengusaha mengambil dari sentral Amerika, sedangkan untuk robusta mengambil dari Vietnam. "Selain harganya lebih menarik, sentral Amerika dan Vietnam ini bisa mengirimkan volume lebih besar dibandingkan dengna dari Indonesia. Pada dasarnya pabrikan besar butuh kestabilan kopi, sekarang ini yang bisa menjaga kestabilan tersebut baru wilayah sentral Amerika dan Vietnam," tutur Mulyono.

Lebih lanjut, Mulyono menambahkan, jika Indonesia ingin memperoleh mitra dari pabrikan besar maka harus menjaga kestabilan produksi kopi setiap tahun sehingga pengiriman dapat tersebut berkesinambungan. Di tahun ini, volume ekspor kopi dari Indonesia mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu dari 540.000 ton di 2016 menjadi 350.000 ton di 2017. "Penurunannya lebih dari 40 persen dan kondisi ini merupakan dampak dari musim el nino yang terjadi pada 2015," tandas Mulyono. (iwan, agus, rin)

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…