Problem Taksi Daring

Sejumlah pengemudi taksi daring (online) menyambut gembira setelah Mahkamah Agung (MA) dalam putusannya No.37/HUM/2017 terhadap uji materi atas Permenhub No.26 Tahun 2017, mengabulkan permohonan sejumlah pengemudi. Dengan dikabulkannya uji materi maka pasal-pasal penting yang diatur dalam Permenhub itu menjadi tidak berlaku.

Majelis hakim MA yang dipimpin Hakim Agung Tata Usaha Negara (TUN) Supardi dan dua hakim anggota, masing-masing Is Sudaryono dan Hary Djatmiko mengatakan, “angkutan sewa khusus berbasis aplikasi merupakan kondisi logis dari perkembangan teknologi informasi dan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif.”

Sebelumnya dalam Permenhub No 26/2017  berisi 14 Pasal yang oleh MA dianggap bertentangan dengan kedua UU No 20/2008 dan UU No 22/2009. Karena Kemenhub lalai ketika membuat membuat regulasi yang baru, maka UU di atasnya mesti mengakomodir keberadaan transportasi daring, bahkan kegiatan bisnis daring lainnya sehingga aturan yang dikeluarkan lebih sinkron dan tidak saling bertabrakan antara satu dan lainnya.

Artinya, sebelum ada regulasi yang mengaturnya, sejumlah konsumen maupun pengemudi transportasi daring memang rentan menghadapi berbagai permasalahan, termasuk dalam menghadapi protes pengemudi konvensional, sengketa antara pengemudi dengan operator, pengemudi dengan pengguna, bahkan antar pengemudi itu sendiri yang dipicu oleh gangguan sistem aplikasi.

Aturan baru taksi online yang mengharuskan menggunakan stiker khusus, tampaknya perlu ditinjau kembali manfaatnya bagi masyarakat. Artinya, jangan sampai terjadi kisruh di lapangan yang mengarah ke perbuatan anarkis terhadap taksi online sangat berisiko bagi penumpang di dalamnya. Pasalnya, stiker akan memudahkan dikenal oleh pihak "penyerang" dari kelompok taksi konvensional. 

Hadirnya transportasi daring sebagai keniscayaan perkembangan teknologi informasi memang membuat perubahan besar dalam sistem transportasi dunia, termasuk Indonesia. Pengemudi angkutan kota, termasuk bus-bus sedang dan taksi konvensional, paling terpukul oleh hadirnya sistem transportasi daring yang tarifnya jauh lebih murah, langsung dijemput dan diantar dari satu tempat ke tempat tujuan yang dikehendakinya.

Tidak mengherankan apabila kehadiran transportasi daring yang sekarang ini dimotori oleh tiga perusahaan operator besar: GoJek, Grabb dan Uber, dimusuhi oleh hampir semua pengemudi angkutan konvesional di semua bandar udara (Bandara), di beberapa daerah, dan sejumlah terminal bus dan stasiun kereta api. Bahkan Pengelola Bandara (PT Angkasa Pura) sampai ikut-ikutan melakukan sweeping terhadap transportasi daring yang mendapat order dari penumpang pesawat seusai mendarat di bandara.

Lihat saja potensi keributan antara pengemudi angkutan konvensional dan transportasi daring memang terjadi di sejumlah tempat, antara lain di Cirebon, Palembang, Medan, Bukitinggi dan Salatiga. Meskipun sudah ada yang mengatur tentang transportasi daring namun para pengemudi angkot dan taksi di sejumlah kota besar Indonesia tetap menolak keberadaan transportasi daring, yang keberadaannya tiba-tiba menjadi idola warga.

Sebaliknya pengemudi transportasi daring juga menolak 14 pasal yang tertuang dalam Permenhub No.26 Tahun 2017. Pasal-pasal yang membuat pengemudi keberatan, antara lain pasal yang mengatur tarif batas bawah dan tarif batas atas yang dibagi dalam dua wilayah. Masing-masing Wilayah I meliputi Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah Rp3500 dan batas atas Rp6000 per Km, dan Wilayah II meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua, dengan tarif batas bawah Rp3700 per Km dan batas atas Rp6500 per Km.

Keputusan MA itu selain disambut baik oleh kalangan pengemudi juga masyarakat konsumen pengguna transportasi daring. “Nggak capek, murah dan  nyaman,” ujar Fitriani, seorang penumpang di perkantoran Jl. Sudirman, Jakarta Pusat.

Artinya, Kemenhub ke depan harus mampu membuat kebijakan yang adaptif bagi keberadaan transportasi daring baik mobil maupun motor. Pemerintah tidak perlu malu bahwa kondisi transportasi massal saat ini belum nyaman, sehingga konsumen mempunyai alternatif kebutuhan pasar bagi transportasi daring. Adalah sangat bijak jika pemerintah perlu jujur mendengar aspirasi warga selama ini. Bukan sebaliknya melarang seenaknya armada transportasi daring di wilayah Indonesia.

 

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…