Polda Terbitkan SP3 Kasus Allianz Karena Kurang Bukti

Polda Terbitkan SP3 Kasus Allianz Karena Kurang Bukti

NERACA

Jakarta - Allianz Life telah menerima Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus yang menimpa dua mantan eksekutifnya. Melalui siaran persnya, Senin (13/11), Allianz Life mengatakan bahwa alasan dihentikannya proses penyidikan oleh pihak kepolisian adalah karena tidak cukup bukti. Dalam keterangan yang sama juga dikatakan bahwa Allianz Life tidak membayar klaim kepada dua orang mantan pelapornya, karena klaim tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku di dalam polis.

Menanggapi hal ini, pakar asuransi, Hotbonar Sinaga mengatakan keputusan polisi untuk menghentikan penyidikan atas kasus ini patut diapresiasi, karena substansi masalahnya memang berada di ranah hukum perdata. Sehingga penggunaan UU Perlindungan Konsumen yang mengacu pada pidana menurutnya kurang tepat.“Ke depannya kasus semacam ini harus bisa diselesaikan di Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI). BMAI sudah terbiasa memutuskan sengketa seperti ini, karena BMAI dibuat oleh Dewan Asuransi Indonesia,” jelas Hotbonar.

Ia menambahkan bahwa UU Perlindungan Konsumen tidak cocok untuk industri jasa. Walaupun memang ada poin-poin mengenai industri jasa di dalamnya, menurutnya tidak relevan untuk diterapkan, apalagi menggunakan UU tersebut untuk mempidanakan pihak tertentu.“Saya mendengar bahwa DPR akan mengamandemen UU perlindungan konsumen tersebut, karena sudah 20 tahun UU tersebut tidak diamandenen. Saya mendukung upaya DPR untuk melakukan itu, karena tidak cocok untuk kondisi saat ini,” tambahnya. Ia juga menegaskan bawah citra industri asuransi harus dipulihkan dan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh pihak dalam industri, tidak bisa sendiri-sendiri.

Sebelumnya, penetapan status tersangka kepada mantan Presiden Direktur PT Asuransi Allianz Life Indonesia, Joachim Wessling sempat membuat geger industri asuransi. Belakangan bahkan telah berhembus kabar bahwa kasus tersebut diduga ada kaitannya dengan praktek-praktek penipuan dalam klaim asuransi yang dilakukan oleh sekelompok orang.

Hal tersebut tidak ditampik oleh Direktur Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu. Dirinya mengungkapkan bahwa di dalam industri dengan regulasi yang sangat ketat pun, hal seperti itu masih tetap ada.“Tidak salah jika perusahaan asuransi berhati-hati dalam mencairkan sebuah klaim. Terutama, jika terjadi klaim-klaim yang tidak wajar atau mencurigakan,” jelas Togar. Tindakan Allianz Life untuk melaporkan nasabahnya tampak merupakan bukti hal ini.

“Kami menduga ada modus operandi yang digunakan untuk mencurangi polis asuransi Allianz sehingga kami melaporkan beberapa nasabah ke Polda Metro Jaya,” kata Head of Corp Communications Allianz Indonesia, Adrian DW, dalam pernyataan tertulisnya. Adrian menyebut, dilakukannya hal itu semata ingin mempertahankan hak dan citra Allianz Life serta melindungi kepentingan para nasabah, pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

Polisi juga menduga ada komplotan nasabah yang ingin membobol Allianz dengan modus klaim asuransi."Kami akan melakukan pendalaman, karena adanya dugaan terdapat komplotan yang sengaja menggunakan modus mendaftar sebagai nasabah asuransi Allianz guna mendapatkan keuntungan klaim asuransi yang diajukan," kata Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, beberapa waktu lalu.

Ketika dihubungi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, Allianz melaporkan balik lantaran menduga adanya klaim palsu dari nasabah.“Soal kelanjutan kita masih lakukan analisa dan evaluasi ini demi kasus itu ke depannya seperti apa,” jelas Argo.

Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, yang dikutip sebelumnya, mengatakan bahwa model penipuan di asuransi banyak macamnya dan tidak hanya terjadi di industri asuransi jiwa. Beberapa indikasi penipuan di asuransi yang dilakukan konsumen diantaranya, adanya ketidaksesuaian anatara profil keuangan nasabah dengan nilai asuransi yang diminta. Modusnya, membeli polis asuransi pada beberapa tempat sekaligus dengan jumlah besar dengan profil keuangan yang tidak sesuai, serta adanya riwayat pribadi dan penyakit calon nasabah yang relevan tidak diungkapkan kepada asuransi.“Modusnya mengajukan klaim penyakit yang tidak diketahui sebelumnya. Masih terjadi. Tapi tidak ada data resmi dari Polri maupun Asosiasi,” jelas Irvan. Mohar

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…